Lahan Tidur yang Menghidupi Warga di Sempadan Cisadane Tangerang
Pandemi Covid-19 membuat ribuan warga Kota Tangerang kehilangan pekerjaan. Alih-alih menanti uluran tangan pemerintah, mereka menggarap lahan tidur agar bisa tetap bertahan hidup.
Sebidang lahan hijau dengan pepohonan rimbun terhampar di sempadan Sungai Cisadane, Kota Tangerang, Banten. Sengatan sinar matahari pada Kamis (13/8/2020) tidak menghalangi beberapa petani yang tengah menggarap lahan.
Tidak jauh dari tepian sungai, Sudarno (51) menyirami bibit-bibit sayur caisim yang mulai bertumbuh besar. Air untuk menyiram tanaman ia peroleh langsung dari Sungai Cisadane. Sudarno dan beberapa warga lain mulai menggarap lahan hijau yang dulunya merupakan lahan tidur tak terawat.
Kemunculan aktivitas menggarap lahan tidur tidak lepas dari wabah Covid-19 yang masih mengamuk di Kota Tangerang. Sudarno turut terkena dampaknya. Ia, untuk sementara waktu, dirumahkan oleh perusahaan dan belum dapat dipastikan kapan bisa kembali bekerja secara penuh. Sudah 3,5 bulan lamanya ia dirumahkan. Kondisi yang sama menimpa rekan-rekan Sudarno. Mereka kini menggantungkan hidup dari bercocok tanam.
Selama dirumahkan, Sudarno terkadang diminta bekerja jika perusahaannya menerima pesanan untuk dikerjakan. Namun, keadaan itu tidak berlangsung lama. Setelah pesanan selesai, ia kembali berdiam di rumah. Panggilan kerja kini tidak sering ia dapatkan. Perekonomian keluarga pun terdampak.
Baca juga: Harapan Wong Cilik: Covid-19 Kelar, Usaha Lancar
Sudarno merupakan tulang punggung keluarga. Istrinya adalah ibu rumah tangga. Adapun dua anaknya belum berpenghasilan. Anak Sudarno sempat bekerja, tapi tak lama kemudian juga dirumahkan. Apabila sedang tidak dipanggil untuk mengerjakan pesanan atau dalam masa dirumahkan, perusahaan Sudarno memberinya upah Rp 50.000 dalam sehari. Jumlah itu bisa naik menjadi Rp 100.000, ditambah uang makan jika ia dipanggil mengerjakan pesanan.
”Uang segitu dipakai keluarga dalam sehari sebenarnya tidak cukup. Tapi, kami usahakan dicukup-cukupkan saja,” katanya.
Kendati berpenghasilan pas-pasan, Sudarno sedikit terbantu dengan bantuan beras dari pemerintah. Selain itu, terkadang ia bekerja serabutan, mengerjakan apa saja yang diminta kerabat atau tetangganya. Namun, panggilan untuk bekerja serabutan itu tidak datang setiap hari.
Di tengah keterbatasan penghasilan, Sudarno tertarik kala diajak bergabung untuk menggarap lahan tidur tiga bulan silam. Mengisi waktu dengan menggarap lahan baginya jauh lebih baik dibandingkan dengan hanya berdiam diri di rumah menunggu panggilan kerja. Kebetulan ia memiliki sedikit pengalaman cara bercocok tanam.
Sudarno tertarik kala diajak bergabung untuk menggarap lahan tidur tiga bulan silam. Mengisi waktu dengan menggarap lahan baginya jauh lebih baik dibandingkan dengan hanya berdiam diri di rumah menunggu panggilan kerja.
Kini, setiap hari Sudarno disibukkan dengan kegiatan merawat tanaman hortikultura di sempadan Sungai Cisadane. Ia dan rekan kelompoknya menanam, antara lain, sayur caisim, kangkung, bayam, terung, dan singkong.
”Sekarang hasilnya belum bisa dijual karena belum banyak yang bisa dipanen. Paling setiap hari saya ambil bayam atau kangkung secukupnya untuk dibawa pulang,” ujar Sudarno.
Berkat sayur-mayur yang ditanam, Sudarno setidaknya mampu menghemat pengeluaran. Upah Rp 50.000 per hari bisa dialihkan untuk keperluan lain karena untuk lauk-pauk sudah bisa terpenuhi dari hasil bertani.
Hampir setiap hari Sudarno dan keluarganya hidup dari sayur-mayur di atas lahan tidur itu. Apabila sayuran sudah panen lebih banyak, hasilnya akan dijual ke pasar terdekat. Uang hasil penjualan, menurut rencana, akan dibagi rata kepada semua anggota kelompok tani.
Kebingungan lantaran dirumahkan juga dialami Asep Dani (27), warga Kecamatan Panunggangan Jaya, Kota Tangerang, Banten. Ia sebelumnya bekerja di sebuah pabrik di Karawang, Jawa Barat. Semenjak dirumahkan, Asep kelimpungan. Istrinya tidak bekerja, sementara sumber pemasukan keluarga hanya mengandalkan Asep.
Berbagai cara untuk menyambung hidup pun Asep lakukan, termasuk meminta bantuan sanak saudara. Merasa tidak bisa hidup dari uluran tangan orang lain secara terus-menerus, Asep menerima ajakan untuk menggarap lahan tidur. Berkat kegiatan itulah Asep bisa menyambung hidup keluarganya. Setidaknya dalam sehari ia bisa membawa sayur-sayuran dan umbi-umbian untuk dimasak menjadi lauk meski kas keluarga tengah kosong.
”Saya baru satu kali terima uang hasil panen. Teman-teman yang mulai bertani lebih dulu sudah lebih dari sekali. Sangat membantu ekonomi keluarga,” ujarnya.
Mengacu data Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang per Agustus 2020, 9.482 pekerja di Kota Tangerang terdampak Covid-19. Rinciannya, 7.511 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan 1.971 lainnya dirumahkan. Melihat kondisi tersebut, Ketua Komunitas Bank Sampah Sungai Cisadane (Banksasuci) Ade Yunus berniat memanfaatkan lahan tidur seluas 11,5 hektar di tepi Sungai Cisadane.
Menurut Ade, lahan tidur itu dulunya tidak terawat. Kondisinya bak hutan belantara, ditumbuhi ilalang dan pepohonan liar. Beberapa tahun belakangan, lahan mulai ditanami pepohonan berbuah, seperti pepaya dan mangga.
Secara bersamaan, Polri memiliki program ketahanan pangan. Mereka kemudian membantu Ade membabat tanaman liar dan membuka lahan. Lahan tidur mulai efektif ditanami tanaman palawija sejak dua bulan lalu.
Awal-awal dibersihkan, baru sekitar 5.000 meter persegi dari 11,5 hektar lahan yang ditanami tanaman palawija. Perlahan-lahan, warga yang bergabung kian banyak. Mereka rata-rata direkrut oleh para ketua rukun tetangga. Kini, hampir 7 hektar lahan sudah terbagi rata ke dalam 18 kluster warga. Sisanya sekitar 4,5 hektar dibiarkan untuk hutan dan tidak boleh dijamah.
Baca juga: DKI Jakarta Gandeng Bogasari untuk Kembangkan Usaha Kuliner
Mereka yang tergabung dalam kluster diberi porsi luas lahan garapan yang sama. Setiap kluster terdiri dari 25 hingga 30 warga. Artinya, hampir 300 orang warga diberdayakan melalui lahan tidur itu.
”Warga yang bergabung di sini sebagian ada yang belum pernah bertani sama sekali. Mereka diberi pengetahuan cara bercocok tanam. Pematerinya dari petani langsung yang dihadirkan, ada juga dari dosen IPB (Institut Pertanian Bogor),” kata Ade.
Selain menanam tanaman palawija, untuk menambah jenis komoditas yang dijual, setiap kluster juga diarahkan untuk beternak ikan lele. Di sebagian kluster terlihat kolam ikan buatan berdampingan dengan tanaman palawija.
Jadwal perawatan tanaman sepenuhnya diserahkan kepada tiap-tiap kluster. Ketua kluster akan mengatur waktu penyiraman tanaman, memberi pupuk, atau menggemburkan lahan berdasarkan kesiapan setiap anggota. Intinya, setiap hari, pagi ataupun sore, harus ada anggota kluster yang rutin datang untuk menyirami tanaman.
Dikelilingi pabrik
Memanfaatkan lahan tidur untuk bercocok tanam juga dilakukan ratusan warga Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten. Di atas lahan seluas 1,4 hektar, warga menanami lahan tidur milik Keuskupan Agung Jakarta. Lahan itu dikelilingi bangunan pabrik dengan cerobong asap tinggi. Pemandangan hijau yang berasal dari pepohonan dan tanaman palawija menjadi semacam oase di tengah kawasan industri. Kegiatan memanfaatkan lahan tidur dimulai pada Februari 2020.
Dulunya, lahan tidur itu ditutupi ilalang dan tidak terawat. Warga dan pemuka gereja sempat ragu saat hendak membuka lahan karena di sana banyak terdapat ular. ”Akhirnya, lahan tetap dibuka untuk dimanfaatkan warga prasejahtera sebagai alternatif sumber penghasilan,” ujar Stefanus Suwarno, Pastur Paroki Karawaci Gereja Katolik Santo Agustinus, inisiator kegiatan menggarap lahan tidur.
Baca juga: Upacara Mengapung, Pentingnya Menjaga Kelestarian Sumber Daya Air
Setelah lahan dibersihkan, Romo Warno, sapaan akrab Stefanus Suwarno, membaginya menjadi delapan wilayah untuk digarap. Setiap wilayah atau kelompok terdiri dari empat hingga lima orang. Mereka bergantian datang pagi dan sore hari untuk merawat sayur dan tanaman palawija, seperti terung, cabai, singkong, jagung, kacang tanah, lengkuas, dan jahe.
Yohannes Agus Sudarwanto (54), warga Kelurahan Kronjo, Kabupaten Tangerang, hampir tak pernah absen datang merawat tanaman. Semenjak terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari pabrik tempatnya bekerja di Kabupaten Bekasi, Agus tidak memiliki kesibukan lain selain bercocok tanam.
Agus yang menjadi tulang punggung bagi istri dan dua anaknya bisa menyambung hidup dengan mengonsumsi dan menjual sayur-mayur yang ia tanam sendiri. Selain bercocok tanam, Agus dan kelompoknya juga beternak lele. Kelompok Agus sudah beberapa kali panen sayuran.
Hasil panen mereka rata-rata dijual kepada warga sekitar. Seikat sayur caisim dijual Rp 5.000. Mereka juga pernah menjual 12 jagung dengan harga Rp 40.000. Apabila ada sayur yang tersisa, barulah hasil panen itu dibawa pulang untuk dinikmati bersama keluarga.
”Seringnya sebelum dijual ke pasar tradisional sudah sering habis dipesan oleh warga dan para kenalan,” katanya.
Baca juga: Cegah Karhutla, Kapasitas Desa Diperkuat
Uang hasil penjualan kemudian dikumpulkan dan dibagi rata ke semua anggota kelompok. Sebagian disisihkan untuk modal membeli bibit sayuran. Dengan kegiatan bercocok tanam itu, Agus merasa sangat terbantu memenuhi kebutuhan pangan dan ekonomi keluarganya.
Romo Warno mengatakan, konsep menggarap lahan tidur sejalan dengan program ketahanan pangan dari Polri. Oleh karena itu, Kepala Polresta Tangerang Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi sempat mengunjunginya. Ade bermaksud mempelajari cara mengelola lahan tidur hingga produktif menghasilkan produk pangan.
Menurut Ade, di Kabupaten Tangerang cukup banyak terdapat lahan tidur, tetapi belum terdeteksi. Ia kini mengerahkan para kepala polsek untuk mendata lahan tidur yang sekiranya bisa dimanfaatkan untuk bercocok tanam bagi warga terdampak Covid-19.
”Kapolsek akan membantu kepala desa meyakinkan pemilik lahan tidur agar mereka mengizinkan lahannya digarap oleh warga sekitar,” kata Ade Ary.
Dari hasil pendataan kapolsek sejauh ini, setidaknya ada sekitar 30 hektar lahan tidur yang bisa dimanfaatkan. Jumlah lahan tidur yang akan dimanfaatkan masih akan terus bertambah.
Ade Ary telah membentuk satu kelompok tani untuk menggarap 1 hektar lahan. Setiap kelompok terdiri atas 10 orang. Pada tahap awal program ketahanan pangan, tanaman yang ditanam baru sebatas pada jagung.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tangerang Aziz Gunawan mengaku tak memiliki data luas lahan tidur yang potensial untuk digarap di Kabupaten Tangerang. Namun, pelacakan yang dilakukan Polresta Tangerang memberinya sedikit gambaran bahwa setidaknya ada 30 hektar lahan yang bisa dimanfaatkan, jumlah yang tidak sedikit, menurut Aziz. Ia memperkirakan jumlah lahan tidur yang tak dimanfaatkan jauh lebih banyak.
Aziz menilai kegiatan bercocok tanam di lahan tidur bisa meningkatkan luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang. Hingga pertengahan 2020, lahan baku di Kabupaten Tangerang tercatat 36.000 hektar. Lahan baku mengacu pada lahan pertanian yang berkelanjutan dan layak ditanami berbagai macam tanaman pangan.
Kegiatan bercocok tanam di lahan tidur bisa meningkatkan luas lahan pertanian di Kabupaten Tangerang.
Luas lahan baku itu meningkat dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai 27.000 hektar. Lahan baku di Kabupaten Tangerang, antara lain, sudah ditanami padi dan sayur-mayur. Adapun jagung lebih banyak ditanam di Kabupaten Tangerang bagian selatan.
”Jika ada tambahan luas lahan baku yang memenuhi syarat pertanian paling tidak kita bisa meningkatkan produktivitas. Kekurangan pangan kita bisa diatasi, sekaligus mengurangi ketergantungan impor pangan dari luar daerah,” ujar Aziz.
Aktivitas bertani yang sebelum pandemi kurang diminati saat ini mendapatkan momentumnya. Kini, warga mulai melirik kegiatan bertani sebagai salah satu alternatif pekerjaan.