Perusahaan yang mampu menumbuhkan kebahagian di dalam perusahaan akan melahirkan karyawan-karyawan yang mempunyai kinerja yang sangat tinggi. Pemimpin perusahaan harus mengikuti perkembangan sains terkait kebahagiaan.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Seorang penulis asal Houston dan juga mantan eksekutif Southwest Airlines Lorraine Grubbs, di dalam bukunya yang berjudul How to Create a Happy Workplace, What Award Winning Companies Know mengingatkan, apabila sebuah perusahaan memiliki tingkat karyawan yang keluar tinggi dan karyawannya mengambil terlalu banyak tidak masuk kerja karena sakit, mungkin ada masalah dengan kebahagiaan di tempat kerja. Southwest Airlines dikenal sebagai perusahaan yang membuat bahagia karyawan dan pelanggannya.
Bahagia di tempat kerja kini menjadi tema aktual. Seseorang kadang berpikir bahwa dengan sukses melakukan sesuatu, ia akan bahagia. Akan tetapi, sekarang ini sudah muncul pendapat lain, bahagia lebih dulu baru akan sukses. Mana yang benar? Bagi korporasi, kepastian tentang kedua hal ini sangat dibutuhkan agar mereka bisa mengubah kultur di perusahaan sehingga mendapatkan orang-orang yang mampu berkinerja terbaik dan bisa menyelesaikan berbagai masalah di perusahaan. Tantangan yang berat, seperti pandemi saat ini, membutuhkan orang-orang yang mempunyai kemampuan tinggi.
Para peneliti, yaitu Paul B Lester, Ed Diener, and Martin Seligman, membuat penelitian tentang kebahagiaan dan dipublikasikan di Journal of Happiness Studies dan MIT Sloan Management Review. Mereka membuat penelitian untuk membuka tabir itu. Mereka meneliti hampir 1 juta tentara Angkatan Darat AS selama 5 tahun. Para tentara ini termasuk yang dikirim ke berbagai medan perang, seperti Irak dan Afghanistan. Pertama-tama, peneliti meminta mereka menilai kesejahteraan yang diterima, kebahagiaan, serta optimisme mereka.
Para peneliti melacak tentara mana yang kemudian menerima penghargaan berdasarkan kinerja pekerjaan mereka. Beberapa dari penghargaan itu antara lain penghargaan sebagai tentara teladan dan penghargaan yang diperoleh karena kinerja luar biasa untuk sebuah tindakan heroik. Menerima penghargaan di Angkatan Darat, baik untuk kinerja pekerjaan teladan maupun untuk kepahlawanan, adalah peristiwa yang relatif jarang. Dari hampir 1 juta tentara, hanya 12 persen di antara mereka yang menerima kedua jenis penghargaan tersebut selama 5 tahun atau selama penelitian.
Secara umum, para peneliti mengetahui bahwa kesejahteraan dan optimisme pasti berpengaruh terhadap kinerja. Namun, mereka sendiri terkejut dengan betapa pentingnya kebahagiaan dan optimisme dalam kinerja para tentara. Mereka menemukan kenyataan, tentara yang sejak awal paling bahagia (kuartil atas) mendapat penghargaan empat kali lebih banyak dibandingkan dengan mereka yang awalnya tidak bahagia (kuartil bawah).
Oleh karena itu, kebahagiaan dan optimisme adalah fakta-fakta yang bisa digunakan untuk memprediksi kemungkinan seseorang mendapatkan berkinerja baik atau mendapatkan penghargaan daripada faktor demografi yang mana pun. Rasa bahagia dan optimisme lebih menentukan dibandingkan warna kulit, jenis kelamin, suku, umur, dan lain-lain di dalam ketika kelak mereka melakukan sesuatu. Beberapa menyebutkan kebahagiaan di dalam perusahaan menjadi kunci dan mata uang.
Oleh karena itu, kebahagiaan dan optimisme adalah fakta-fakta yang bisa digunakan untuk memprediksi kemungkinan seseorang mendapatkan berkinerja baik atau mendapatkan penghargaan daripada faktor demografi yang mana pun.
Fakta tersebut diungkapkan oleh Stacey Epstein di dalam sebuah artikel berjudul ”Why Happiness is the Corporate Currency” yang menyebutkan, sebuah penelitian menunjukkan perusahaan dengan karyawan yang bahagia akan 20 persen lebih unggul dibandingkan pesaing, sebesar 12 persen lebih produktif, 65 persen lebih energik, dan bisa mengurangi hari tidak masuk karena sakit hingga 10 kali lipat. Di ujung tombak, tenaga penjualan mereka yang bahagia bisa mendorong penjualan 37 persen lebih banyak.
Stacey yang mengutip penelitian Deloitte menyebutkan, karyawan yang bahagia biasanya lebih peduli dengan perusahaan, terdorong untuk membantu perusahaan lebih sukses, dan merasa lebih banyak berinvestasi untuk perusahaan. Kebahagiaan juga mengarah pada keterlibatan yang lebih tinggi sehingga karyawan yang bahagia juga lebih hadir, lebih memperhatikan kebutuhan pelanggan, dan lebih sadar akan proses dan sistem organisasi perusahaan. Karyawan yang bahagia juga lebih loyal, inovatif, dan lebih sehat. Pelanggan pun akan ikut senang.
Untuk waktu yang lama, pekerjaan dan kebahagiaan sebenarnya tidak terkait erat satu sama lain. Pekerjaan adalah tempat di mana kita diharuskan untuk masuk, menyelesaikan pekerjaan, dan kemudian pergi, sementara kebahagiaan adalah untuk waktu luang kita. Menurut Stacey, tidak ada temuan baru dari yang disebut di atas. Perbedaannya adalah kita sekarang telah mencapai titik di mana kita secara formal mengakui mata uang baru bernama kebahagiaan dalam istilah bisnis. Pandemi telah membantu memicu pemikiran ulang tentang kebahagiaan.
Perusahaan yang mampu terus menumbuhkan kebahagian di dalam perusahaan akan melahirkan karyawan-karyawan yang mempunyai kinerja yang sangat tinggi. Oleh karena itu, pemimpin di dalam bisnis harus mengikuti perkembangan sains yang berkait dengan kebahagian dan membuat pendekatan yang terstruktur dalam mempromosikan dan mengembangkan kebahagiaan di dalam perusahaan.
Pemimpin perusahaan perlu membuat ukuran-ukuran tentang kebahagiaan, terus-menerus mengembangkan kebahagiaan di dalam perusahaan, dan mempertahankan karyawan yang bahagia. Tiga peneliti yang menulis di Journal of Happiness Studies akhirnya membuat saran, pemimpin perlu memberikan contoh bagaimana melakukan perbaikan kebahagiaan di perusahaan karena kita cenderung belajar dari sesuatu yang kita lihat.