Sebagian aktivitas warga Jakarta terhambat akibat penutupan jalan dan pembatasan operasional angkutan umum, Selasa (13/10/2020). Beberapa di antara mereka pasrah bila terkena pemotongan gaji lantaran tidak sampai kantor.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pekerja terpaksa absen lantaran tidak bisa mencapai kantor, Selasa (13/10/2020). Aksi massa yang berlangsung hari ini membuat sejumlah ruas jalan ditutup dan operator membatasi operasional angkutan umum.
Selasa (13/10/2020) ini, seharusnya menjadi hari kedua bagi Khairul (25) untuk kembali bekerja. Sebelumnya, karyawan butik itu sempat dirumahkan hampir sebulan. Hal itu karena butik yang berlokasi di daerah Pinang Ranti, Jakarta Timur, tutup selama PSBB.
Kenyataan berkata lain. Pukul 12.00, Khairul yang seharusnya sudah melayani pengunjung butik ternyata masih berdiri di jembatan penyeberangan orang (JPO) halte transjakarta Harmoni. Di sana, ia hanya melihat satu per satu pendemo melintas di Jalan Gajah Mada, Gambir, Jakarta Pusat.
Saat itu, massa tanpa atribut mulai memasuki kawasan Harmoni. Peserta aksi yang sebagian masih remaja itu datang dari arah Jalan KH Hasyim Ashari.
Khairul yang tinggal di kawasan Mangga Besar, Jakarta, berangkat ke tempat kerjanya lewat Stasiun Sawah Besar. Dari sana, ia naik bus transjakarta tujuan Grogol sebelum berpindah ke bus transjakarta tujuan Pinang Ranti.
Sesampainya di halte transjakarta Grogol pada pukul 10.30, ia terkejut. Pasalnya, tidak ada satu pun bus transjakarta yang beroperasi di sana, termasuk bus tujuan Pinang Ranti. Rupanya, bus transjakarta yang ia naiki dari Sawah Besar adalah bus terakhir yang beroperasi di sana.
”Ya udah akhirnya balik ke sini jalan kaki deh. Untung aja di tengah jalan ada angkot lewat. Akhirnya naik angkot sampai Harmoni sini,” katanya.
Tak lama kemudian, Khairul meminta izin kepada atasannya tidak masuk kerja. Atasannya memahami kondisinya sekaligus mengizinkannya. Akan tetapi, bukan berarti Khairul lolos dari konsekuensi. Pada akhir bulan nanti, ia harus siap menerima pemotongan gaji.
”Kalau enggak masuk ya berarti gajinya dipotong. Ya mau gimana lagi, naik ojek daring juga mahal banget jatuhnya,” katanya.
PT Transjakarta sebelumnya telah mengumumkan lewat kanal media sosialnya bahwa seluruh layanan operasionalnya dihentikan sementara. Langkah ini mengingat situasi sedang tidak kondusif karena rencana aksi unjuk rasa.
Ety (45), penjual jus di Jalan Juanda, Gambir, Jakarta Pusat, juga memilih menutup kios lebih awal. Ia yang biasanya berkemas pada pukul 16.00 memilih tutup pukul 13.00. Ety mengaku masih trauma dengan bentrokan yang terjadi di depan warungnya saat aksi Kamis (8/10/2020) lalu.
”Biasanya cuma lihat demo di televisi. Baru kemarin lihat sendiri di depan sini,” ungkapnya.
Saat itu, Ety melihat langsung massa melempari batu ke arah aparat. Selain itu, pembakaran juga terjadi di mana-mana. Ia yang saat itu panik bergegas menutup kios dan berlari menuju rumahnya di Mangga Besar.
Kini, ia tak perlu berpikir panjang. Begitu melihat massa berdatangan ke arah Harmoni pada pukul 13.00, ia memilih langsung menutup kiosnya. ”Kalau pedagang yang lain mungkin malah senang ada rame-rame. Kalau saya enggak deh. Ngeri,” ujarnya.
Tidak hanya Ety, sejumlah perkantoran di kawasan Harmoni juga memilih memulangkan karyawan lebih awal. Seperti terlihat di kompleks perkantoran Duta Merlin, sekitar pukul 13.30. Hampir semua kantor sudah tutup. Bahkan, pintu masuk diberi kawat berduri.
Arga (23), salah satu karyawan kantor di sana, bersyukur dipulangkan lebih awal. Jika tidak, bisa jadi ia akan terjebak di dalam kantor seperti pada aksi Kamis lalu. Saat itu, ia tak bisa mengeluarkan sepeda motornya karena semua akses gedung ditutup.
Kamis itu, ia juga kesulitan mencari kendaraan umum ataupun ojek daring karena jaringan di gawainya mengalami gangguan. Ia baru menemukan ojek daring saat malam hari. ”Motor saya tinggal di parkiran, terus nyari ojol pakai tarif offline karena aku dan abangnya enggak ada sinyal. Sampai rumah harus bayar Rp 150.000,” kata pria asal Kalimalang, Jakarta Timur, itu.
Selasa sekitar pukul 16.30, remaja peserta aksi mulai memprovokasi aparat kepolisian yang membentuk barikade di Jalan Veteran III. Para perusuh juga melempari aparat dengan batu dan botol minuman.
Tak ada persiapan
Fauzi Ghozi (26), karyawan swasta di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, mengaku pasrah saat terjadi unjuk rasa pada Selasa ini. Ia tidak sempat mendapatkan informasi adanya aksi massa ini sebelumnya sehingga tidak mengantisipasinya.
Padahal, jika mengetahui ada unjuk rasa, Fauzi akan memutuskan naik kendaraan pribadi ketimbang angkutan umum. ”Gue enggak tahu kalau ada demo, makanya hari ini naik KRL. Tahu gitu gue naik mobil atau sepeda motor,” kata pria yang tinggal di Bekasi ini.
Sebelumnya, saat terjadi aksi pada Kamis (8/10/2020), Fauzi sempat kesulitan pulang ke rumah. Biasanya, Fauzi selalu naik KRL dari Stasiun Sawah Besar agar bisa langsung menuju Stasiun Bekasi tanpa transit. Namun saat itu, Stasiun Sawah Besar ditutup karena terjadi kericuhan.
Fauzi kemudian menuju Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, belum sampai di sana, ia memutuskan putar arah karena jalan menuju Stasiun Tanah Abang ditutup. Ia lantas naik KRL dari Stasiun Kemayoran, Jakarta Pusat.
”Waktu itu naik angkot. Muter-muter nyari stasiun. Karena banyak yang ditutup, gue balik ke Stasiun Kemayoran,” ungkapnya.
Saat itu, kondisi stasiun Kemayoran cukup ramai. Stasiun ini dipenuhi orang-orang yang bernasib sama seperti dirinya. Selain itu, para karyawan yang tidak bisa mengakses halte transjakarta juga terpaksa pulang naik KRL via Stasiun Kemayoran.
”Banyak karyawan yang nanya rute KRL gitu ke gue. Mereka enggak tau jalur naik KRL karena biasanya naik transjakarta,” katanya.
Fauzi yakin kondisi Stasiun Kemayoran pada Selasa ini akan lebih sesak. Sebab di masa PSBB transisi, 50 persen karyawan perusahaan sudah berkantor kembali. Berbeda dengan Kamis lalu saat karyawan yang masuk masih 25 persen.