Pemimpin perlu mengakui bahwa berita itu buruk dan mungkin akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik. Namun, mereka hadir secara fisik dan emosional.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Saat Perang Dunia II berkecamuk, awalnya tidak ada yang mengetahui sesuatu tengah terjadi di Auschwitz, Polandia. Aparat hanya bisa menduga-duga dan sedikit mendapat informasi tentang tempat itu. Hingga kemudian seorang perwira bernama Witold Pilecki penasaran dan merelakan dirinya untuk ditangkap. Ia dibawa ke tempat itu.
Penceritaan ulang kisah Pilecki ada di buku Everything is F*ucked: A Book about Hope. Kegelapan dan kekejaman di Auschwitz terungkap ketika ia mulai mengirimkan informasi rahasia tentang kebiadaban terhadap jutaan manusia di tempat itu.
Pilecki yang merupakan perwira intelijen kemudian berhasil keluar dari tempat itu dan mengabarkan semua yang terjadi di Auschwitz, meski banyak pihak sempat berkomentar laporannya berlebihan. Dunia akhirnya sangat kaget ketika melihat kebenaran dan fakta di Auschwitz.
Di tengah turbulensi dan badai yang tengah melanda perusahaan, baik akibat disrupsi maupun pandemi, perusahaan membutuhkan orang-orang semacam Pilecki. Kegelapan dan kebingungan tentang masa depan nyaris tidak ada ujung. Kita membutuhkan orang-orang yang membuka tabir, berani melangkah, dan memberi panduan untuk bertindak. Mereka inilah yang kemudian memberi harapan di tengah kebingungan dan kekacauan.
Kita membutuhkan orang-orang yang membuka tabir, berani melangkah, dan memberi panduan untuk bertindak. Mereka inilah yang kemudian memberi harapan di tengah kebingungan dan kekacauan.
Pemimpin di perusahaan harus bisa menumbuhkan kehadiran orang-orang semacam Pilecki. Mereka harus mampu membangun harapan di tengah kebingungan. Bahkan, ketika perusahaan itu nyaris tidak bisa diselamatkan.
Sebuah tulisan berjudul ”From a Room Called Fear to a Room Called Hope: A Leadership Agenda for Troubled Times” di laman McKinsey menyebutkan, ketika orang percaya bahwa seorang pemimpin peduli dengan kesejahteraan, komitmen, dan kesuksesan mereka, sikap itu membantu karyawan pindah dari ruangan yang disebut ketakutan ke ruangan yang disebut harapan.
Para pemimpin yang terampil menunjukkan bahwa mereka peduli dengan mengungkapkan belas kasih atas kerugian dan tekanan emosional yang ditimbulkan oleh krisis yang dihadapi. Ia juga perlu memperlihatkan tindakan yang diambil sebagai respons. Mereka mengakui bahwa berita itu buruk dan mungkin akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik. Pemimpin perlu hadir secara fisik dan emosional.
Sudah barang tentu membuat tenang karyawan dan memunculkan harapan harus dilakukan terus-menerus. Turbulensi mendorong pemimpin untuk sementara menghemat uang, memotong biaya, mendorong efisiensi, dan memastikan kesejahteraan karyawan. Akan tetapi, inovasi tidak boleh diabaikan.
Sebuah analisis menyebutkan, ketika perusahaan berfokus pada inovasi, hal ini dapat menjadi sumber harapan besar saat pemimpin mencoba menavigasi dengan aman keluar dari berbagai kebingungan seperti saat pandemi ini.
Mereka mengakui bahwa berita itu buruk dan mungkin akan menjadi lebih buruk sebelum menjadi lebih baik. Pemimpin perlu hadir secara fisik dan emosional.
Di samping itu, menurut Nadia Millington dari London School of Economic di dalam tulisan berjudul ”Innovation: A Source of Hope in Times of Crisis” di laman Forbes, proyek-proyek inovasi terbaik yang dikembangkan biasanya melihat peluang dan tantangan yang paling mendesak atau menarik berdasarkan ekspektasi perusahaan.
Perusahaan yang menggunakan pendekatan ini berusaha mencari keterlibatan karyawan yang luas untuk mengembangkan proyek yang benar-benar bernilai bagi masa depan perusahaan. Sekali lagi, keterlibatan karyawan untuk membuat harapan!
Karyawan harus didorong terlibat dan berkomitmen ikut dalam membangun harapan. Setiap kesempatan dibuka kepada mereka untuk memfokuskan kembali energi mereka pada kemungkinan membangun hari esok yang lebih cerah. Rasa percaya karyawan perlu dibangun, bahwa jika mereka menginvestasikan waktu mereka untuk terlibat di dalam proyek yang tepat dan menghasilkan lebih banyak solusi baru, hasilnya akan diadopsi atau setidaknya dipertimbangkan oleh perusahaan.
Jika mereka menginvestasikan waktu mereka untuk terlibat di dalam proyek yang tepat dan menghasilkan lebih banyak solusi baru, hasilnya akan diadopsi atau setidaknya dipertimbangkan oleh perusahaan.
Semua tergantung pada kepercayaan karyawan terhadap para pemimpin mereka. Karyawan perlu diyakinkan bahwa pemimpin mereka akan memprioritaskan sumber daya internal untuk membuat solusi baru.
Untuk membangun kepercayaan ini, para pemimpin harus secara eksplisit menjelaskan proses yang digunakan untuk menilai sebuah solusi. Pemimpin juga memberikan lebih banyak waktu untuk menguji ide-ide karyawan.
Nadia mengatakan, mereka menemukan bahwa salah satu kesalahan terbesar yang dapat dilakukan organisasi atau perusahaan saat membangun harapan adalah mengesampingkan proyek yang dimulai oleh karyawan.
Masalah makin bertambah karena biasanya perusahaan tidak melakukan komunikasi ketika mereka menolak ide karyawan. Sebaliknya, mereka menerima ide karyawan yang lain tanpa alasan atau pembenaran yang jelas. Keadaan ini akan membuang energi di tengah semua tengah menghadapi krisis.
Harapan sebenarnya ada di setiap orang sejak bangun pagi. Saat mau berangkat kerja, sesungguhnya langkah kaki pertama terayun karena harapan. Harapan akan kehidupan lebih baik setidaknya. Harapan bahwa ide-ide mereka bisa diterima dan sebagainya.
Oleh karena itu, sesungguhnya pada saat krisis, di setiap karyawan selalu ada harapan. Perusahaan harus bisa mengelola harapan mereka menjadi langkah-langkah inovatif dan mungkin langkah terobosan di tengah masa sulit.
Sesungguhnya banyak Pilecki di setiap perusahaan yang tengah terkena krisis. Memberi kesempatan orang-orang dengan keberanian tinggi dan memiliki ide yang hebat mungkin akan menyelamatkan perusahaan. Sekali lagi, orang seperti itu mudah ditemukan dan mungkin tidak memiliki pamrih. Selama hidupnya Pilecki tidak pernah menyombongkan perannya. Ia malah terus berbuat meski pilihannya pahit pada saat kebijakan rezim di Polandia membawa mereka ke masalah baru.