Meski aktivitas bandara berangsur pulih, para sopir taksi bandara masih terpukul oleh pandemi Covid-19. Jangankan untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah, mereka bahkan kerap tombok untuk membayar setoran.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Sekilas, aktivitas di terminal 2 kedatangan Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Selasa (28/7/2020) siang, terlihat normal. Pesawat silih berganti mendarat di bandara. Penumpang pun berhamburan keluar dari pintu kedatangan.
Salah satunya terlihat saat pesawat Lion Air dari Pontianak mendarat pada pukul 09.15. Tak lama, para penumpang bergegas keluar dari pintu kedatangan. Beberapa penumpang langsung duduk di ruang tunggu sembari menunggu penerbangan lanjutan. Ada pula yang dijemput oleh keluarga ataupun kerabat.
Penumpang lain yang tak tentu arah jalannya satu per satu dihampiri oleh para sopir taksi bandara. ”Taksi, Mas? Mau ke mana?” ujar Jaksa Panjaitan (51), sopir taksi Koperasi TNI Angkatan Udara (Inkopau), kepada salah seorang penumpang.
Jangankan menjawab, penumpang tersebut bahkan tak menoleh sama sekali. Ia hanya berlalu di depan Jaksa sambil menyeret koper dan menggendong tas ranselnya. Jaksa pun kembali duduk di kursi tunggu bandara.
Semenjak Covid-19 mewabah hingga kini, pendapatan Jaksa masih belum kembali normal. Warga Kalideres, Jakarta Barat, tersebut masih bertumpu pada bantuan sembako yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. ”Tapi, ya, tetap tidak cukup. Tetap harus korek-korek tabungan atau utang kerabat,” ungkapnya.
Seretnya pendapatan para sopir taksi tidak lepas dari kekhawatiran sebagian orang untuk memakai angkutan umum selama pandemi Covid-19. Selain itu, jumlah penumpang pesawat juga jauh berkurang dibandingkan sebelum pandemi Covid-19. Masih ada penerbangan yang dibatalkan sejak pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan.
Setelah taksinya tidak bisa beroperasi selama hampir dua bulan, Jaksa bisa kembali bekerja pada Juli ini. Meski begitu, ia mengatakan hanya dapat menggaet rata-rata satu penumpang sejak pagi hingga sore menunggu di bandara.
Dengan satu penumpang sehari, pendapatan Jaksa tidak lebih dari Rp 80.000 saban hari. Sebab, uang yang ia dapatkan dari penumpang harus dipotong 20 persen untuk setoran, BBM, dan tarif tol. Padahal, di rumah, ia harus menanggung biaya hidup satu istri dan tiga anaknya. ”Kalau dapat satu penumpang, biasanya Rp 200.000. Tinggal dipotong untuk BBM dan lain-lain,” katanya.
Sebelum pandemi Covid-19, setiap hari Jaksa bisa mengantarkan minimal tiga penumpang. Dari situ, ia bisa mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp 200.000 sehari. Kala itu, ia tidak bisa mengambil penumpang dari luar bandara.
Dengan satu penumpang sehari, pendapatan Jaksa tidak lebih dari Rp 80.000 saban hari. Sebab, uang yang ia dapatkan dari penumpang harus dipotong 20 persen untuk setoran, BBM, dan tarif tol. Padahal, di rumah, ia harus menanggung biaya hidup satu istri dan tiga anaknya.
Kini, tidak mengherankan jika Jaksa hanya mendapatkan rata-rata satu penumpang setiap hari. Sebab, setelah mendapatkan penumpang, ia tak bisa langsung masuk ke terminal bandara. Ia harus menunggu giliran hingga berjam-jam di lokasi pengendapan terlebih dahulu.
”Jadi, kalau saya habis antar penumpang tidak bisa langsung balik ke bandara, harus menunggu di pengendapan dulu sebelum balik ke bandara. Di pengendapan ada lebih dari 100 mobil yang tunggu giliran,” katanya.
Akibat surutnya perekonomian keluarga, putra sulung Jaksa bahkan harus mengurungkan niat untuk kuliah pada tahun ini. Lulusan SMK tersebut tengah berjuang mencari pekerjaan untuk bekal kuliahnya.
”Dia pengin banget kuliah. Saya pun sebenarnya pengin menguliahkan, tetapi kondisinya seperti ini. Anak saya jadinya berencana bekerja sambil kuliah,” ujarnya.
Hal yang sama juga dialami oleh Sukiman (50), sopir taksi bandara Blue Bird. Rata-rata ia hanya mendapatkan satu penumpang per hari. Bahkan, tak jarang ia harus gigit jari. ”Sekarang saja (Selasa sampai siang) belum dapat penumpang sama sekali. Ya, begini terus kondisinya,” katanya.
Pada Senin (27/7/2020), Sukiman yang datang ke lokasi pengendapan taksi bandara pukul 06.00 baru mendapatkan penumpang pada pukul 15.00. Penumpang itu minta diantar ke Depok, Jawa Barat.
Meski mendapatkan upah Rp 300.000 dari penumpang tersebut, Sukiman hanya bisa mengantongi Rp 35.000 saja. Sisanya digunakan untuk membayar setoran dan BBM.
”Buat bayar setoran Rp 185.000. Beli bensin sekitar Rp 80.000. Sisanya saya bawa pulang. Itu pun habis buat beli makan,” ujar pria asal Tegal, Jawa Tengah, ini.
Pada hari biasa, Sukiman mengatakan dapat mengantongi pendapatan sekitar Rp 200.000 sehari. Uang itu sudah lebih dari cukup untuk dikirimkan kepada istri dan tiga anaknya yang tinggal di Tegal.
Tombok
Dalam situasi seperti saat ini, Sukiman justru kerap menggunakan uang pribadinya untuk membeli BBM jika tak mendapatkan penumpang. BBM terpakai untuk biaya pergi-pulang dari tempat tinggalnya di kawasan Jakarta Kota ke bandara.
Nasib serupa dirasakan Sinaga (59). Sopir taksi Primajasa ini menuturkan, dirinya kerap tombok lantaran penumpang yang teramat sepi selama pandemi Covid-19.
Meskipun penumpang tak menentu, setiap hari ia wajib membayar setoran Rp 170.000 ditambah pengeluaran untuk BBM. Ada atau tidak ada penumpang, setoran tersebut tetap berlaku. Minimal ia harus membayarkan Rp 50.000 jika ingin tetap menarik taksi keesokan harinya.
Jadi, jika ia mendapatkan penumpang dengan tarif di bawah pengeluaran tersebut, ia harus siap-siap merogoh uang pribadinya. ”Saya sering bawa uang dari rumah Rp 100.000-Rp 150.000 buat nalangin setoran, tetapi akhirnya enggak terganti,” katanya.
Seperti halnya Jaksa dan Sukiman, Sinaga hanya mampu mendapatkan satu penumpang sehari. Target setoran tersebut semakin menambah bebannya di masa pandemi Covid-19 ini. ”Walaupun sudah mulai ada penumpang, taksi di sini, kan, juga banyak. Jadi, ya, susah dapat (penumpang)-nya,” ujarnya.
Kini, di masa Idul Adha, para sopir bandara memendam asa. Mereka berharap semakin banyak orang kembali menggunakan moda transportasi pesawat seiring dengan perubahan berbagai prasyarat memakai moda transportasi udara ini. Dari situ, siapa tahu para sopir seperti Jaksa, Sukiman, dan Sinaga turut kecipratan rezeki.