Kementerian Keuangan: Penggerak Pertumbuhan dan Pemulihan Ekonomi Indonesia
Kementerian keuangan memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan di bidang keuangan negara dalam rangka membantu Presiden untuk mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan. Kementerian ini juga berperan sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia serta pemulihan ekonomi nasional pada masa pandemi Covid-19.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) adalah kementerian di bawah Presiden Republik Indonesia yang mengurus bidang keuangan. Kementerian ini dipimpin oleh seorang Menteri Keuangan. Kemenkeu berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Peran vital Kementerian Keuangan adalah membantu Presiden dalam mengelola keuangan dan kekayaan negara.
Dalam pelaksanaan tugasnya, Menteri Keuangan dapat dibantu oleh Wakil Menteri yang ditunjuk oleh Presiden. Sejak 27 Juli 2016, Menteri Keuangan Republik Indonesia adalah Sri Mulyani. Kementerian Keuangan berada di Gd. Djuanda I, Jl. Dr. Wahidin Raya No.1, Ps. Baru, Kecamatan Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Sejarah
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara dan mengangkat presiden serta wakil presiden. Sehari kemudian, tanggal 19 Agustus 1945 PPKI membentuk 12 kementerian dalam lingkungan pemerintahan yang salah satunya adalah Kementerian Keuangan.
Sebelas kementerian yang lain adalah Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Kehakiman, Kementerian Kemakmuran, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Pekerjaan Umum.
Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan dan kekayan negara mengeluarkan dekrit penting pada tanggal 29 September 1945 di bawah Menteri Keuangan A.A. Maramis. Ada tiga poin utama yang diatur dalam dekrit ini. Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pemerintahan tentara Jepang dalam hal pengeluaran negara. Artinya, surat-surat perintah yang berkaitan dengan keuangan atas nama pemerintahan Jepang tidak berlaku lagi di Indonesia.
Kedua, sejak dekrit tersebut dikeluarkan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diberikan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk di bawah Menteri Keuangan. Ketiga, semua kantor kas negara dan instansi yang melakukan tugas negara hanya menerima surat perintah membayar uang yang ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.
Aturan mengenai Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai alat pembayaran yang sah diterbitkan pada tanggal 29 Oktober 1946 melalui Keputusan Menteri Keuangan. Pada saat itu Menteri Keuangan dijabat oleh Sjarifruddin Prawiranegara. Detik-detik peluncuran ORI ditandai dengan pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam siarannya di RRI. ORI resmi menjadi mata uang Indonesia sejak 30 Oktober 1946 pukul 00.00.
Saat ini, mata uang rupiah terbaru yang beredar adalah uang tahun emisi 2016. Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Dalam aturan itu, uang rupiah memuat tanda tangan pemerintah (Menteri Keuangan) dan Gubernur Bank Indonesia.
Regulasi
Dasar hukum utama mengenai Kementerian Keuangan adalah Pasal 17 Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur tentang Kementerian Negara. Selanjutnya secara lebih khusus, aturan mengenai Kementerian Negara diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Kementerian keuangan termasuk dalam kementerian yang membantu Presiden dalam urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebut dalam UUD 1945. Aturan ini dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan diperinci dalam Pasal 5 ayat (2).
Dalam Pasal tersebut disebutkan keuangan sebagai urusan pemerintahan bersama dengan agama, hukum, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.
Tugas dan fungsi
Tugas Kementerian Keuangan diatur dalam Pasal 4 Perpres No. 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan. Tugas tersebut adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Sementara Pasal 5 Perpres No. 28 Tahun 2015 mengatur fungsi Kementerian Keuangan, yakni:
- perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang penganggaran, pajak, kepabeanan dan cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, perimbangan keuangan, dan pengelolaan pembiayaan dan risiko;
- perumusan, penetapan, dan pemberian rekomendasi kebijakan fiskal dan sektor keuangan;
- koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
- pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Keuangan;
- pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Keuangan;
- pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Keuangan di daerah;
- pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;
- pelaksanaan pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi kompetensi di bidang keuangan negara; dan
- pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Keuangan.
Struktur organisasi
Struktur Organisasi
Menurut Pasal 6 Perpres No. 28 Tahun 2015, struktur organisasi Kementerian Keuangan terdiri dari:
- Sekretariat Jenderal;Direktorat Jenderal Anggaran;Direktorat Jenderal Pajak;Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;Direktorat Jenderal Perbendaharaan;Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;Inspektorat Jenderal;Badan Kebijakan Fiskal;Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak;Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak;Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak;Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara;Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara;Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional;Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal; danStaf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi.
- Sekretariat Jenderal;
- Direktorat Jenderal Anggaran;
- Direktorat Jenderal Pajak;
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- Direktorat Jenderal Perbendaharaan;
- Direktorat Jenderal Kekayaan Negara;
- Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan;
- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko;
- Inspektorat Jenderal;
- Badan Kebijakan Fiskal;
- Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan;
- Staf Ahli Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak;
- Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak;
- Staf Ahli Bidang Pengawasan Pajak;
- Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara;
- Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara;
- Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional;
- Staf Ahli Bidang Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal; dan
- Staf Ahli Bidang Organisasi, Birokrasi, dan Teknologi Informasi.
Menteri keuangan dari masa ke masa
Nilai-nilai Kementerian Keuangan
- Integritas: Berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.
- Profesionalisme: Bekerja tuntas dan akurat atas dasar kompetensi terbaik dengan penuh tanggung jawab dan komitmen yang tinggi.
- Sinergi: Membangun dan memastikan hubungan kerjasama internal yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan, untuk menghasilkan karya yang bermanfaat dan berkualitas.
- Pelayanan: Memberikan layanan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan yang dilakukan dengan sepenuh hati, transparan, cepat, akurat dan aman
- Kesempurnaan: Senantiasa melakukan upaya perbaikan di segala bidang untuk menjadi dan memberikan yang terbaik
Anggaran Kementerian Keuangan
Pada tahun 2021, Kementerian Keuangan mengusulkan anggaran belanja sebesar Rp42,36 triliun. Jumlah ini turun Rp7,51 triliun dari APBN 2020. Anggaran tersebut juga lebih rendah Rp2,92 triliun dari anggaran Kemenkeu 2020 yang telah dipangkas akibat pandemi Covid-19. Usulan anggaran yang lebih rendah digunakan untuk mendukung program prioritas yang akan dikerjakan oleh otoritas fiskal di tahun depan. Anggaran tersebut akan digunakan untuk mendukung kinerja Kementerian Keuangan serta pelaksanaan lima program priotitas, yaitu program kebijakan fiskal sebesar Rp60,05 miliar, pengelolaan penerimaan negara sebesar Rp1,94 triliun, pengelolaan perbendaharaan, kekayaan negara, dan risiko sebesar Rp248,62 miliar, serta dukungan manajemen sebesar Rp40,08 triliun.
Kondisi keuangan Indonesia sebelum pandemi Covid-19
Kondisi keuangan Indonesia sebelum pandemi atau tepatnya pada 2018 sampai 2019 sangat sehat dan kredibel untuk mendukung stabilitas ekonomi. Hal ini dilihat dari realisasi APBN Tahun 2018 yang hanya mengalami defisit sebesar 1,76 persen jauh lebih rendah dari target yaitu sebesar 2,19 persen dan merupakan defisit terendah sejak tahun 2012. Realisasi pendapatan negara mencapai Rp1,94 triliun meningkat 16,6 persen dari tahun 2017. APBN tahun 2018 juga memperoleh sejumlah capaian seperti penerimaan pajak tumbuh 14,3 persen, penerimaan Kepabeanan dan Cukai tumbuh 6,7 persen, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh 30,8 persen, dan realisasi belanja negara mencapai Rp2,20 triliun atau 99,2 persen dari APBN. Angka ini lebih tinggi dari realisasi APBN tahun 2017 dan merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2012.
Kondisi keuangan yang sehat dan kredibel berlanjut pada 2019. Realisasi APBN 2019 mengalami defisit 2,2 persen melebihi target 1,84 persen untuk mempertahankan pembangunan fiskal dan menopang laju perekonomian. Pendapatan negara tumbuh 0,7%, penerimaan perpajakan tumbuh 1,7 persen, belanja negara tumbuh 4,4% dari capaian tahun 2018. Kondisi keuangan ini mendukung arah stabilitas ekonomi Indonesia.
Kondisi keuangan Indonesia pada masa pandemi Covid-19
Kondisi keuangan Indonesia pada tahun 2020 dan 2021 menggambarkan bahwa sebagian besar anggaran digunakan untuk menghadapi pandemi Covid-19 agar dapat menopang pemulihan ekonomi menghadapi kondisi ketidakpastian akibat penyebaran virus Covid-19 yang semakin masif.
Menghadapi ketidakpastian tersebut, Kementerian Keuangan bekerja sama dan memperkuat sinergitas dengan Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Jika dilihat dari kinerja APBN tahun 2020, defisit APBN mencapai 4,16 persen. Akibat perlambatan ativitas ekonomi, realisasi pendapatan negara tumbuh negatif 13,7 persen. Sementara itu, belanja meningkat tajam sebesar 15,5 persen atau 67,2 persen dari anggaran akibat Program Ekonomi Nasional (PEN) dan percepatan penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Peranan APBN menjadi sangat sentral dalam memulihkan ekonomi nasional dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi melalui berbagai program stimulus yang diberikan pemerintah. Hal ini tercermin dalam kinerja APBN 2021 kuartal pertama di mana realisasi belanja tumbuh 15,61 persen akibat kenaikan belanja barang untuk pelaksanaan vaksinasi, bantuan untuk pelaku usaha, serta belanja modal untuk infrastruktur.
Selain itu, belanja bantuan sosial juga meningkat pada kuartal 1 dibandingkan tahun lalu menunjukkan dukungan APBN bagi masyarakat di dalam rangka untuk mendukung daya belinya. Di sisi lain kinerja pendapatan negara tumbuh positif di 0,64 persen. Kementerian Keuangan akan terus mempercepat realisasi program-program stimulus pada APBN dan masyarakat diharapkan dapat memanfaatkannya secara optimal.
Program Sinergi Reformasi
Program ini merupakan program sinergi antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dalam rangka mengoptimalkan penerimaan negara dan meningkatkan kemudahan layanan terhadap Wajib Pajak (WP) dan/atau Wajib Bayar (WB). Selain itu, program ini merupakan upaya untuk mengakselerasi pembangunan, meningkatkan kemandirian nasional, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan daya saing, kemudahan berbisnis di Indonesia, serta mengefektifkan APBN.
Program ini didasari oleh prinsip manajemen resiko, dalam kaitannnya dengan perpajakan dan kepabeanan pelaku usaha yang patuh akan mendapatkan berbagai kemudahan. Tujuannya adalah agar perpajakan, kepabeanan, cukai, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) patuh terhadap ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Seiring dengan berbagai tantangan global yang dihadapi, Kementerian Keuangan terus melakukan reformasi di dalam kerjasama ini. Terdapat 8 bentuk sinergi di antaranya: Program Joint Analisis, Joint Audit, Joint Collection, Joint Investigasi, Joint Proses Bisnis, Single Profile, Secondment, dan program sinergi lainnya.
Kebijakan fiskal Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan menerapkan empat kebijakan fiskal dalam rangka melakukan tranformasi ekonomi Indonesia.
Pertama, kebijakan fiskal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dalam 10 tahun terakhir untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia.
Kedua, untuk meningkatkan sumber daya manusia, Kementerian Keuangan juga melaksanakan program sosial seperti Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), serta bantuan dalam bentuk dukungan tunai maupun nontunai seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), pelatihan-pelatihan, Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).
Ketiga, mengalokasikan anggaran infrastruktur untuk mendorong belanja di bidang infrastruktur serta mendorong kebijakan dengan sektor publik, yaitu Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Anggaran alokasi untuk infrastruktur bahkan menjadi anggaran dengan alokasi tersebar setelah pendidikan. Keempat, mendorong reformasi birokrasi.
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
Untuk meminimalisir dampak dari Pandemi Covid-19 di bidang ekonomi dan keuangan, Kementerian Keuangan melaksanakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2020 tentang Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
Program PEN dirancang untuk memulihkan ekonomi Indonesia dengan melindungi masyarakat miskin dan rentan miskin serta mendukung dunia usaha. Adapun sejumlah bantuan yang disediakan pemerintah lewat PEN di antaranya Penyertaan Modal Negara, Penempatan Dana Pemerintah, Investasi Pemerintah, penjaminan, dan realokasi Belanja Negara.
Melalui program ini, Pemerintah juga berfokus kepada UMKM sebagai penggerak roda ekonomi dengan memberikan subsidi bunga, insentif pajak dan penjaminan untuk kredit modal kerja baru. Selain itu, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial atau safety net dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bansos Tunai Non-PKH, kartu Prakerja, Diskon Listrik, BLT Dana Desa, Bantuan Tunai Non-Jabodetabek, dan Bansos Sembako Jabodetabek kepada masyarakat miskin dan terdampak Covid-19.
Pada tahun 2021, Kementerian Keuangan mengalokasikan anggaran untuk PEN sebesar Rp699,43 triliun. Per Mei 2021, realisasi anggaran PEN mencapai Rp172,35 triliun atau sebesar 24 persen. (LITBANG KOMPAS)