Lingkungan RT dan RW yang Menguatkan pada Saat Pandemi
Pandemi Covid-19 memunculkan fenomena kekompakan warga dari tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW). Kekompakan itu adalah modal sosial kita untuk menghadapi situasi pandemi.
Oleh
Aditya Diveranta
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumat (5/6/2020) selepas siang, Jawawi (60) bersama warga sibuk membereskan masjid setelah shalat Jumat untuk pertama kali sejak kemunculan Covid-19. Masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat warga RT 015 RW 007 Tanjung Duren Utara, Grogol Petamburan, Jakarta Barat, menghindari ibadah berjemaah selama berbulan-bulan sejak Maret 2020.
Selepas shalat Jumat, Jawawi mengarahkan warga mulai berkegiatan wajar di sekitar rumah dengan menerapkan jaga jarak fisik. Dia mengingatkan, kendati PSBB memasuki masa transisi, warga tidak boleh lengah. Sebab, sejumlah wilayah di Jakarta Barat masih merupakan zona merah penularan Covid-19.
Jawawi menyampaikan pesan itu sebagai pengurus masjid RT setempat. Dia berkoordinasi dengan Sitanggang, Ketua RT 015 RW 007 Tanjung Duren Utara yang kebetulan adalah Nasrani. ”Saya ingat pesan Pak RT, biar pun sudah bisa shalat berjemaah di masjid, tetap harus berjaga jarak demi mencegah penularan,” kata Jawawi.
Sebagai ketua RT, Sitanggang memahami kondisi warga lingkungannya yang kecewa karena berbulan-bulan tidak bisa shalat berjamaah. Beberapa pekan lalu saat Lebaran pun, warga terpaksa menahan diri shalat idulfitri di rumah masing-masing.
”Hari ini, atas kesepakatan warga dan juga persetujuan dari pemerintah setempat, warga mulai bisa shalat Jumat berjemaah di masjid lingkungan RT. Saya sebagai Ketua RT coba mengoordinasi mereka sesuai dengan protokol penanganan Covid-19 dari pemerintah,” ujar Sitanggang.
Koordinasi antara pengurus RT, RW, dan warga Tanjung Duren Utara belakangan semakin kokoh pada masa pandemi. Hal itu terlihat dengan protokol pencegahan yang dibangun secara swadaya oleh warga. Kompas sempat mengunjungi kawasan RT 015 RW 007 beberapa pekan lalu, dan warga menerapkan protokol ketat untuk masuk ke wilayah perumahan warga.
Warga yang bepergian hanya bisa mengakses pintu gerbang dari samping Jalan Tanjung Duren Raya Lama. Di pintu gerbang ini, warga yang tidak dikenal akan ditanyai ada keperluan apa. Setelah itu, warga diperiksa suhu tubuh serta diminta mencuci tangan terlebih dahulu.
Inisiatif serupa juga terjadi di RW 001 Kelurahan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat. Ketua RW 001 Cikini, Hanafi (54), juga menjalankan inisiatif karantina wilayah atas permintaan warga setempat.
Hingga Jumat ini, kendati PSSB mulai mengendur karena masa transisi, Hanafi menegaskan, warga masih menginginkan karantina. ”Warga setempat menghendaki kawasan RW 001 tetap ditutup dulu karena masih ada kawasan yang menjadi zona merah penularan Covid-19. Mereka khawatir pandemi justru menjangkiti kawasan RW 001 yang masih zona hijau,” katanya.
Hanafi menggerakkan warga setempat untuk melakukan penyemprotan cairan disinfektan setidaknya tiga kali selama sepekan. Warga dan kelompok karang taruna juga membuat wastafel cuci tangan darurat di beberapa lokasi sekitar perumahan warga.
Menguatkan
Di tengah situasi pandemi, Hanafi merasakan solidaritas dan kepedulian warga seakan tergerak. ”Saya senang karena pada masa pandemi seperti ini, bukan hanya pengurus RW yang bekerja keras, warga juga ikut turun tangan, berupaya dan berdonasi untuk keperluan orang banyak,” ungkap Hanafi.
Ada sebagian orang yang mendonasikan cairan porselen untuk bahan baku disinfektan. Ada juga yang membagi bahan baku makanan secara swadaya bagi orang yang tidak lagi bekerja karena dirumahkan saat pandemi Covid-19.
Sementara itu, Nursyam Triatnani (44), Ketua RT 001 RW 005 Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, juga menjalankan tanggung jawabnya pada masa pandemi. Pengurus RT yang juga menjadi gugus tugas penanganan Covid-19 untuk lingkungan setempat kerap membagikan masker dan mengerahkan penyemprotan cairan disinfektan rutin.
Nursyam juga menyalurkan donasi dari lembaga tertentu kepada warga yang membutuhkan. Menurut dia, pada saat seperti ini, hal yang dibutuhkan adalah sikap saling menyemangati agar kuat melalui pandemi.
Associate professor bidang sosiologi bencana Nanyang Technological University (NTU) Singapura, Sulfikar Amir, menyatakan, kemunculan solidaritas warga saat ini adalah salah satu hal yang melegakan di tengah pandemi. Situasi saat ini justru tak lantas membuat warga terpecah belah. Mereka saling bahu-membahu menjalankan protokol pencegahan Covid-19.
Fenomena karantina wilayah secara ketat justru muncul di level komunitas. Sulfikar memandang hal tersebut sebagai kondisi yang mencerminkan sejumlah warga telah menyadari bahaya transmisi lokal penularan Covid-19.
Sulfikar menyebut solidaritas dan kesadaran warga sebagai modal sosial untuk merespons situasi krisis pandemi. Dalam konteks mikro, warga inilah yang berperan paling giat dalam mengantisipasi situasi pandemi.
Meski demikian, modal sosial tersebut akan sia-sia apabila pemerintah tidak mengakomodasi kebutuhan warga. Kondisi saat ini harus tetap diakomodasi dengan berbagai kebutuhan, seperti bermacam bentuk bantuan sosial.
”Solidaritas masyarakat itu sebenarnya adalah modal sosial yang sangat penting untuk merespons situasi krisis seperti Covid-19 ini. Namun, kesadaran semacam ini akan percuma apabila tidak dikelola dengan baik. Pemerintah harus menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat dan menghilangkan kesan adanya konflik kepentingan adi ntara lembaga pemerintahan,” kata Sulfikar.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mulai Kamis (4/6/2020) menyatakan akan mengawasi lebih ketat kegiatan pergerakan warga, terutama yang berada di zona merah. Tujuannya, mencegah transmisi lokal yang terjadi selama masa transisi PSBB.
”Pergerakan warga akan diatur sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing. Saya telah berpesan kepada wali kota masing-masing wilayah agar mengantisipasi zona merah penularan Covid-19,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis kemarin.
Di tengah masa transisi, penularan amtarwilayah harus diantisipasi. Solidaritas dan berbagai gerakan warga harus diatur agar sesuai koordinasi. Apabila warga dan pemerintah bergerak sendiri-sendiri, upaya pencegahan pandemi yang telah berlaku selama ini akan percuma.