Aturan untuk meniadakan makan di tempat seperti tidak berlaku untuk warung-warung makan menengah bawah. Sejumlah pengunjung masih terlihat bebas makan di warung saat hari kedua PSBB yang diperketat.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski pengetatan PSBB sudah diberlakukan di Jakarta, sebagian orang masih mendatangi warung-warung untuk makan di tempat. Parahnya, pelanggaran ini luput dari pengawasan para penegak hukum.
Selasa (15/9/2020) siang, sekumpulan anak muda terlihat nongkrong di sebuah warung makan Jalan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selain menurunkan masker sampai ke dagu, pemuda-pemuda tersebut juga duduk berdekatan. Di hadapan mereka, seorang warga juga dengan santai melahap makanannya.
Padahal, sekitar 10 meter dari lokasi mereka, tepatnya di pos kamling RW 01 Petamburan, para petugas satpol PP, TNI, dan Polri sedang merazia pengendara sepeda motor yang tidak mengenakan masker. Beberapa pelanggar sedang dihukum menyapu taman.
Meski razia terus dilakukan, para pembeli di dalam warung tersebut bergeming. Penjual warung juga terus melayani para pembeli yang berdatangan. Di warung ini, seolah pengetatan PSBB tidak pernah terjadi.
Hal yang sama terlihat di sebuah warteg yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi razia. Uya (25), salah satu penghuni indekos di Petamburan, terlihat sedang makan di sana. Sama dengan hari-hari sebelumnya, pedagang di Pasar Tanah Abang tersebut selalu sarapan di warteg sebelum berangkat bekerja.
”Ini mau berangkat ke pasar, mampir sarapan dulu. Memang seringnya (sarapan) di sini sih,” jawabnya enteng.
Uya sudah mengetahui bahwa selama pengetatan PSBB, warga dilarang untuk makan di warung makan. Akan tetapi, hal itu ia abaikan demi menghemat waktu. Daripada harus membungkus makanan untuk dibawa kembali ke tempat indekos, ia memilih makan di warung sekaligus berangkat bekerja.
Penjual warteg, Wildan (28), merasa tidak ada perbedaan yang signifikan antara PSBB transisi dan pengetatan PSBB yang berlaku sejak Senin (14/9/2020). Kendati masih menyediakan tempat bagi warga yang makan di tempat, ia tidak pernah mendapatkan teguran dari pihak mana pun.
”Di sini sih enggak pernah (ditegur). Yang penting enggak berkerumun aja,” katanya.
Uya sudah mengetahui bahwa selama pengetatan PSBB, warga dilarang untuk makan di warung makan. Hal itu ia abaikan demi menghemat waktu. Daripada harus membungkus makanan untuk dibawa kembali ke tempat indekos, ia memilih makan di warung sekaligus berangkat bekerja.
Selama ini, Wildan masih menyediakan tempat makan bagi warganya. Hal itu ia lakukan untuk menjaga pemasukan. Meski begitu, sejak PSBB transisi, pembeli yang datang ke warungnya lebih banyak membungkus makanan ketimbang makan di tempat.
Seperti pada Senin siang, seorang wanita datang ke warung dan menyodorkan piring berisi nasi. Wanita tersebut hanya membeli lauk ke tempat Wildan. ”Ada aja yang makan di sini, tapi banyak juga yang bungkus,” katanya.
Lurah Petamburan Setyanto tidak menampik bahwa masih banyak warung makan di wilayahnya yang melayani makan di tempat selama pengetatan PSBB ini. Meski begitu, ia terus berupaya untuk memberikan sosialisasi kepada warga dan pemilik warung agar tidak ada lagi aktivitas makan di tempat.
”Masih banyak (warung yang membolehkan makan di tempat). Warga memang begitu, ya, hanya taat kalau ada petugas. Mereka takutnya kalau melihat kami datang,” ujarnya.
Menurut Kepala Satpol PP Kelurahan Petamburan Tedy Setiawan, sejauh ini pihaknya masih fokus untuk menindak para pelanggar masker di jalan raya. Meski begitu, ia mengatakan sedang menyusun jadwal untuk menindak pelanggaran-pelanggaran di tempat makan.
”Kami akan menyasar warteg dan rumah makan padang. Sedang kami susun juga jadwalnya,” ucapnya.
Masih nongkrong
Warung makan milik Tini (44) di Jalan Tondano, Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa siang, juga masih menjadi tempat nongkrong para pengemudi ojek daring. Salah satunya Naceng (35), yang dari pukul 08.00 hingga siang belum mendapatkan satu pesanan pun.
”Dari pagi di sini aja. Gimana lagi, belum dapat apa-apa. Padahal, saya sudah keluar rumah dari pukul 8 tadi,” katanya.
Sehari-hari, Naceng memang sering nongkrong di warung Tini karena lokasinya yang dinilai strategis. Dengan nongkrong di warung Tini yang berlokasi di sekitar rumah-rumah makan dan area perkantoran, Naceng berharap bisa mendapatkan pesanan penumpang atau makanan dari sana.
”Di sini soalnya enak. Deket sama kantor dan rumah makan. Bisa sambil ngopi juga,” ujarnya.
Sekitar 100 meter dari warung Tini, tepatnya di depan SMK Negeri 19 Jakarta, para petugas satpol PP, TNI, dan Polri juga sedang melakukan razia masker. Meski begitu, Tini tidak khawatir warungnya menjadi sasaran razia. Sebab, selama ini warungnya kerap tidak dihiraukan oleh petugas.
Ia meyakini, petugas hanya menegur tempat-tempat makan seperti restoran, rumah makan padang, dan warteg. Adapun pedagang yang memiliki lapak di pinggir jalan seperti dirinya sering kali aman dari teguran.
”Semalam dapat info dari korwil (koordinator wilayah) UMKM di sini. Katanya ada petugas keliling ke rumah-rumah makan. Nyatanya lapak-lapak kecil kayak gini aman,” tutunya.
Menurut Tini, meski masih menyediakan tempat makan, pembeli yang datang ke warungnya hanya dari kalangan pekerja lapangan. Bukan hanya pengemudi ojek daring dan sopir taksi, melainkan juga karyawan marketing telekomunikasi yang kerap menawarkan produk di tepi jalan.
”Eggak dilarang juga kami sudah sepi. Paling pekerja-pekerja lapangan aja yang ke sini. Mereka ke sini juga istirahat,” katanya.