900 Baliho Rizieq Shihab Dicopot, Serangan Belum Berhenti
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mengatakan, keterlibatan TNI membuat TNI berhadapan langsung dengan warga, berpotensi melanggar aturan, dan berbahaya bagi demokrasi.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – TNI sudah menurunkan sekitar 900 baliho dan spanduk terkait pimpinan Front Pembela Islam Rizieq Shihab. Penurunan baliho dan spanduk masih terus dilakukan dengan alasan pemasangannya tidak memiliki izin. Pangdam Jaya Mayor Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan, pihaknya akan terus menurunkan spanduk dan baliho Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
"Kalau istilah dalam dasar-dasar serangan, itu momentum serangan jangan sampai terhenti. Jadi terus kami lanjutkan tugas ini, masih banyak (yang perlu dicopot). Sampai saat ini ada sekitar 900 spanduk Rizieq Shihab yang dicopot TNI," ujar Dudung melalui keterangan tertulisnya, Senin (23/11/ 2020).
Tindakan prajurit TNI yang bersama satpol PP menurunkan baliho di wilayah Kodam Jaya menenteramkan masyarakat. Penggunaan panser pun dilihat sebagai kewajiban Pangdam menjaga keselamatan anak buahnya. (Endriartono Sutarto)
Penurunan itu, kata Dudung, sudah berkoordinasi dengan kepolisian dan Pemprov DKI Jakarta. Selain itu, tidak hanya mencopot spanduk dan baliho milik Rizieq Shihab saja, spanduk dan baliho ilegal lainnya pun mereka turunkan.
"Kami menurunkan poster, bukan milik FPI saja, bukan Rizieq saja. Ada poster-poster lainnya dan tidak sesuai aturan, kami turunkan," ujar Dudung.
Dudung meminta, pihak FPI memahami aturan hukum yang berlaku, agar pemasangan spanduk Rizieq Shihab tak kembali terulang. "Kepada mereka kami sampaikan, biar paham tentang hukum yang berlaku, bukan hukumnya dia," kata Dudung.
Sebelumnya, Dudung memerintahkan anggotanya untuk menurunkan baliho Rizieq Shihab. Perintah itu ia keluarkan karena pemasangan baliho tanpa izin. Pencopotan baliho dan spanduk Rizieq Shihab harus dilakukan untuk kepentingan rakyat khususnya di Jakarta.
Pencopotan baliho dan spanduk oleh Dudung mendapatkan dukungan dari Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran. Di hari pertamanya setelah dilantik menggantikan Nana Sudjana, Fadil mengatakan pemasangan spanduk dan baliho sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Ketentuan itu antara lain harus ada pajak dan izin. Menurut dia, langkah penertiban itu masuk ke dalam preventive strike atau pencegahan keras.
"Pasti tujuannya baik untuk Republik ini, untuk negara ini," ujar Fadil.
Dudung mengakui, tindakannya memerintahkan anggota TNI menurunkan baliho Rizieq Shihab mendapat kritik dari sejumlah kalangan. Kritik itu karena penertiban baliho bukan tugas pokok TNI. "Kritikan itu paling sedikit. Dukungnya banyak, yang dukungnya lebih banyak," ujar Dudung.
Dudung menuturkan, pihak yang memberikan kritik dinilai tidak sepenuhnya paham perjalanan TNI menurunkan baliho Rizieq Shihab. Penurunan baliho itu sudah TNI lakukan sejak dua bulan yang lalu dengan melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja DKI Jakarta.
Namun, saat penurunan pertama baliho oleh Satpol PP dihadang oleh FPI. Tindakan pengadang itu, akhirnya membuat Dudung memerintahkan anggotanya untuk membantu Satpol PP agar ketertiban umum berjalan lancar.
Keterlibatan TNI membuat TNI berhadapan langsung dengan warga, berpotensi melanggar aturan, dan berbahaya bagi demokrasi atau prinsip rule of law. (M Isnur)
Diberitakan Kompas (22/11/2020), Panglima TNI 2002-2006 Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto mengatakan, sesuai dengan UU TNI, dalam Operasi Militer Selain Perang, TNI bertugas membantu Polri dan pemda dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Dengan dasar itu serta melihat situasi dan kondisi di tengah masyarakat yang tidak menentu dan berpotensi merusak persatuan bangsa, langkah yang dilakukan Pangdam Jaya adalah upaya proaktif. Tindakan prajurit TNI yang bersama satpol PP menurunkan baliho di wilayah Kodam Jaya menenteramkan masyarakat. Penggunaan panser pun dilihat sebagai kewajiban Pangdam menjaga keselamatan anak buahnya.
Anggota Ombudsman RI, Ninik Rahayu, mengatakan, penurunan baliho terkait dengan peristiwa pelanggaran protokol kesehatan. Sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Pelibatan TNI dalam Percepatan Penanganan Covid-19, tindakan itu belum bisa dikatakan melanggar aturan.
”Keterlibatan TNI ini sebagai dukungan upaya percepatan agar pelanggaran protokol kesehatan tidak terulang dan masih dalam koridor tupoksi (tugas pokok dan fungsi) mereka di Keppres Nomor 7 Tahun 2020,” katanya.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M Isnur mengatakan, keterlibatan TNI membuat TNI berhadapan langsung dengan warga, berpotensi melanggar aturan, dan berbahaya bagi demokrasi atau prinsip rule of law. Sesuai dengan Ketetapan MPR Nomor VI/2000, TNI adalah alat negara yang berperan dalam pertahanan negara. Tugas utama menjaga ketertiban dan keamanan, misalnya, di tangan polisi. Jika TNI langsung berhadapan dengan masyarakat, hal itu bisa berpotensi melanggar aturan.