Pekerja bersiap-siap menjalani pembatasan sosial berskala besar ketat. Penerapan kali ini diharapkan benar-benar berjalan dengan konsisten.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pekerja ingin pembatasan sosial berskala besar atau PSBB ketat yang akan dilaksanakan pada Senin (14/9/2020) dijalankan dengan konsisten. Kebijakan yang setengah hati dapat merugikan mereka karena laju penyebaran virus belum dapat dikendalikan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Rabu (9/9/2020) malam, di Balai Kota DKI Jakarta, mengatakan Jakarta akan melaksanakan PSBB ketat. Keputusan ini diambil karena angka kematian belum dapat dikendalikan serta keterisian tempat tidur di ruang isolasi dan tempat tidur di ruang ICU menuju penuh.
Senin pekan depan pekerja perkantoran non-esensial kembali bekerja dari rumah. Demikian juga kegiatan usaha. Kegiatan hiburan tutup, sedangkan usaha rumah makan boleh buka, tetapi pengunjung tidak boleh makan di tempat.
Ridho (25), pekerja kantoran di Sudirman, Jakarta Pusat, akan sepenuhnya bekerja dari rumah saat PSBB ketat. Perusahaan melarang karyawan ke kantor apa pun alasannya. ”Kantor akan ditutup mulai Senin karena PSBB,” ucap Ridho, Jumat (11/9/2020).
Selama PSBB transisi, perusahaannya mengizinkan karyawan bekerja dari kantor. Syaratnya, karyawan tertib melaksanakan protokol kesehatan dan hanya beraktivitas di dalam lingkungan kantor. Perusahaan menyediakan semua peralatan kerja, internet, dan makanan.
Ia ingin kebijakan kali ini berlangsung ketat. Tidak bolong-bolong seperti sebelumnya. Selama PSBB transisi, banyak rekan kerja dan kenalannya masih bekerja dari kantor meskipun tidak termasuk ke dalam bidang esensial. ”Pemerintah berikan sanksi tegas bagi kantor atau perusahaan yang melanggar supaya ada efek jera,” katanya.
Di sisi lain, menurut dia, pemerintah tidak lagi membatasi kapasitas angkutan umum dengan pertimbangan pergerakan orang akan terbatas. Berbeda dari saat ini yang mana pergerakan orang sudah normal.
Rahayu (21) selama dua pekan ke depan tidak akan bekerja dari kantor di Kuningan, Jakarta Selatan. Perusahaan untuk sementara mengambil kebijakan ini sembari akan menyesuaikan dengan rentang waktu penerapan PSBB ketat. Walakin akan ada divisi yang tetap bekerja dari kantor secara berkala dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
”Kalau mau ke kantor harus informasikan terlebih dahulu kepada kepala divisi masing-masing dan hanya bekerja dari kantor Senin dan Kamis,” ucap Rahayu. Perusahaan juga memberikan voucer kepada karyawan yang berangkat kerja menggunakan transportasi umum.
Ia mengharapkan penerapan kebijakan kali ini berjalan sungguh-sungguh di lapangan supaya pandemi terkendali. Sebab, rasa jenuh hingga stres mulai muncul karena beraktivitas di rumah saja dalam kurun waktu berbulan-bulan.
Lya (23) juga berharap PSBB ketat berlangsung dengan baik. Pekerja paruh waktu sepertinya kelimpungan karena jam kerja berkurang. Otomatis pemasukan pun berkurang.
Pekerja paruh waktu di pusat perbelanjaan ini mendapatkan pesan kurang bagus dari manajer toko. Isinya toko tutup saat PSBB ketat dan sementara waktu tidak menggunakan jasa pekerja paruh waktu. Seandainya tetap berkeras untuk masuk, tidak akan menerima upah.
Semenjak pandemi, toko tidak beroperasi 24 jam. Pekerja paruh waktu hanya bekerja empat hari dari biasanya lima hari. Jam kerja pun lebih banyak setengah hari. ”Awal Juli mulai membaik, tetapi mau bagaimana lagi. Semoga pandemi cepat berlalu,” ujarnya.
Ada kekhawatiran PSBB ketat menimbulkan gelombang kedua pemutusan hubungan kerja dan merumahkan pekerja tanpa upah. Dalam situasi ini harus ada jaminan kesejahteraan pekerja supaya tidak muncul konflik sosial akibat keputusasaan. ”PSBB ketat ini membuat pekerja shock karena dilakukan mendadak. Pendekatan ini semestinya didiskusikan terlebih dulu dengan serikat pekerja dan para pengusaha,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, Kamis (10/9/2020).
Pemutusan hubungan kerja pada PSBB pertama, Maret hingga Mei, menambah angka pengangguran di Ibu Kota 11,2 persen. Sektor jasa terkena imbas paling besar karena mayoritas pekerjaannya tatap muka.