Antara Desakan Menggelar Lapak dan Khawatir Tertular Covid-19
Para pedagang di pasar tradisional, pedagang kaki lima, dan pengusaha mikro-kecil berharap ada tatanan baru yang memacu geliat konomi dan sekaligus bisa mencegah penularan Covid-19.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Pedagang belum menggunakan masker secara benar saat melayani pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (30/5/2020). Menjelang pemulihan aktivitas perdagangan yang dilakukan pada masa pandemi Covid-19 dan normal baru, belum semua pedagang dan pengunjung pasar menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
Menjelang normal baru, pemerintah berencana kembali membuka obyek vital, seperti pusat perbelanjaan, agar tekanan ekonomi yang menimpa warga bisa segera pulih. Namun, pemerintah perlu menyiapkan regulasi ketat guna mengatur protokol kesehatan di sejumlah pasar yang berpotensi menimbulkan keramaian. Normal baru diharapkan menjadi momentum pemerintah untuk membenahi sistem pasar di Indonesia.
Sejak pandemi Covid-19 menyerang Jakarta dan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diterapkan, pusat perbelanjaan, seperti mal, ditutup atau beroperasi sebatas untuk penjualan obat dan bahan kebutuhan pokok.
Akibat kondisi itu, penghasilan Agus Haryanto (39), pekerja pop art, turun drastis. Padahal, sebelum mal ditutup, ia bisa menghasilkan Rp 3,5 juta-Rp 5 juta per bulan. Bahkan, jika ada pesanan atau pembelian dalam jumlah besar, ia bisa mendapat Rp 10 juta-Rp 20 juta.
”Biasanya saya dapat pesanan membuat pernak-pernik dan ornamen untuk menghiasi tenant. Selain itu, di mal juga sering ada acara. Nah, saya sering dapat pesanan membuat hiasan. Namun, sejak mal ditutup, saya sepi pesanan dan pemasukan saya turun drastis. Selama PSBB, sebulan penghasilan saya hanya Rp 500.000-Rp 1 juta,” kata warga Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu, Sabtu (30/5/2020).
Tidak hanya itu saja, penutupan sekolah juga menyebabkan ayah dua anak itu sepi pesanan membuat bahan penunjang belajar siswa sekolah dasar, seperti papan mewarnai dan berbagai sarana untuk prakarya lainnya.
KOMPAS/AGUIDO ADRI
Agus Haryanto (39), warga Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, salah seorang pekerja yang terdampak pandemi Covid-19, membuat kerajinan tangan pesanan pelanggan, Sabtu (30/5/2020).
Oleh karena itu, Agus menyambut positif wacana pemerintah menuju normal baru dengan membuka pusat perbelanjaan dan sekolah agar kondisi perekonomiannya bisa membaik kembali.
Begitu pula dengan Indra (43), pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, dan Haikal (36), pedagang mainan di Pasar Pagi Asemka, Jakarta Barat. Mereka tak sabar menanti kembali beraktivitas menjual produk tanpa bayang-bayang ketakutan dikejar petugas satuan polisi pamong praja.
Selama PSBB, mereka tak bebas berjualan karena selalu diawasi oleh petugas. Padahal, impitan ekonomi membuat mereka terpaksa membuka lapak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
”Senang, ya, jika nanti kami bisa lagi berjualan di Pasar Tanah Abang. Saya ikuti aturan pemerintah saja dan berusaha patuh. Yang penting bisa berjualan, ada uang untuk biaya hidup dan bayar kontrakan,” kata Indra yang selama satu minggu terakhir hanya bisa mengumpulkan Rp 200.000.
KOMPAS/AGUIDO ADRI
Indra (43), pedagang pakaian di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengeluhkan sepinya pelanggan dan aturan ketat PSBB. Ia sangat berharap Pasar Tanah Abang bisa kembali normal dan bisa mengumpulkan pundi rupiah untuk memenuhi kebituhan harian.
Momentum
Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Hoiza Siregar menyatakan setuju dengan langkah pemerintah untuk menghidupkan kembali ekonomi warga, terutama pedagang kecil atau PKL yang terdampak cukup parah akibat pandemi Covid-19. Namun, Hoiza mengingatkan, jangan sampai geliat ekonomi di pasar menimbulkan ledakan kasus baru Covid-19. Pemerintah perlu menyiapkan strategi atau langkah tepat agar pada masa pandemi Covid-19 sejumlah pasar tidak menimbulkan keramaian.
”Dalam kondisi masih rawan Covid-19, sebenarnya lebih efektif membuat atau pemberdayaan pasar online (daring) dengan melibatkan semua pemangku kepentingan. Nah, untuk beberapa pasar yang berpotensi ramai, pemerintah harus menurunkan personel untuk mengatur pedagang dan pembeli. Tetap harus dibatasi dan menjalankan protokol kesehatan,” tuturnya.
Hoiza mengatakan, selain meminta keseriusan pemerintah dalam pemberdayaan pasar daring, pemerintah perlu juga memberikan tempat kepada pedagang, khususnya PKL, yang tidak mempunyai lapak resmi berizin. Hal ini menjadi salah satu cara untuk menghindari keramaian atau penumpukan massa di jalan dan lokasi sekitar pasar atau pusat perbelanjaan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Posko TNI dalam rangka penegakan disiplin protokol kesehatan telah didirikan di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Jumat (29/5/2020).
”Banyak mal dan pasar serta bangunan lain yang dibangun pemerintah dan swasta seperti gedung hantu karena kosong. Lebih baik itu diisi oleh pedagang agar tidak terfokus dan menimbulkan keramaian di satu-dua tempat saja, seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Asemka, dan pasar lainnya. Ini seharusnya menjadi kesempatan kita bersama mengatur ulang ekonomi kerakyataan lebih baik di masa normal baru,” kata Hoiza.
Banyak mal dan pasar serta bangunan lainnya yang dibangun pemerintah dan swasta seperti gedung hantu karena kosong. Lebih baik itu diisi oleh pedagang agar tidak terfokus dan menimbulkan keramaian di satu-dua tempat saja.
Masih luput
Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan, Indonesia dan Jakarta sebagai episentrum pandemi Covid-19 belum siap menuju normal baru karena protokol kesehatan tidak ketat dijalani selama PSBB. Hal itu menyebabkan pasar tradisional menjadi kluster penularan Covid-19.
Berdasarkan data Ikappi, sedikitnya ada 52 pasar di semua provinsi di Indonesia yang menjadi kluster penularan Covid-19. Dari pasar tersebut, 236 orang positif dan 21 orang meninggal.
Kompas/Wawan H Prabowo
Sebagian besar pedagang masih enggan menggunakan masker saat berjualan di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Sabtu (30/5/2020). Menjelang pemulihan aktivitas perdagangan yang dilakukan pada masa pandemi Covid-19 dan normal baru, belum semua pedagang dan pengunjung pasar menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19.
”Selama PSBB, pasar tradisional luput dari perhatian pemerintah daerah dan pusat. Padahal, pasar tradisional roda ekonomi yang perlu dijaga dan diawasi dalam kondisi pandemi Covid-19. Saya tak setuju dengan langkah pemerintah untuk menuju normal baru karena tatanan perubahan hidup sesuai protokol kesehatan saja, khususnya di pasar, masih rendah. Bagaimana mungkin menjalani normal baru,” kata Mansuri.
Untuk menuju normal baru, lanjutnya, meski sedikit terlambat, pemerintah masih mempunyai waktu menyusun aturan tegas terkait protokol kesehatan di pasar tradisional.
”Yang penting, dalam protokol kesehatan, yang harus dilakukan pemerintah adalah rapid test dan swab kepada pedagang secara masif. Ini harus dan penting jika memang ingin masuk ke dalam normal baru. Selain itu, atur jarak antar-pedagang dan pembeli, masker, dan semprot disinfektan. Jika ini sudah dilakukan, artinya kita siap menuju normal baru,” ujarnya.