Tahun 2021 ini akan menjadi tahun perubahan digital yang besar dan cepat serta menentukan keberlangsungan hidup industri media. Transformasi digital menjadi jawaban untuk menghadapi disrupsi digital dan pandemi.
Oleh
Yovita Arika/Erika Kurnia
·4 menit baca
Kompas
Beberapa Portal Surat Kabar dengan Sistem Berbayar
Tahun 2021 diprediksi menjadi tahun perubahan digital yang besar dan cepat bagi industri media setelah pandemi Covid-19 menjadi badai penyempurna disrupsi digital. Tidak ada pilihan lagi untuk bertahan selain melakukan transformasi digital, baik bermigrasi penuh ke versi digital maupun dengan membuat dan mengembangkan versi digital.
Sejumlah media cetak di Indonesia yang tutup setahun terakhir, beberapa di antaranya bermigrasi penuh ke versi digital. Koran Tempo, misalnya, menghentikan versi cetaknya per 1 Januari 2021 dan beralih sepenuhnya ke platform digital. Ini menjadi fenomena global, sejumlah media cetak tutup, tetapi banyak yang bertahan dengan membangun dan mengembangkan versi digital.
Jika sebelum pandemi migrasi ke digital lebih didorong oleh perubahan perilaku masyarakat dalam mengakses dan mengonsumsi berita, kini juga didorong perubahan model bisnis. Perusahaan media yang bergantung semata pada pendapatan iklan, baik cetak maupun digital, akan sulit bertahan karena kini persaingannya bukan lagi antarmedia, tetapi dengan platform digital global.
Platform digital global telah merambah ke bisnis media, menguasai pasar iklan hingga mendominasi distribusi konten. Secara global, 56 persen belanja iklan dikuasai Google, Facebook, dan Amazone. Di Indonesia, Google dan Facebook menguasai 75-80 persen total belanja iklan nasional, dan sisanya diperebutkan lebih dari 1.000 perusahaan media.
Krisis akibat pandemi yang menurunkan performa perusahaan pengiklan telah menurunkan 30-70 persen pendapatan iklan perusahaan media di Indonesia. Menurut Ketua Harian Serikat Perusahaan Pers (SPS) Januar Primadi Ruswita, Selasa (9/2/2021), tren penurunan ini masih terus terjadi.
Saya terus mendorong media-media cetak untuk segera melakukan transformasi ke platform media digital, sambil mencari model-model bisnis baru agar media cetak tetap bisa terbit dan berkelanjutan. (Junuar Primadi Ruswita)
”Saya terus mendorong media-media cetak untuk segera melakukan transformasi ke platform media digital, sambil mencari model-model bisnis baru agar media cetak tetap bisa terbit dan berkelanjutan,” kata Januar.
Survei Reuters Institute pun menyebutkan, 76 persen jajaran pimpinan perusahaan media di 43 negara yang disurvei pada akhir tahun 2020 mengatakan, pandemi ini telah mempercepat rencana mereka untuk melakukan transisi digital. Mayoritas pimpinan perusahaan media, 73 persen dari 234 responden, optimistis akan prospek perusahaan.
Model bisnis
Transisi digital tersebut termasuk mempercepat peralihan ke model bisnis yang berfokus pada pembaca. Mendorong langganan digital menjadi prioritas utama dalam peralihan model bisnis (76 persen responden), dan prioritas berikutnya mengembangkan bisnis e-commerce dan event (acara). Ada 11 model bisnis yang dianggap penting oleh para pengelola media tersebut, termasuk pembayaran mikro (micropayment).
KOMPAS/YOVITA ARIKA
Transformasi digital dan diversifikasi pendapatan industri media.
Platform langganan Zuora melaporkan, penerbitan media merupakan segmen pertumbuhan pelanggan digital tercepat kedua setelah layanan streaming video, seperti Disney+, Netflix, dan Amazone Prime. The New York Times telah membuktikan dengan tambahan satu juta pelanggan digital pada 2020, dan kini pendapatan dari pelanggan digital telah melampaui pendapatan cetaknya.
Kendala terbesar media cetak di Indonesia dalam melakukan transformasi digital, menurut Januar, adalah kurangnya pemahaman terhadap ekosistem dan pola kerja digital. Tidak sedikit yang sudah memiliki edisi digital, tetapi mengelolanya sama dengan mengelola media cetak. ”Jangankan melangkah ke langganan digital, masih banyak yang baru sampai tahap meng-online-kan konten-konten media cetaknya,” katanya.
Menumbuhkan pelanggan digital memang tidak sekadar migrasi ke digital, dan dari sisi konten juga tidak sekadar memindahkan berita cetak ke versi digital. Ada juga kualitas jurnalisme dan kedekatan dengan kebutuhan pembaca yang harus dikedepankan. Media daring gratis yang menguasai pola konsumsi daring di Indonesia juga menjadi tantangan.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Telepon seluler yang saat ini tidak hanya sebatas alat komunikasi, melainkan juga sebagai sumber informasi dari berbagai media daring, Kamis (3/9/2020). Sebagian besar media cetak pun saat ini mulai membangun dan mengembangkan media daring untuk mengikuti perkembangan zaman.
Dalam hal ini, model pembayaran mikro menjadi salah satu peluang. Dalam webinar yang diselenggarakan Indonesian Digital Association, Selasa (9/2/2021), Co-founder & CCO perusahaan penyedia dompet pembayaran mikroglobal, Fewcents, Dushyant Khare, mengatakan, pembayaran mikro memungkinkan media penerbit konten mengenakan biaya per konten.
Meski tahun 2021 ini akan menjadi tahun perubahan digital yang besar dan cepat serta menentukan keberlangsungan hidup industri media, anggota Dewan Pers Agus Sudibyo meyakini, pertumbuhan media digital ini bukan ”sunset” bagi media cetak. Pengalaman di sejumlah negara, dengan strategi yang tepat, media cetak akan tetap tumbuh.
”Media cetak dengan sejarah panjangnya telah memberikan standar konten yang bagus dan kemudian ditransformasikan ke versi digital. Ini satu puzzle yang tidak boleh hilang dalam ekosistem media dalam melayani kebutuhan masyarakat akan informasi,” katanya.