Kluster Kantor Bertambah, Aturan Sanksi kepada Pelanggar Protokol Masih Lemah
Mendekati akhir periode PSBB transisi fase pertama, kasus positif bermunculan dari perkantoran. Setiap kantor diminta terbuka dan aktif melapor jika ada karyawan positif Covid-19 agar segera bisa ditindaklanjuti.
Pekan ini, jumlah kluster perkantoran bertambah. Selain di kantor media, kasus positif Covid-19 juga kembali didapati di lingkungan DPRD DKI Jakarta sehingga kantor tersebut harus ditutup.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah, yang ditemui seusai rapat kerja dengan Komisi B DPRD DKI Jakarta, Selasa (28/7/2020), menjelaskan, berdasarkan laporan yang diterima, tim dari Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta turun ke kantor media MNC, SCTV, dan TV One.
Sidak di MNC dilakukan pekan lalu. Dari sidak di Gedung MNC, lanjut Andri, memang ditemukan ada satu karyawan yang positif di lantai 12.
”Kenapa dia bisa kena? Pada Jumat (17/7/2020), situasi kondisinya sehat walafiat. Pada Sabtu (18/7/2020) dan Minggu (19/7/2020), beliau bepergian ke Bandung. Senin (20/7/2020), yang bersangkutan izin tidak masuk kantor karena demam panas tinggi dan berobat ke RS Pluit. Di RS Pluit dilakukan rapid test, hasilnya reaktif, dilanjutkan dengan swab test dan hasilnya positif. Jadi, sejak 17, 18, 19, 20 sampai dengan 24 Juli, yang bersangkutan tidak masuk kerja karena dari waktu rapid test reaktif, dites usap hasilnya positif,” tutur Andri.
Yang bersangkutan kemudian diisolasi di RS Pluit. Namun, menurut informasi, dia sudah dipindahkan ke Wisma Atlet.
Terkait masalah penerapan protokol di Okezone, lanjut Andri, sebenarnya kantor sudah melakukan protokol kesehatan dengan 50 persen pekerja saja yang masuk. ”Saat sidak, yang masuk hanya 17 orang (dari bagian) IT dan 46 (orang dari) bagian redaksi yang terbagi dalam dua sif,” kata Andri.
Tindakan lebih lanjut, dilakukan tes cepat kepada semua pegawai Okezone. ”Terkait Okezone, di lantai tersebut (tempat korban kasus positif bekerja) memang dilakukan penghentian operasi sejak Jumat lalu sampai dengan Minggu, 26 Juli,” ujarnya.
Sidak juga dilakukan tim Disnakertrans dan Energi pada Selasa ini ke kantor media TV One dan SCTV. Untuk SCTV tidak ada kasus. Untuk TV One, Andri mendapatkan informasi bahwa terdapat karyawan positif Covid-19. Karyawan itu melakukan tes secara mandiri. Pihak perusahaan merasa ingin mendapatkan keyakinan sehingga kembali dilakukan tes bekerja sama dengan RS Omni. Setelah dilakukan tes kembali, hasilnya negatif.
”Saya bilang, saya datang kemari untuk memastikan informasi tersebut. Saya juga harus memberikan penjelasan kepada yang melapor,” kata Andri.
Baca juga : Wali Kota Rahmat Effendi: Warga Kota Bekasi Jangan ke Luar Kota
Adanya perbedaan antara laporan dan pernyataan perusahaan menyebabkan sampai dengan Selasa sore kemarin tim Disnakertrans dan Energi masih berada di kantor stasiun televisi TV One. ”Tim ada di sana untuk meminta dokumen karyawan yang dinyatakan negatif tersebut,” ucapnya.
Lantaran masih menunggu dokumen dari perusahaan, pihak Disnakertrans dan Energi belum bisa mengambil keputusan hendak melakukan tindakan atau langkah seperti apa terhadap perusahaan tersebut.
”Kami belum bisa melakukan tindakan kalau belum ada bukti. Kami sidak karena mendapat informasi dari pihak eksternal. Informasi yang saya dapat saya serahkan, tinggal nanti feedback dalam bentuk berita acara. Tadi kami bertemu dengan bagian personalianya,” kata Andri.
Selain di kantor media, kasus positif kembali ditemukan di Kantor DPRD DKI Jakarta. Kasus positif kali ini menimpa satu anggota DPRD dan satu PNS staf DPRD.
Prasetio Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI Jakarta, secara terpisah membenarkan adanya temuan tersebut. ”Iya, benar. Satu anggota Dewan dan satu PNS staf. Sekarang sudah isolasi di RS,” ucapnya.
Ia mengatakan, kemungkinan besar keduanya tertular di luar gedung. ”Karena mereka, kan, banyak ketemu masyarakat juga,” katanya.
Temuan positif tersebut diketahui berasal dari hasil tes usap mandiri. Dengan kasus positif itu, DPRD DKI Jakarta memutuskan menutup gedung lama dan gedung baru mulai Rabu (29/7/2020) sampai dengan Minggu (2/8/2020).
”Kantor ditutup sementara sampai Minggu. Mau disemprot disinfektan,” kata Prasetio.
Untuk selanjutnya, ia menambahkan, per fraksi akan melakukan tes usap. ”Termasuk saya juga karena belakangan banyak aktivitas di kantor,” ujarnya.
Diminta proaktif
Andri melanjutkan, terkait makin banyaknya kasus di perkantoran, Disnakertrans dan Energi DKI Jakarta meminta setiap perkantoran mengaktifkan gugus tugas internal dan bersikap proaktif melapor ke dinas.
”Temuan di MNC ini merupakan catatan buat semua perkantoran. Saya sering katakan bahwa aturan atau ketentuan yang kita berlakukan untuk kebaikan kita bersama. Oleh karena itu harus betul-betul disiplin dan taat dalam penerapannya,” ujar Andri.
Baca juga : Pergerakan Orang Jadi Sumber Penularan Virus di Tangerang Selatan
Apabila ada pekerja yang terindikasi terpapar Covid 19, ia meminta supaya perusahaan atau perkantoran segera melapor. Sebab, apabila setiap kantor mengandalkan sidak dari dinas, hal itu sangat tidak efektif. Jumlah pengawas dari dinas hanya 58 orang, sedangkan perusahaan dan kantor yang diawasi lebih dari 78.000 perusahaan.
Itu sebabnya, dalam Surat Keputusan Kepala Disnakertrans dan Energi Nomor 1477, diktum pertama meminta setiap perusahaan membentuk satgas internal perusahaan yang aktif melakukan pemeriksaan.
”Sehingga kalau ada yang positif, tidak usah takut. Laporlah, supaya pegawai tersebut bisa ditelusuri selama ini dia berinteraksi dengan siapa saja. Yang berinteraksi itu juga harus dilakukan tes cepat sehingga dia tidak menjadi carrier untuk yang lain. Tidak usah takut, toh kalau operasi diberhentikan sementara hanya tiga hari,” kata Andri.
Penghentian operasional kantor selama tiga hari, pertama, dipergunakan untuk penyemprotan disinfektan sambil menunggu karyawan dites dan hasilnya keluar. Jadi, pada hari-H saat perusahaan beroperasi kembali, bisa dijamin bahwa orang yang masuk ke perusahaan tersebut adalah orang-orang sehat.
Sanksi harus dengan perda
Teguh P Nugroho, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, secara terpisah menilai, kluster perkantoran bermunculan akibat pengawasan yang lemah.
Dalam pemantauan Ombudsman, kebijakan Pemprov DKI Jakarta memperbolehkan hanya 50 persen karyawan di tiap kantor boleh masuk tanpa diikuti pengawasan yang memadai itu tidak cukup.
”Apa yang terjadi saat ini sebetulnya juga sudah dapat diperkirakan sejak PSBB transisi mulai dilaksanakan bertahap. Potensi penyebaran Covid-19 di perkantoran hanya tinggal menunggu waktu,” kata Teguh.
Dalam pemantauan Ombudsman, banyak perkantoran, baik instansi pemerintah, lembaga vertikal—khususnya BUMN, maupun perusahaan swasta, tidak menaati ketentuan 50 persen tersebut. Hal itu dibuktikan dengan jumlah penumpang kereta komuter yang bertambah 4-8 persen per minggu dan kini sudah mencapai angka psikologis sekitar 50 persen dari total daya angkut kereta komuter sebelum pandemi, yakni mendekati angka 500.000 penumpang per hari.
Di sisi lain, Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat bahwa kepadatan kendaraan pribadi di pintu tol dan jalan-jalan dalam kota pada jam sibuk sudah mencapai 98 persen. Itu hampir sama dengan volume kendaraan sebelum PSBB.
Oleh karena itu, Ombudsman DKI Jakarta mendorong Pemprov DKI membatasi jumlah karyawan yang masuk di instansi pemerintah, BUMN, dan swasta di kisaran angka 35 persen. Ini untuk menghindari kepadatan penumpang dan kendaraan pribadi.
”Khusus transportasi massal, seperti commuter line, yang walaupun sudah melakukan upaya luar biasa, sudah kepayahan untuk mengantisipasi ledakan penumpang. Akhirnya (hal itu) berdampak pada penyebaran transmisi Covid-19 di transportasi publik,” kata Teguh.
Baca juga : Cegah Penularan Covid-19, Polda Metro Jaya Bantu Pantau Protokol Kesehatan Saat Idul Adha
Selain menghindari kepadatan di sektor transportasi, pengurangan jumlah karyawan yang boleh masuk juga untuk menghindari kontak antar-pegawai sekecil mungkin di kantor-kantor tersebut. Itu karena protokol kesehatan hanya bersifat mencegah terjadinya transmisi, tidak menghilangkan sama sekali potensi transmisi Covid-19.
Penerapan kebijakan itu, lanjut Teguh, seharusnya disertai pengetatan regulasi terkait sanksi dan pengawasan. Saat ini, regulasi terkait pengawasan dan sanksi masih pada level pergub, yaitu Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020. Seharusnya peraturan tersebut dalam bentuk peraturan daerah supaya lebih berkekuatan hukum.
”Ini yang kami sayangkan. DPRD tidak sigap untuk melakukan penyusunan perda terkait regulasi sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan,” katanya.
Secara terpisah, Gembong Warsono, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, juga menyatakan bahwa pergub tidak maksimal memberikan sanksi kepada pelanggar. Hanya saja, untuk bisa menguatkan pergub menjadi perda, harus ada inisiatif dari eksekutif.
”Secara operasional, kan, eksekutif yang melaksanakan. Tetapi, sampai dengan hari ini, Gubernur DKI merasa pergub yang sudah dikeluarkan efektif. Ternyata di lapangan tidak seindah yang dia bayangkan,” tutur Gembong.
Namun, sekali lagi, ia melihat, pergub tidak jalan karena pengawasan kurang. Di Disnakertrans dan Energi, misalnya, jumlah pengawasnya minim sehingga pengawasan tidak efektif. ”Tentunya saat pergub itu terbit, pihak eksekutif mengajak perkantoran berkomunikasi sehingga ketaatan muncul. Sayangnya, itu tidak ada,” katanya.
Oleh karena itu, PSBB transisi diperpanjang sampai berapa kali pun, sepanjang pengawasan tidak ada, menurut dia, kluster-kluster akan bermunculan, seperti kluster perkantoran. ”Kami menilai, Pemprov DKI gagap menangani Covid-19. Begitu pasar muncul, lalu ASN dikerahkan untuk mengawasi. Ini bukan solusi. Pemprov DKI gagap,” ujar Gembong.
Seharusnya Pemprov DKI memaksimalkan peran aktif masyarakat dari level terkecil untuk sosialisasi dan untuk saling mengawasi. Upaya itu dinilai bisa efektif.
Adapun dari Dinas Kesehatan DKI, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan DKI Jakarta Weningtyas Purnomorini memaparkan, terdapat penambahan jumlah kasus positif sebanyak 412 kasus.
Adapun jumlah kumulatif kasus konfirmasi di wilayah DKI Jakarta pada hari ini sebanyak 19.886 kasus. Dari jumlah tersebut, 12.373 orang dinyatakan telah sembuh, sedangkan 795 orang meninggal.
”Sampai dengan hari ini (Selasa), kami laporkan, 1.847 pasien masih menjalani perawatan di rumah sakit dan 4.871 orang melakukan isolasi mandiri (termasuk data Wisma Atlet). Suspect yang masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 1.805 orang, sedangkan suspect yang masih menjalani isolasi di RS sebanyak 1.546 orang dan yang meninggal sebanyak 2.226 orang,” paparnya.
Ia menambahkan, saat ini 314 pasien berstatus probable. Adapun jumlah pelaku perjalanan yang masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 113 orang. Sementara itu, kontak erat kasus confirm atau probable yang saat ini masih menjalani isolasi mandiri sebanyak 9.901 orang.
Ia menjelaskan, secara kumulatif, pemeriksaan sampel reaksi rantai polimerase (PCR) sampai dengan 27 Juli 2020 sebanyak 535.764 sampel. Pada 27 Juli 2020 dilakukan tes PCR kepada 7.119 orang. Sebanyak 6.495 pemeriksaan di antaranya dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada kasus baru dengan hasil 412 orang positif dan 6.083 orang negatif.
Baca juga : Agar Bansos Tepat Sasaran, Diusulkan Ada Program Keluarga Harapan Skala Lokal DKI Jakarta
Selain itu, 300.547 orang telah menjalani tes cepat dengan persentase reaktif Covid-19 sebesar 3,5 persen, dengan rincian 10.674 orang dinyatakan reaktif Covid-19 dan 289.873 orang dinyatakan nonreaktif. Kasus reaktif ditindaklanjuti dengan pemeriksaan tes usap secara PCR. Apabila hasilnya positif, yang bersangkutan akan dirujuk ke Wisma Atlet atau RS ataupun diminta melakukan isolasi secara mandiri di rumah.