DKI Jakarta Matangkan Detail Regulasi Sebelum Kembali pada PSBB Ketat
Menjelang penerapan PSBB ketat, Pemprov DKI Jakarta menggelar rapat koordinasi dengan kepala daerah penyangga Bodetabek dan pemerintah pusat. DKI juga mendetailkan regulasi yang akan diterapkan.
Oleh
Helena F Nababan
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB secara ketat seperti pada awal pandemi Covid-19, Pemprov DKI Jakarta menggelar sejumlah rapat dengan pemerintah daerah penyangga untuk menyinkronkan kebijakan. Pada saat bersamaan, para pengusaha dan DPRD DKI Jakarta meminta supaya Pemprov DKI lebih tegas dalam pelaksanaan PSBB dan penerapan penindakan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, seusai rapat koordinasi, Kamis (10/9/2020), menjelaskan, pengambilan kebijakan terkait kembalinya ke PSBB ketat yang direncanakan mulai Senin pekan depan sesungguhnya lebih didasarkan pada situasi dan kondisi penyebaran yang terus meningkat. Sekalipun angka kematian terus turun sampai 2,7 persen dan kesembuhan naik sampai naik 78,2 persen, Pemprov DKI ingin mengutamakan keselamatan warga yang ada di Jakarta
Kasus aktif Covid-19 di DKI Jakarta juga masih naik. Data corona.jakarta.go.id per Kamis ini menunjukkan, jumlah kasus aktif (jumlah pasien dirawat maupun isolasi mandiri) 11.696 atau naik 451 kasus dari hari kemarin. Sementara kasus terkonfirmasi positif secara total ada 51.287 atau bertambah 1.450 kasus dibandingkan Rabu kemarin.
Sekarang sudah bukan lagi sosialisasi-sosialisasi, melainkan penindakan tegas. (Prasetio Edi Marsudi)
Gubernur DKI, seperti dijelaskan Ahmad Riza, sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat, khususnya beberapa menteri, untuk menyikapi situasi kondisi DKI Jakarta hari ini. Hasil koordinasi itu akan dibawa kembali dalam rapat internal Pemprov DKI Jakarta, juga dengan pemda penyangga Ibu Kota.
”Mudah-mudahan, apa pun yang menjadi keputusan bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah tentu harus kita laksanakan. Kita kerjakan bersama agar bisa tetap menjaga kesehatan, keselamatan, dan juga masalah lain, termasuk masalah ekonomi, sosial juga bisa terjaga. Perlu ada keseimbangan antara masalah kesehatan, masalah ekonomi, masalah sosial, dan lainnya,” kata Riza.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menegaskan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus lebih tegas pada kebijakan pengembalian masa PSBB. Anies dan jajarannya, ia minta langsung menindak tegas para pelanggar protokol kesehatan, baik warga maupun para pelaku usaha hingga perkantoran. Tujuannya, menekan lonjakan penyebaran Covid-19 di Ibu Kota.
”Saya menekankan kepada Gubernur agar seluruh pengawasan diperketat. Sekarang sudah bukan lagi sosialisasi-sosialisasi, tapi penindakan tegas,” kata Prasetio.
Senada dengan Prasetio, Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang menegaskan, terkait penerapan kembali PSBB yang ketat, pemerintah agar betul-betul melakukan pengawasan dan penindakan secara tegas melibatkan semua perangkat yang ada sampai tingkat RT/RW. Itu untuk memastikan seluruh masyarakat melaksanakan protokol kesehatan dan melalui PSBB, bisa menekan dan mengendalikan penyebaran Covid 19 DKI Jakarta dan sekitarnya.
Pembatasan ketat itu, kata Simanjorang, jelas memberatkan para pengusaha. Akan tetapi, para pengusaha mau tak mau harus menerima dan mendukung karena ambang batas penyebaran virus Covid 19 semakin meningkat dengan indikator tingkat kematian, keterpakaian tempat tidur isolasi, dan keterpakaian ICU (ruang perawatan intensif) khusus Covid-19.
Simanjorang mengakui, kebijakan itu tentu akan membuat ekonomi Jakarta stagnan kembali. Itu seiring berbagai sektor usaha, seperti pusat perdagangan, mal, kafe, restoran, hotel, termasuk pembatasan operasional transportasi dan pelaku UMKM akan kembali tutup.
Bagi para pengusaha, lanjutnya, hal itu menjadi dilema. Sebab, di sisi lain
ekonomi Jakarta baru mulai bergairah dua bulan terakhir, sekalipun masih dengan pembatasan protokol kesehatan.
”Dengan diberlakukannya kembali PSBB, akan memperpanjang masa penantian pengusaha hiburan malam yang sudah hampir enam bulan tutup dan hingga saat ini belum diizinkankan buka. Penerapan PSBB yang diperketat ini juga akan menekan pertumbuhan ekonomi Jakarta pada kuartal ketiga nanti dan berportensi terkontraksi dan resesi,” jelas Simanjorang.
Sebelas sektor dikecualikan
Secara terpisah, seusai rapat koordinasi Pemprov DKI Jakarta dengan kepala daerah penyangga DKI Jakarta, Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah menjelaskan, untuk PSBB ketat, ada kegiatan usaha yang boleh berjalan atau 11 sektor usaha yang dikecualikan. Mereka tetap boleh menjalankan usaha dengan menerapkan protokol kesehatan dan pembatasan jumlah karyawan. Apabila aturan itu dilanggar, akan dilakukan penindakan penutupan sementara.
”Untuk PSBB ketat ini, kami sedang mengkaji apakah untuk sektor ini hanya penutupan sementara atau apakah juga akan ada denda administrasi atau sanksi denda? Sementara untuk usaha yang tidak dikecualikan, otomatis tutup. Untuk yang tidak dikecualikan ini pun sedang kami usulkan untuk pemberian denda selain menutup,” jelasnya.
Selanjutnya, untuk penerbitan izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI) oleh Kementrian Perindustrian, Andri menegaskan, dinas tengah mengusulkan supaya dalam penerbitan IOMKI itu ada rekomendasi dari Pemprov DKI Jakarta.
Adapun untuk pengawasan, petugas Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta melakukan pengawasan di perkantoran, perindustrian, dan kegiatan sektor swasta. Selebihnya, pengawasan ada yang dilakuan oleh Satpol PP, Dinas Pariwisata, Dinas Olahraga, dan ada yang oleh Dinas PPKUMKM.
Terkait pengawasan itu, Simanjorang kembali mengingatkan Pemprov DKI Jakarta dan jajarannya, selama penerapan PSBB yang diperketat, jangan ada dispensasi pabrik tertentu atau kantor tertentu bisa buka.
”Selain dari 11 sektor yang diizinkan buka, lainnya wajib tutup agar efektivitas PSBB ini dapat dirasakan dampaknya terhadap penurunan penyebaran Covid-19 sehingga badai ini cepat berlalu. Intinya pengawasan dan penindakan tidak bisa lagi lembek selama PSBB ini,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin juga memastikan patroli dan pengawasan tertib masker serta pengawasan di perbatasan terus berlangsung. Hanya saja, untuk pengawasan selama masa PSBB ketat, Satpol PP DKI Jakarta masih menunggu kebijakan yang akan diterbitkan Gubernur DKI Jakarta.
”Iya, kita tunggu kebijakannya. Kita masih menunggu kebijakan Pak Gubernur, intinya itu,” jelas Arifin.
PSBB ketat jangan sampai menjadi PSBB transisi nama baru. Pengorbanan masyarakat terlalu besar, khususnya yang patuh dengan protokol pencegahan. (Gilbert Simanjuntak)
Rapat koordinasi Pemprov DKI Jakarta dengan daerah penyangga pada Kamis siang hingga sore ini belum menelurkan keputusan apa pun. Koordinasi intensif antardaerah di Jabodetabek dan pemerintah pusat masih perlu dikerjakan dalam beberapa hari ini menjelang penerapan PSBB ketat yang direncanakan diterapkan 14 September 2020.
Ditegaskan Ahmad Riza, memang menjelang pelaksanaan kebijakan PSBB ketat, saat ini Pemprov DKI Jakarta tengah menyusun kembali berbagai regulasi yang terkait. Oleh karena esensi PSBB ketat adalah pembatasan, saat ini sedang dibahas, antara lain, tentang pembatasan transportasi umum; surat izin keluar masuk (SIKM); bekerja dari rumah; pembatasan kapasitas pekerja; kegiatan yang menimbulkan kerumunan massal seperti di tempat ibadah, tempat publik, pusat perbelanjaan, juga tempat hiburan.
”Nanti akan kami umumkan. Kita pelan-pelan menyelesaikan dulu soal makronya, hal-hal yang prinsip dulu, substansinya dulu,” katanya.
Gilbert Simanjuntak, anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, menyatakan, penerapan kembali PSBB ketat itu sudah tepat. ”Sejak awal sudah saya sebutkan di media bahwa PSBB transisi adalah kebijakan gagal, tapi berlanjut hingga lima kali. Semakin hari kasus semakin naik dan tidak terkendali,” kata Simanjuntak.
Faktor utama penyebab kegagalan PSBB transisi, lagi-lagi menurut Simanjuntak, adalah ketidaktegasan Pemprov DKI. Akibatnya, masyarakat banyak yang tertular karena tidak disiplin dan tidak ditindak tegas.
”PSBB ketat jangan sampai menjadi PSBB transisi nama baru. Pengorbanan masyarakat terlalu besar, khususnya yang patuh dengan protokol pencegahan. Jika ketidaktegasan merupakan penyebab gagalnya PSBB transisi, maka hal tersebut jangan sampai terulang di PSBB ketat,” Simanjuntak.