Menjaga hulu Ciliwung tetap terjaga kealamiannya adalah bagian penting dari mitigasi bencana banjir dan longsor.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Badan Nasional Penanggulangan Bencana bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat menanam 1.500 pohon dan menebar 10.000 ikan di Telaga Saat, Kampung Cibulao, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penanaman pohon ini agar mata air tetap terjaga sekaligus sebagai upaya mitigasi bencana.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan,Telaga Saat yang merupakan titik 0 kilometer Ciliwung menjadi perhatian bersama agar kawasan sumber mata air tidak rusak dan tetap terjaga. Oleh karena itu, sejak revitalisasi selesai pada akhir 2019, kawasan Telaga Saat terus ditata salah, satunya dengan menambah penanaman pohon.
”Hari ini secara simbolis kami tanam 1.500 pohon dan menebar 10.000 ikan dari sumbangan Bu Ade Yasin (Bupati Bogor) di kawasan Telaga Saat. Ini bagian dari mitigasi bencana, jangan sampai rusak dulu baru kita gerak. Ekosistem sumber mata airnya jaga, perbaiki, dan lindungi. Sampai kelak hutan kita tebang dan gundul yang ada mata air berubah menjadi air mata,” kata Doni.
Doni mengatakan, revitalisasi di Telaga Saat bisa menjadi contoh untuk daerah lain, bukan hanya di Jawa Barat yang rawan bencana, melainkan juga seluruh Indonesia. Kepedulian lingkungan harus menjadi kesadaran tinggi agar generasi selanjutnya merasakan keindahan alam sekaligus terhindar dari segala musibah bencana alam.
Jalan masuk ke sini juga dibiarkan berbatu seperti ini, jangan diaspal. Kalau diaspal banyak mobil-mobil besar masuk. Intinya, tempat ini boleh dikunjungi, tetapi tidak boleh merusak alam sekitar. (Ade Yasin)
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, apa yang sudah dikerjakan atau dilakukan oleh warga, sukarelawan, TNI, dan pemerintah dalam upaya perlindungan dan perawatan lingkungan harus terus dijaga.
Ade melanjutkan, jika hulu Sungai Ciliwung rusak, dampaknya bukan hanya di wilayah sekitar, melainkan juga sepanjang hulu dan hilir Sungai Ciliwung akan terdampak.
”Ini bukan hanya merupakan sumber air minum, melainkan juga untuk keseimbangan alam. Jangan sampai alam rusak akan banyak bencana. Oleh karena itu, saya harap tidak ada hotel. Tidak bisa hanya mikir ekonomi atau keuntungan sesaat. Alam di sini harus tetap dijaga,” kata Ade.
Ade melanjutkan, berdasarkan usulan Doni, akan dibentuk satuan tugas untuk menjaga lingkungan kawasan telaga agar tidak rusak, mengawasi pembangunan liar, hingga berkolaborasi bersama warga untuk memelihara kawasan titik 0 kilometer tersebut.
”Akan segera dibangun satgas untuk mengawasi agar kawasan ini tetap terlindung. Selain itu, jalan masuk ke sini juga dibiarkan berbatu seperti ini, jangan diaspal. Kalau diaspal banyak mobil besar masuk. Intinya, tempat ini boleh dikunjungi, tetapi tidak boleh merusak alam sekitar. Di sini boleh mancing, tetapi tidak boleh pakai setrum dan jala,” kata Ade.
Sementara itu, Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Brigadir Jenderal Mohammad Hasan menuturkan, saat masih menjabat Komandan Korem 061 Surya Kencana, ia bersama warga dan sukarelawan bergotong royong membersihkan sedimentasi lumpur yang tinggi dan hamparan gulma yang menutupi Telaga Saat.
”Kondisi saat itu hanya terlihat 10-15 persen saja dan kedalaman 1-2 meter karena sedimentasi dan gulma. Bersama 1.500 sukarelawan kerja manual mengeruk telaga ini. Baru akhirnya 2018 tahap pertama ada bantuan dari Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane. Lalu ada bantuan PUPR dan KLHK juga. Setelah direvitalisasi, luas kawasan telaga mencapai 5,08 hektar dan kedalaman mencapai 5-7 meter,” kata Hasan.