Kebijakan ganjil genap tanpa diiringi pengaturan jam kerja dinilai bakal memicu penularan karena karyawan kantor akan memilih menggunakan transportasi umum.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan kebijakan ganjil genap di 25 ruas jalan pada Senin (3/8/2020). Epidemiolog mengingatkan bahwa kebijakan tersebut berisiko memicu penularan Covid-19. Karyawan yang tidak bisa menggunakan kendaraan pribadi akan beralih ke transportasi umum yang padat dan minim protokol kesehatan.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan, di dalam transportasi umum, tidak ada jaminan protokol kesehatan jaga jarak bisa konsisten dilakukan. Oleh karena itu, ia menilai kebijakan ganjil genap justru bisa semakin memperluas penularan.
”Lalu (karyawan) yang tetap harus ke kantor mau naik apa? Kalau sudah begitu, transportasi umum akan penuh dan di sana bisa terjadi penularan,” kata Tri Yunis, Minggu (2/8/2020).
Membatasi pergerakan orang akan jauh lebih efektif jika kantor-kantor atau perusahaan di DKI Jakarta bisa memberlakukan sistem kerja dari rumah atau work from home. Selama karyawan masih diwajibkan datang ke kantor, lanjut Tri, pergerakan orang akan terus ada.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, kebijakan ganjil genap kembali diberlakukan untuk membatasi pergerakan orang. Pembatasan aktivitas perkantoran yang dilakukan selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB) masa transisi tidak efektif.
Syafrin menyampaikan, volume lalu lintas kendaraan mengalami peningkatan yang sangat signifikan selama PSBB transisi. Kondisi itu tampak dari jalanan di Jakarta yang macet akibat tingginya volume kendaraan.
Ia mencontohkan, ruas Jalan Sudirman yang berada di Senayan. Sebelum pandemi Covid-19, volume kendaraan di ruas ini mencapai 127.000 per hari. Kini, jumlah volume kendaraan mencapai 145.000 per hari. Di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, volume kendaraan sebelum Covid-19 74.000 per hari. Saat ini, jumlahnya naik menjadi 75.000 kendaraan per hari.
”Harapannya dengan pola ini (sistem ganjil-genap), volume lalu lintas turun dan paling utama adalah tidak ada penumpukan di pusat-pusat kegiatan atau keramaian karena adanya pergerakan orang yang tidak penting,” kata Syafrin.
Kebijakan ganjil genap berlaku di 25 ruas jalan di DKI Jakarta, seperti Jalan Medan Merdeka Barat, Jalan MH Thamrin, Jalan MT Haryono, Jalan Gatot Subroto, Jalan Gajah Mada, Jalan Hayam Wuruk, Jalan Sudirman, dan Jalan Gunung Sahari. Aturan ganjil genap hanya berlaku untuk kendaraan roda empat sejak pukul 06.00-10.00 dan 16.00-21.00.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo menjelaskan, pada tiga hari pertama atau Senin (3/8/2020) hingga Rabu (5/8/2020), polisi terlebih dulu melakukan sosialisasi terkait sistem ganjil genap kepada pengendara mobil. Para pengendara akan ditegur jika melanggar sistem ganjil genap tersebut. Adapun penindakan terhadap pelanggaran kebijakan ganjil genap baru diberlakukan pada Kamis (6/8/2020).
Sebagai respons dari diberlakukannya kembali kebijakan ganjil genap, Vice President Corporate Communications PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Sylviane Purba mengajak pengguna kereta rel listrik (KRL) mengatur waktu perjalanan. Ini karena lonjakan penumpang transportasi berbasis rel itu diprediksi meningkat drastis di awal pekan.
Berdasarkan data PT KCI, pengguna KRL pada 30 Juli 2020 mencapai 409.814 pengguna. Jumlah itu naik 10 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya di hari yang sama, yaitu hanya 370.948 pengguna. Adapun saat libur Idul Adha, jumlah pengguna KRL 187.257 pengguna.
Lonjakan kasus
Di Tangerang Raya, penularan Covid-19 masih belum sepenuhnya bisa dikendalikan meski PSBB telah diperpanjang. Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Tangerang dan Tangerang Selatan (Tangsel) mencatat ada lonjakan laporan kasus terkonfirmasi positif Covid-19 pada 31 Juli 2020.
Di Kota Tangerang pada 31 Juli 2020 dilaporkan ada penambahan 22 kasus positif dalam satu hari. Sementara di Kota Tangsel pada hari yang sama ada tambahan 21 kasus baru. Penambahan kasus baru itu membuat total kasus terkonfirmasi positif di Kota Tangerang menjadi 590 kasus, sedangkan Tangsel 541 kasus.
Lonjakan kasus pada 31 Juli 2020 di luar kebiasaan sehari-hari. Sebab, setiap hari penambahan kasus di Kota Tangerang dan Tangsel rata-rata hanya berkisar empat hingga sembilan kasus.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten Ati Pramudji Hastuti menjelaskan, peningkatan kasus tersebut terjadi karena hasil tracing dan case finding yang dilakukan dinkes kabupaten atau kota di Tangerang Raya bersama dengan Dinkes Banten.
Dua pekan sebelumnya, Dinkes Banten mulai gencar melaksanakan tes usap di Kota Tangerang dan Tangsel. Tes usap itu menyasar warga umum, tenaga kesehatan, dan sopir ojek daring.
”Saat ini yang sudah dilakukan tes usap di Banten sekitar 47.000 orang. Target kami mencapai 70 persen dari target yang ditetapkan WHO, yaitu 1 persen dari jumlah penduduk Banten,” kata Ati melalui pesan singkat.
Tri Yunis berpendapat, lonjakan kasus disebabkan kapasitas pemeriksaan tes usap dengan metode reaksi berantai polimerase (PCR) di Tangerang Raya per harinya tergolong minim. Oleh karena itu, kata dia, bisa dipahami mengapa lonjakan kasus terjadi pada 31 Juli 2020, yang pada hari-hari lainnya jumlah penambahan kasus yang diumumkan hanya 4-9 kasus per hari. Intervensi pemeriksaan tes usap dari Dinkes Banten membuat jangkauan tes usap meluas sehingga kasus-kasus baru ditemukan.
Seiring sedikitnya tes, peta sebaran dan jumlah kasus Covid-19 yang sebenarnya pun sulit diperoleh. Tri Yunis mengatakan, masih banyak kasus Covid-19 yang belum terdeteksi karena pemerintah daerah belum meningkatkan jumlah tes per hari sesuai standar WHO, yaitu 1 orang per 1.000 penduduk per minggu.