Komnas HAM Bentuk Tim Penanganan Kasus Kejahatan Seksual di Gereja Depok
Keseriusan Romo Paroki Gereja Santo Herkulanus dan tim advokasi Azas Tigor menangani kasus kejahatan seksual mendapat dukungan dari Komnas HAM untuk mengusut tuntas kasus hingga ke peradilan hukum.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia turut terjun membentuk tim untuk mengawal penanganan kasus kejahatan seksual yang dilakukan SM (42) terhadap anak-anak misdinar Gereja Santo Herkulanus, Depok, Jawa Barat, secara hukum hingga tuntas. Tidak ada perdamaian untuk kasus pelanggaran hak asasi manusia.
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Mohammad Choirul Anam, mengatakan, peristiwa yang menimpa teman-teman muda misdinar Gereja Santo Herkulanus Depok merupakan sebuah pelanggaran HAM berat. Oleh karena itu, Komnas HAM membantu, menginvestigasi, dan memastikan proses penyelidikan hingga persidangan kekerasan seksual dilakukan secara maksimal.
”Dengan adanya tim ini, kami juga akan memastikan kasus ini ditangani kepolisian secara profesional dan independen. Begitu pula dari sekian korban bisa ditangani dengan baik selama proses pengumpulan dan penyelidikan. Dari segi peristiwa bisa diungkap sedalam dan setuntasnya agar kasus ini tidak terulang lagi. Kami bantu kawal bersama,” kata Anam, Selasa (30/6/2020).
Tidak hanya itu, lanjut Anam, dari pengalaman, pendalaman kasus hingga pemantauan proses hukum juga perlu memastikan kepentingan terbaik untuk anak-anak.
Anam menilai langkah Pastor Yosep Sirilius Natet dan tim advokasi Azas Tigor Nainggolan perlu diapresiasi dan luar biasa tetap menjaga dan mengawal proses hukum tersangka kejahatan seksual. Tidak hanya itu, mereka juga terus berusaha menjaga sisi psikologis dan sosial korban dan keluarga yang sudah mau terbuka.
”Psikologis sosial anak-anak juga menjadi perhatian kami. Namun, yang paling penting memang proses hukum semaksimal mungkin. Dengan begitu, memberikan sinyal kepada siapa pun di Indonesia bahwa kejahatan seksual oleh SM menjadi contoh penting agar tidak terulang. Jadi itu tujuan besarnya,” kata Anam.
Yang paling penting memang proses hukum semaksimal mungkin. Dengan begitu, memberikan sinyal kepada siapa pun di Indonesia bahwa kejahatan seksual oleh SM menjadi contoh penting agar tidak terulang.
Dalam proses penanganan kasus, jelas Anam, para penyidik perlu melihat logika faktual antara hubungan orang dewasa dan anak-anak di bawah umur terjadi relasi kuasa. Dari relasi kuasa ada unsur pemaksaan hingga berujung tindak kejahatan seksual.
”Artinya, kita perlu sensitif melihat hal ini, sensitif melihat permasalahan anak berbeda dengan orang dewasa. Penyidikan hingga proses menggali informasi terhadap anak dan orang dewasa tidak bisa disamakan,” ujar Anam.
Romo Natet, seperti pernyataan awalnya ketika kasus pelecehan seksual terbongkar hingga penangkapan SM oleh Kepolisian Resor Metro Depok, sampai saat ini tegas serta berkomitmen membantu korban dan keluarga korban ke ranah hukum agar rantai kekerasan seksual tidak lagi terjadi di gereja dan lingkungan sosial.
Upaya Pastor Natet dan tim advokasi Azas Tigor untuk tetap membawa kasus kekerasan seksual anak-anak misdinar yang melibatkan pengurus gereja ke ranah hukum bukan tanpa rintangan. Pasalnya, ada banyak suara miring atau menggiring kasus kekerasan seksual ke arah perdamaian antara pelaku dan korban.
Namun, Pastor Natet dan tim advokasi Azas Tigor tetap mengawal kasus ke ranah hukum. Hal ini perlu dilakukan karena langkah damai dinilai tidak akan memutus mata rantai kekerasan seksual.
Pastor Natet dan tim advokasi Azas Tigor tetap mengawal kasus ke ranah hukum. Hal ini perlu dilakukan karena langkah damai dinilai tidak akan memutus mata rantai kekerasan seksual.
Sementara itu, BRL (54), salah satu orangtua korban, mengatakan, suara miring oknum gereja yang ingin menggiring kasus kekerasan seksual ke arah damai akan semakin melukai perasaan orangtua yang selama ini sudah berjuang dan terbuka terhadap peristiwa pahit yang menimpa anak-anak kesayangan mereka.
”Memang saat ini belum banyak orangtua korban yang terbuka. Namun, kami yang sudah terbuka akan mendukung upaya Romo Natet dan kawan-kawan serta tim advokasi Azas Tigor untuk berjuang demi keadilan anak-anak kami. Ini untuk kita semua agar tidak ada kasus serupa ke depan. Kami tidak ingin anak kami berlaku serupa. Dengan adanya hukuman berat, kami juga memberi pengertian dan contoh untuk anak-anak kami bahwa tindakan SM adalah kejahatan dan perbuatan melawan hukum berat,” tutur BRL.
Ini untuk kita semua agar tidak ada kasus serupa ke depan. Kami tidak ingin anak kami berlaku serupa. Dengan adanya hukuman berat, kami juga memberi pengertian dan contoh untuk anak-anak kami bahwa tindakan SM adalah kejahatan dan perbuatan melawan hukum berat.
BRL menambahkan, sejak kasus kekerasan seksual terkuak hingga saat ini, tidak ada dewan gereja yang membantu Romo Natet menangani kasus tindak kejahatan SM. Hanya beberapa pengurus gereja dan suster yang membantu pastor paroki yang baru bertugas sejak Februari itu.
”Oleh karena itu, selain keadilan anak-anak, saya juga akan bantu dan mendukung Romo Natet dan kawan-kawan yang hingga saat ini terus berjuang untuk kami,” tegas BRL.
Kuasa hukum korban, Azas Tigor, mengatakan, meski mulai ada perlawanan dari berbagai pihak, pihaknya tak akan berhenti dan menyerah hingga kasus kekerasan seksual tuntas dengan hukuman berat kepada pelaku.
Untuk itu, kata Tigor, pihaknya akan terus berusaha mengumpulkan bukti-bukti dari keterangan orangtua yang belum terbuka. Pasalnya, tambah Tigor, tindakan SM sangat terstruktur dan sistematis.
”Kami akan terus berjuang, terlebih ada dukungan teman-teman Komnas HAM. Artinya, ada kehadiran negara yang peduli terhadap kasus ini. Kita tidak boleh kalah dengan tekanan untuk membawa kasus ini ke arah perdamaian. Ini jelas tindak pidana dan kejahatan seksual yang harus dituntaskan secara hukum,” kata Tigor.