Temuan 71 Kasus Positif di Suzuki Hasil Pelacakan Aktif
Kedisiplinan perusahaan menjalankan protokol kesehatan saja tidak cukup untuk meminimalkan penularan di pabrik atau kantor. Kedisiplinan tingkat individu juga mesti dibiasakan saat di tempat kerja, di rumah, di mana pun.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Temuan 71 kasus positif Covid-19 di Pabrik Tambun I Suzuki di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, merupakan hasil pelacakan aktif di perusahaan, bermodal uji cepat secara berkala. Pemerintah Kabupaten Bekasi meminta semua pengelola pabrik menjalankan keaktifan yang sama agar jika ada kasus positif, orang yang terpapar segera diisolasi dan penyebaran virus bisa diredam.
”Jadi, ini sebenarnya kasus kumulatif. Mereka sudah memulai sejak awal Agustus,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Irfan Maulana, saat dihubungi Jumat (28/8/2020).
Suzuki menjalankan penapisan dengan mengadakan uji cepat Covid-19 terhadap para karyawannya. Mereka yang reaktif kemudian diminta mengikuti tes reaksi rantai polimerase (PCR) sehingga didapati total 71 orang terpapar.
Menurut Irfan, rata-rata karyawan Suzuki di Pabrik Tambun I yang positif merupakan orang tanpa gejala. Saat ini, sekitar tiga perempat sudah dalam masa pemantauan menjelang selesai isolasi.
Irfan pun mengapresiasi Suzuki karena berinisiatif menjalankan skrining terhadap para karyawannya. Meski pekerja yang diketahui positif berjumlah masif, itu membuat penularan bisa dicegat karena mereka segera ditangani dan menjalani isolasi sehingga tidak menularkan virus ke lebih banyak orang lagi.
President Director PT Suzuki Indomobil Motor/PT Suzuki Indomobil Sales Seiji Itayama, dalam keterangan di laman resmi Suzuki Indonesia, Jumat, mengatakan, rata-rata karyawan yang positif tersebut saat ini menjalani isolasi mandiri dan beberapa dirawat di rumah sakit.
”Meskipun kami sudah menerapkan protokol pencegahan penyebaran Covid-19 dengan ketat, penularan tersebut tidak bisa dihindari,” ujarnya.
Karena itu, Suzuki memutuskan mengurangi kapasitas produksi di Pabrik Tambun I hingga 50 persen guna memutus mata rantai penularan. Itayama menuturkan, kebijakan itu berjalan mulai Senin (24/8/2020), tetapi untuk batas waktunya, ia hanya menyebutkan hingga kondisi sudah kondusif.
Itayama menyatakan, Suzuki senantiasa berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 Kabupaten Bekasi yang terdiri dari dinas tenaga kerja, dinas kesehatan, dan dinas perindustrian. Terhadap seluruh karyawan yang punya riwayat interaksi dengan karyawan yang tertular, tes PCR dijalankan. Adapun untuk karyawan lainnya diminta mengikuti uji cepat Covid-19.
”Menurut tim Gugus Tugas Covid-19, kasus yang terjadi di Suzuki kemungkinan besar berasal dari transmisi dari luar perusahaan,” ujar Itayama. Karena itu, Suzuki berencana menggelar uji cepat setiap dua pekan sekali untuk mendeteksi gejala secara dini.
Protokol kesehatan yang dijalankan di pabrik Suzuki antara lain pembersihan dan penyemprotan disinfektan secara berkala di area pabrik dan kantor. Kendaraan-kendaraan yang selesai dirakit pun dibersihkan dan didisinfeksi terlebih dahulu sebelum diterima pelanggan, dan ini menurut Itayama sudah berjalan sejak sebelum wabah.
Itayama menambahkan, pemantauan kegiatan karyawan diperketat. Selain wajib menjaga jarak saat bekerja, para karyawan harus memberi laporan harian kepada atasan terkait kondisi kesehatan dan kegiatan saat libur kerja. Ini demi meminimalkan risiko penularan dari luar area kerja.
Irfan mengatakan, dengan melihat penerapan protokol kesehatan di industri-industri di Kabupaten Bekasi, ia yakin para karyawan aman ketika di dalam kantor atau pabrik. ”Yang jadi persoalan, kita tidak bisa mengetahui perilaku teman-teman di luar,” tuturnya.
Dengan melihat penerapan protokol kesehatan di industri-industri di Kabupaten Bekasi, para karyawan diyakini aman ketika di dalam kantor atau pabrik. Yang jadi persoalan, mengendalikan perilaku karyawan di luar kantor atau pabrik.
Selain itu, pergerakan warga di dalam kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi tidak dibatasi. Mereka bisa saja tinggal di titik-titik rawan penularan di luar Kabupaten Bekasi tetapi bekerja di daerah ini. Irfan mencontohkan, banyak karyawan positif di Pabrik Tambun I Suzuki yang tinggal di Kota Bekasi. Ada pula yang berdomisili di Jakarta Timur.
Karena itu, tidak semua kasus positif dari kluster kasus di Pabrik Tambun I Suzuki akan dicatatkan pada total kasus di Kabupaten Bekasi. Berdasarkan data hari Jumat pukul 11.00, ada tambahan 17 kasus positif di kabupaten ini sehingga akumulasi kasus positif sejak awal wabah di sana 897 kasus.
Tidak dibatasinya mobilitas warga antardaerah di Jabodetabek menjadi salah satu kendala utama guna mengendalikan penyebaran Covid-19 di kawasan industri di Kabupaten Bekasi. Sebelum kasus positif di Suzuki diungkap, kluster kasus positif di area industri dengan jumlah lebih masif terjadi di PT LG Electronics Indonesia, dengan 242 karyawannya terkonfirmasi positif. Dari kluster kasus di salah satu perusahaan elektronik ini, ada juga karyawan dan keluarganya yang tinggal di luar Kabupaten Bekasi.
Meski demikian, kondisi itu tidak bisa menjadi alasan bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk sepenuhnya percaya pada perusahaan dan mengendurkan pengawasan protokol kesehatan di tempat kerja. Sebab, menurut pemantauan Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia Timboel Siregar, pelaksanaan protokol kesehatan oleh tempat-tempat kerja yang memedomani ketentuan dari pemerintah cenderung melonggar akhir-akhir ini. Padahal, jumlah kasus terus meningkat.
Ketentuan bagi tempat kerja untuk beroperasi di tengah pandemi Covid-19 antara lain Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi. Selain itu, Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/7/AS.02.02/V/2020 tentang Rencana Keberlangsungan Usaha dalam Menghadapi Pandemi Covid-19 dan Protokol Pencegahan Penularan Covid-19 di Perusahaan.
Timboel mencontohkan, terdapat tempat kerja yang mewajibkan lebih dari 50 persen karyawannya masuk pada waktu bersamaan. Selain itu, ada yang kurang mengawasi kepatuhan karyawan, misalnya banyak yang mengobrol dengan teman-temannya di sela makan siang ketika masker tidak mungkin dikenakan.
Karena itu, Timboel mendorong pemerintah terus memastikan pengawas ketenagakerjaan memantau seluruh tempat kerja agar taat menjalankan protokol kesehatan.
Pengajar Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dokter Nuri Purwito Adi, menambahkan, kedisiplinan perusahaan menjalankan protokol kesehatan saja tidak cukup untuk meminimalkan penularan di pabrik atau kantor. Kedisiplinan tingkat individu juga mesti dibiasakan pada seluruh pekerja, terutama dalam menjalankan 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan).
Nuri menyebutkan, di sejumlah tempat kerja, penularan bukan terjadi saat para karyawan bekerja, melainkan saat jam istirahat. ”Pada saat dilacak, ketahuan dia kontak dengan yang positif saat makan atau istirahat bareng,” ujarnya.