Penumpang Angkutan Umum Mulai Rutin Kenakan Pelindung Wajah
Protokol kesehatan seperti memakai masker mulai terbiasa dilakukan oleh para penumpang angkutan umum Jakarta. Akan tetapi, masih ada saja pihak yang belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat, seperti pengojek.
Oleh
FAJAR RAMADHAN/INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penumpang angkutan umum Jakarta mulai terbiasa mengenakan pelindung wajah untuk meminimalkan penularan Covid-19. Penumpang juga berupaya menjaga jarak satu sama lain kendati di saat ramai jarak satu sama lain kurang dari 1 meter.
Senin (15/6/2020) sekitar pukul 08.30, suasana di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, relatif sepi. Tidak terlihat antrean penumpang di pintu keluar. Pun dengan Halte Transjakarta Manggarai, Jakarta Selatan, yang terletak sekitar 100 meter dari pintu stasiun. Bus Transjakarta yang datang secara bergantian juga lebih sering menunggu penumpang daripada sebaliknya.
Adapun para penumpang yang keluar dari Stasiun Manggarai menuju Halte Transjakarta saat itu terlihat memakai masker. Sebab, baik di stasiun maupun halte sudah ada petugas yang siap menegur penumpang yang tidak menaati protokol kesehatan.
Bukan hanya masker, beberapa penumpang bahkan terlihat mengenakan pelindung wajah (face shield). Salah satunya Meta (34), karyawan swasta asal Bekasi, Jawa Barat. Ia mengaku selalu mengenakan pelindung wajah saat berada di transportasi umum semenjak masuk kerja pertama kali pada Senin (8/6/2020).
Sebelumnya, PT Kereta Commuter Indonesia telah menganjurkan penumpang mengenakan pelindung wajah untuk mengurangi risiko penularan Covid-19. ”Buat jaga-jaga saja, sih, apalagi sudah ada anjuran juga untuk pakai pelindung wajah di kereta rel listrik (KRL),” kata Meta.
Selain yang sedang dipakai, Meta mengaku memiliki sembilan lagi pelindung wajah yang disimpan di rumah. Setiap hari, ia mengganti pelindung wajahnya sembari membersihkan pelindung wajah yang baru saja dipakai. Selain memakai pelindung wajah, Meta tetap mengenakan masker.
Menurut Meta, yang pagi itu berangkat dari Stasiun Cakung, kondisi di dalam KRL relatif lebih ramai daripada pekan lalu. Meski masih ada pembatasan penumpang, ia harus rela berdekat-dekatan dengan penumpang lain dengan jarak kurang dari 1 meter.
”Meskipun pakai masker, kan banyak yang bilang droplet-nya masih bisa keluar lewat pori-pori kain. Jadi lebih aman pakai pelindung wajah,” ujarnya.
Sementara itu, beberapa penumpang yang hendak masuk dan keluar dari Stasiun Manggarai juga terlihat memanfaatkan fasilitas cuci tangan yang terdapat di sebelah kanan pintu keluar. Mereka rela mengantre untuk mencuci tangan.
Sama halnya dengan Stasiun Manggarai, situasi di Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, juga relatif sepi sekitar pukul 08.00. Tidak lama setelah pemberhentian KRL diumumkan lewat pengeras suara, tidak lebih dari 30 penumpang keluar dari pintu stasiun.
Mereka langsung berpencar. Ada yang menuju pangkalan ojek daring, ada yang langsung naik ojek pangkalan, dan sebagian lagi menuju Halte Jak Lingko Tanah Abang 2. Semua penumpang terlihat mengenakan masker pagi itu. Mereka juga terlihat menjaga jarak saat berjalan menuju pangkalan ojek daring yang berlokasi sekitar 200 meter dari pintu stasiun.
”Di dalam KRL memang lebih ramai dari pekan lalu, tetapi begitu di stasiun kondisinya sepi. Semua juga pakai masker,” kata Tata (50), karyawan swasta yang berangkat dari Stasiun Cisauk.
Meski para penumpang sudah menaati protokol kesehatan, tidak bagi para pengemudi ojek pangkalan dan ojek daring. Mereka tidak banyak mendapatkan penumpang sehingga hanya bergerombol di satu titik. Pengemudi ojek pangkalan bergerombol di depan pintu stasiun, sedangkan ojek daring di pangkalan ojek daring.
Para ojek pangkalan bahkan saling berteriak satu sama lain untuk menggaet penumpang. Mereka seakan tidak peduli dengan jarak masing-masing. Bahkan, sebagian di antaranya menurunkan masker mereka hingga ke dagu agar suara lebih terdengar lantang.
Meski lebih kalem, pengendara ojek daring tetap saja bergerombol untuk melepas bosan sambil menunggu penumpang. Beberapa di antaranya bercengkerama sambil melepaskan masker dan mengisap rokok. ”Masih sepi. Kalau normal, jam segini sudah mondar-mandir saya. Berarti ini belum normal,” kata Aji (30), salah satu pengemudi ojek daring.
Jarak warung kopi
Sejumlah warung kopi pinggir jalan di Jalan Kebon Kacang Raya, Jakarta Pusat mulai kedatangan pelanggan, Senin pagi. Pengunjung di dua warung kopi yang berada di belakang Plaza Indonesia ini tidak memperhatikan jarak fisik.
Sedikitnya ada delapan orang duduk berdekatan sambil menyeruput kopi saset. Tidak ada rambu-rambu pembatasan tempat duduk di warung itu.
Menurut Maya (52), pemilik warung, Plaza Indonesia mulai dibuka hari ini. Dirinya pun membeli enam kursi baru. Memasuki siang hari atau jam istirahat kerja, kata Maya, warungnya penuh dan jumlah kursi tak lagi mencukupi.
Sebagai catatan, kursi di warung Maya berjumlah 20 buah. Warungnya memiliki panjang sekitar 10 meter. Alhasil, jarak antarkursi kurang dari 1 meter.
Di Jalan Danau Tondano, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, tiga pesepeda duduk di warung makan tanpa memperhatikan jarak. Padahal, banyak bangku yang masih kosong. Pemilik warung tidak menegur pesepeda itu.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengingatkan warga untuk menjaga protokol kesehatan di masa PSBB transisi. Adanya regulasi, aparat, ataupun sanksi tak akan berarti tanpa dukungan masyarakat.
”Kami meminta seluruh warga patuh, taat, dan disiplin mematuhi ketentuan yang ada. Sebab, menurut ahli atau pakar, 80 persen keberhasilan menyikapi Covid-19 ditentukan oleh sikap dan perilaku warga itu sendiri. Semua harus ada kesadaran diri untuk pribadi, lingkungan, keluarga, dan semua yang hadir. Saling mengingatkan sesama kita untuk mematuhi. Itu cara yang paling efektif agar kita keluar dari masalah ini," katanya, kemarin.