Hari Pertama PSBB di Jakarta, Jalanan Lengang, Warga Awasi Lingkungannya
Jakarta memulai penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada Jumat (10/4/2020) hingga 14 hari ke depan. Hari pertama PSBB, jalanan Jakarta terlihat lengang dan sepi. Warga juga mengawasi ketat lingkungannya.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hari pertama pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di wilayah Provinsi DKI Jakarta ditandai dengan jalan yang lengang dan aktivitas luar ruangan yang minim. Selain itu, dengan pemberlakuan skema ini, masyarakat juga kian ketat membatasi akses masuk ke lingkungannya.
Berdasarkan pantauan Kompas pada Jumat (10/4/2020), warga RW 001 Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, melarang orang yang bukan penduduk setempat untuk memasuki wilayah mereka.
Pada jalur masuk di Jalan Cikini, Jakarta Pusat, tidak sembarang orang bisa masuk. Kurir pengantar barang ataupun makanan hanya bisa menunggu pemilik pesanan mengambil di mulut gang.
Kecenderungan ini muncul sejak seruan pembatasan aktivitas perkantoran dan sekolah digalakkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak pertengahan Maret lalu.
Di wilayah Kelurahan Gelora, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, setiap rukun warga membatasi akses masuk ke permukiman hanya melalui jalur tertentu dengan sistem buka-tutup.
Setidaknya terdapat dua pos pemeriksaan yang dijaga masing-masing oleh tiga warga. Pos ini berfungsi sebagai tempat pendataan orang luar yang hendak masuk, seperti tamu, pengojek daring, dan pengantar paket (Kompas, 8/4/2020).
Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Syahrizal Syarif, pada Jumat siang memahami bahwa itu adalah cara masyarakat menunjukkan kepedulian untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Namun, menurut Syahrizal, sebaiknya upaya pembatasan sosial tidak terbatas pada tataran pengaturan fisik saja, tetapi juga pemantauan kondisi kesehatan masyarakat. ”Apabila pemantauan bisa dilakukan sejak di tingkat hulu, ini bisa mengurangi beban fasilitas kesehatan,” lanjutnya.
Syahrizal mengatakan, sebuah kelompok sukarelawan atau satuan tugas dapat dibentuk di tingkat rukun tetangga (RT). Kelompok ini bisa diawaki oleh anak-anak muda sukarelawan.
Lalu, setiap hari, sukarelawan ini dapat melakukan sejumlah upaya mitigasi dan juga mempermudah warga untuk tetap diam di rumah dengan berbagai cara, mulai dari mengukur suhu warga setiap hari, mendaftar warga lansia dan mereka yang memiliki penyakit dalam, hingga mendata warga yang perlu bantuan.
Kemudian, dari proses pemantauan suhu tersebut, warga yang terdeteksi demam dapat diminta untuk beristirahat dan apabila tidak segera pulih, dapat dibawa ke puskesmas.
Sukarelawan juga dapat membantu kebutuhan mereka yang rentan tertular, seperti warga lansia. Jadi, dasar penerapan di masyarakat adalah kepedulian, bukan sekadar pengaturan.
Sukarelawan juga dapat memantau warga yang tergolong orang tanpa gejala (OTG) dan membantu warga yang termasuk orang dalam pengawasan (ODP) ke rumah sakit rujukan.
”Sukarelawan juga dapat membantu kebutuhan mereka yang rentan tertular, seperti warga lansia. Jadi, dasar penerapan di masyarakat adalah kepedulian, bukan sekadar pengaturan,” kata Syahrizal.
Lengang dan sepi
Berdasarkan pantauan selepas ibadah shalat Jumat pukul 13.00 hingga pukul 16.00 WIB di sejumlah lokasi di Jakarta, kondisi hari pertama penerapan PSBB ditandai dengan situasi jalan yang jauh lebih sepi dibandingkan dengan hari biasa sebelum pandemi Covid-19.
Bahkan, kondisi jalan yang lengang ini membuat sebagian pengguna jalan menerobos persimpangan yang dijaga lampu pengatur lalu lintas. Fenomena ini terlihat dari simpang Karet Bivak menuju arah timur melewati Dukuh Atas, Halimun, hingga Pasar Rumput dan Manggarai.
Sejumlah kawasan bisnis dan perkantoran terlihat tidak aktif. Namun, hal ini belum bisa dipastikan sebagai ketaatan warga terhadap penerapan PSBB secara murni karena Jumat ini juga bertepatan dengan hari libur nasional memperingati wafatnya Isa Almasih.
Kendati aktivitas di Ibu Kota menjadi landai, sejumlah sektor usaha yang dianggap esensial dan dikecualikan dari penerapan PSBB tetap beroperasi melayani masyarakat.
Pasal 10 Pergub No 33/2020 menetapkan ada 11 sektor usaha yang dikecualikan dari PSBB di Jakarta, yakni kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, utilitas dasar, dan penyediaan barang kebutuhan sehari-hari.
Berdasarkan pantauan, SPBU di sejumlah wilayah di Jakarta tetap beroperasi seperti biasa meski lebih sepi.
Apotek di Jakarta tetap membuka usahanya pada hari pertama PSBB diberlakukan meski mengurangi waktu operasi; yang biasanya buka 24 jam kini hanya pukul 07.00-23.00 WIB. Apotek, sebagai salah satu bentuk usaha kesehatan, disebut juga sebagai usaha yang dikecualikan dalam aturan teknis pemberlakuan PSBB di Jakarta.