Senin, Polisi Ekspose Kasus Kerumunan di DKI Jakarta
Polda Metro Jaya akan menggelar ekspose terkait adanya dugaan pidana pada pelanggaran protokol kesehatan dalam beberapa peristiwa kerumunan di DKI. Jika unsur pidana terpenuhi, kasus itu dinaikkan ke penyidikan.
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Kepolisian Negara RI Komisaris Besar Ahmad Ramadhan, Jumat (20/11/2020), mengatakan, pada Senin mendatang, penyidik berencana melakukan ekspose dengan mengundang jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.
”Ekspose itu adalah bagian dari penyelidikan yang sifatnya merupakan koordinasi antarsesama penegak hukum. Ekspose bertujuan melihat apakah kasus memenuhi unsur pidana sehingga dapat ditingkatkan ke penyidikan. Ini masih tahap penyelidikan, belum penyidikan,” ujar Ahmad.
Menurut Ahmad, dalam penyelidikan tentang tindak pidana kekarantinaan kesehatan, penyidik mendalami penerapan protokol kesehatan di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) transisi di wilayah DKI Jakarta. Hal itu dikaitkan dengan Pasal 93 juncto Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Pelanggarnya bisa didenda maksimal Rp 100 juta.
Dugaan tindak pidana kekarantinaan yang diekspose hanya untuk kasus yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya, termasuk yang terjadi di Bandara Soekarno-Hatta. Hal yang terjadi di Megamendung, Bogor, menjadi kewenangan Polda Jawa Barat.
Menurut Ahmad, penyidik Polda Metro Jaya masih terus meminta keterangan. Penyidik mengundang tujuh orang untuk dimintai keterangan. Namun, dari jumlah tersebut, hanya dua orang yang memenuhi undangan, yaitu Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta dan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta.
”Yang tidak hadir ada lima orang dan belum ada konfirmasi. Belum ada alasan mengapa mereka tidak hadir. Mereka adalah HA, humas dari Front Pembela Islam (FPI), NS (pengantin wanita), MI (pengantin pria), kemudian I sebagai orang yang diminta untuk menyewa tenda, dan HA bin AA yang statusnya belum diketahui, tetapi bagian dari keluarga Muhammad Rizieq Shihab (MRS),” ujar Ahmad.
Untuk penyelidikan, Ditreskrimum Polda Metro Jaya mengundang sejumlah pihak guna memberikan klarifikasi sejak Selasa (17/11/2020). Mereka terdiri dari pemerintah daerah, panitia penyelenggara akad pernikahan, serta masyarakat yang menjadi saksi. Gubernur DKI Anies Baswedan sudah memberikan klarifikasi pada hari Selasa. Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengatakan, Wakil Gubernur DKI Ahmad Riza Patria direncanakan dimintai klarifikasi pada Senin (23/11/2020).
Sementara Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Jumat, juga memenuhi undangan klarifikasi di Mabes Polri terkait kasus serupa, khususnya kerumunan di Megamendung. Setelah proses klarifikasi selama lebih kurang tujuh jam, Ridwan Kamil memberikan keterangan resmi kepada media. Seperti dikutip dari Kompas TV, Ridwan Kamil meminta maaf kepada publik jika masih ada kekurangan dalam pelaksanaan pencegahan penularan pandemi.
Pencopotan baliho
Terkait dengan pencopotan baliho gambar pemimpin FPI, Rizieq Shihab, di banyak lokasi di wilayah Jakarta, hal itu merupakan ranah Komando Daerah Militer Jayakarta. Menurut Ahmad, kepolisian belum mengambil langkah serupa.
Panglima Komando Daerah Militer Jaya/Jayakarta Mayor Jenderal Dudung Abdurachman menyatakan memerintahkan anak buahnya untuk mencopoti baliho bergambar Rizieq Shihab.
”Ada orang berbaju loreng menurunkan baliho Habib Rizieq, itu perintah saya,” ucap Dudung dalam keterangan resmi. Menurut dia, ini sebagai bentuk penertiban terhadap pemasangan media luar ruang yang tidak sesuai dengan aturan.
Terkait kabar adanya sejumlah anggota TNI yang berpatroli di sekitar markas FPI di Petamburan, Jakarta Pusat, Dudung menyebutkan, itu bagian dari antisipasi gangguan keamanan dan ketertiban biasa, yang juga dijalankan anggota di wilayah-wilayah lain.
Kuasa hukum FPI, Aziz Yanuar, seperti dikutip dari Kompas.com, mempertanyakan sikap Pangdam Jaya Mayjen Dudung tersebut. Sementara Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S Pane mengapresiasi pencopotan baliho di sejumlah lokasi di Jakarta. Hanya saja, menurut Neta, hal tersebut sebenarnya merupakan tugas satuan polisi pamong praja dan kepolisian.
Endang Turmudi, Profesor Riset di Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, berpendapat, keberadaan FPI perlu didudukkan sebagai bagian dari penguatan demokrasi di Indonesia, sama seperti organisasi-organisasi masyarakat sipil lainnya. Akan tetapi, penguatan masyarakat sipil bukan berarti membiarkan organisasi-organisasi yang ada melanggar ketentuan.