Ganjil Genap Kembali Diatur, Belum Sentuh Sepeda Motor
Pemprov DKI Jakarta kembali mengendalikan moda transportasi melalui Pergub No 80/2020. Meski disebut berlaku untuk kendaraan bermotor roda empat dan roda dua, kebijakan itu belum diterapkan pada sepeda motor.
Oleh
Helena F Nababan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki perpanjangan pembatasan sosial berskala besar masa transisi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merevisi peraturan gubernur tentang PSBB transisi, dari Pergub Nomor 51 Tahun 2020 menjadi Pergub Nomor 80 Tahun 2020. Meski di dalamnya kembali disebutkan tentang pembatasan lalu lintas dengan sistem ganjil genap, Dinas Perhubungan DKI Jakarta memastikan kebijakan itu hanya berlaku untuk kendaraan roda empat.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, Jumat (21/8/2020), menjelaskan, pada bab III tentang pengendalian moda transportasi, khususnya pasal 7, disebutkan penerapan prinsip ganjil genap bagi kendaraan bermotor pribadi berupa mobil ataupun sepeda motor; serta pengendalian parkir di luar ruang milik jalan (off street) ataupun di ruang milik jalan (in street) dengan pembatasan satuan ruang parkir.
”Meski sudah tertuang di pasal 7, belum ada perubahan atas ganjil genap yang telah diterapkan pada awal Agustus lalu. Sepeda motor belum dikenai ganjil genap,” ujar Syafrin.
Saat ini, ganjil genap masih diberlakukan di 25 ruas jalan dan bagi kendaraan roda empat dengan 14 jenis kendaraan yang dikecualikan. Ganjil genap berlaku pada pagi hari pukul 06.00-10.00 dan sore hari pukul 16.00-21.00.
Dengan diterapkannya ganjil genap, lanjut Syafrin, masyarakat dapat melakukan penyesuaian waktu berkegiatan dengan pelat nomor kendaraan yang dimiliki. Masyarakat dengan pelat nomor kendaraan ganjil dapat berkegiatan dari rumah pada tanggal genap dan sebaliknya. Dengan demikian, masyarakat turut berperan dalam menekan laju penyebaran wabah Covid-19 di wilayah Ibu Kota.
Secara terpisah, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, meyakini, meski belum dikenai, namun karena sudah masuk dalam pergub, kendaraan roda dua bakal dikenai kebijakan ganjil genap.
Meski begitu, dari hasil monitor Ombudsman RI Jakarta Raya, kebijakan ganjil genap belum dibutuhkan di DKI Jakarta. Adanya kebijakan ganjil genap yang membatasi pergerakan kendaraan bermotor pribadi saat PSBB transisi dinilai justru mendorong penggunaan angkutan umum.
Apalagi, saat PSBB transisi, ada pelonggaran masyarakat untuk tetap bekerja dengan menggunakan angkutan umum. ”Adanya penambahan jumlah penumpang sejak adanya ganjil genap membuka ruang transmisi Covid-19 di transportasi publik. Efeknya, Jakarta dan daerah penyangga sama-sama mengalami kenaikan,” jelas Teguh.
Melihat perkembangan, lanjut Teguh, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya tetap mendorong Pemprov DKI Jakarta terus memperketat pengawasan di bagian hulu, yaitu di sektor kantor, usaha, dan industri. ”Harus ada penegakan aturan kerja 50 persen karyawan masuk kantor. Dengan penegakan 50 persen itu, Jakarta tidak memerlukan kebijakan ganjil genap,” tegas Teguh.
Kembali ke masa PSBB, Teguh melanjutkan, perkantoran terpantau masih patuh dengan aturan 50 persen sehingga lalu lintas di Jakarta cukup baik. Angkutan umum juga masih bisa mengantisipasi jumlah penumpang.
Kenaikan penumpang dan volume kendaraan mulai terjadi signifikan pada PSBB transisi kedua, yaitu ketika perkantoran sudah tidak patuh dengan batas 50 persen maksimal jumlah karyawan yang masuk kantor.
”Kami memantau, jumlah penggunaan kendaraan pribadi meningkat. Kenaikan jumlah penumpang KCI (Kereta Commuter Indonesia) 4-7 persen per minggu. Kuncinya jelas, di pembatasan jumlah pekerja di perkantoran dan industri,” ujar Teguh.
Syafrin menambahkan, dari kebijakan ganjil genap yang kembali diterapkan mulai awal Agustus, diketahui ada perbaikan kinerja lalu lintas, ada perubahan mobilitas masyarakat Jakarta, serta diakui ada kenaikan 6,53 persen jumlah penumpang angkutan umum.
Untuk perubahan mobilitas penduduk, perbandingan pemantauan dilakukan pada pergerakan saat pandemi sebelum ada ganjil genap dengan pergerakan saat pandemi disertai penerapan ganjil genap. Untuk mobilitas di toko atau pusat belanja serta di tempat wisata, mobilitas berkurang atau minus 1,30 persen.
Di toko bahan makanan dan apotek, mobilitas minus 5,60 persen. Di taman malah naik 6,85 persen. Di pusat transportasi umum berkurang 1,55 persen. Di tempat kerja naik 0,30 persen. Kemudian di area permukiman, mobilitas bertambah 0,95 persen.
Untuk kinerja lalu lintas, lanjut Syafrin, dari tiga titik pemantauan, yaitu di Cipete, Senayan, dan Dukuh Atas, volume kendaraan bermotor memang naik 0,53 persen, tetapi kecepatan lalu lintas naik 1,09 persen. Sementara penumpang angkutan umum secara total naik 6,53 persen.
Dari hasil evaluasi tersebut, jelas Syafrin, terlihat bahwa selama penerapan ganjil genap selama dua pekan lalu, tidak terjadi lonjakan penumpang di angkutan umum meski data bertambah 6,53 persen.
”Kenaikan penumpang angkutan umum 6,53 persen itu masih berada di bawah kapasitas angkut yang tersedia pada jam sibuk,” jelasnya.
Ia mencontohkan MRT Jakarta. Di MRT, sebelum diberlakukan aturan ganjil genap, kemampuan angkut penumpang pada jam sibuk maksimal dibatasi 30 persen dengan kapasitas angkut total setelah penerapan jaga jarak total 390 penumpang per rangkaian kereta. Namun, rata-rata jumlah penumpang maksimal 100 penumpang.
Di Transjakarta, kemampuan angkut maksimal pada jam sibuk sebelum ganjil genap masih jauh di bawah kapasitas angkut tersedia. ”Bahkan, setelah ganjil genap, untuk Transjakarta jumlah bus ditambah sebanyak 25 persen dari bus operasi. Artinya kenaikan jumlah penumpang masih bisa diatasi,” terang Syafrin.
Pada masa transisi ini, lanjut Syafrin, semua ruas jalan diutamakan bagi pejalan kaki dan pengguna transportasi sepeda sebagai sarana mobilitas penduduk sehari-hari untuk jarak yang mudah dijangkau.
Dengan Pergub No 80/2020 pula, Syafrin menambahkan, operator angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum, angkutan perairan, dan angkutan perkeretaapian wajib mengikuti sejumlah ketentuan. Ketentuan itu meliputi membatasi jam operasional sesuai pengaturan dari Pemprov DKI Jakarta dan/atau instansi terkait serta menyediakan ruang penyimpanan sepeda pada sarana angkutan.
”Dengan Pergub No 80/2020, diharapkan kedisiplinan masyarakat dan penegakan hukum dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19 dapat meningkat. Kendati terdapat pembatasan, diharapkan juga pemulihan berbagai aspek kehidupan sosial dan ekonomi warga yang terdampak pandemi Covid-19 tetap bisa dilakukan,” ujar Syafrin.