Tubuh Perempuan yang "Belum Merdeka"
Mau kurus, dianggap tidak sehat akibat diet berlebihan. Ketika gemuk, dianggap tidak menjaga penampilan. Berat badan berkurang, dianggap terseret arus kecantikan yang tidak logis. Susah jadi perempuan.
Dalam lima tahun terakhir, masyarakat, khususnya kelompok perempuan, aktif mengampanyekan bahwa ukuran standar kecantikan dan mode tidak tunggal, tetapi beragam. Sebab, manusia diciptakan dengan berbagai bentuk tubuh, ukuran, berat badan, warna kulit, dan penampilan khas pribadi masing-masing.
Toh konsep dan persepsi tentang kecantikan selalu saja jadi bahan yang diributkan. Soal berat badan saja menjadi pembicaraan heboh. Dan, menariknya, naik atau turunnya berat badan perempuan bisa menuai komentar berbeda. Ini tergantung pada perempuan itu, pesohor atau orang biasa.
Apabila kita mengetik kata kunci ”women weight loss” di mesin pencari internet, akan muncul dua jenis artikel. Pertama ialah artikel yang mengulas mengenai perempuan-perempuan biasa yang berhasil menurunkan berat badan mereka. Umumnya, perempuan-perempuan ini mengaku memiliki masalah dengan berat badan, misalnya mengalami obesitas, gangguan kesehatan, ataupun gangguan reproduksi.
Baca juga: Perang Jins Antargenerasi, Bukan Sekadar Soal Tren
Pengalaman mereka mengurangi berat badan dengan olahraga teratur dan pola makan sehat dianggap sebagai prestasi. Artikel-artikel tentang mereka selalu ditulis dengan narasi inspiratif bahwa perempuan ini mengedepankan hidup sehat.
Kedua ialah artikel mengenai perempuan terkenal yang mengurangi berat badan. Artikel jenis ini cenderung berisi kritik terhadap tokoh yang ditampilkan. Contoh baru-baru ini ialah aktris Rebel Wilson, penyanyi Melissa Viviane ”Lizzo” Jefferson, dan Adele. Bukan main tanggapan warganet ”mengeroyok” mereka di media sosial.
”Kupikir mereka perempuan-perempuan berukuran besar yang percaya diri. Ujung-ujungnya ternyata ikut arus standar kecantikan Hollywood juga,” kata salah satu unggahan. Sementara warganet lain yang membela artis-artis itu mengatakan, ”mMau gemuk ataupun kurus bukan urusan kita. Biar mereka tampil semaunya.”
Soal bentuk tubuh, masyarakat banyak melihat bahwa itu hanya sebatas tren. Baru-baru ini, majalah Sports Illustrated menampilkan foto Yumi Nu pada sampulnya. Nu adalah seorang model perempuan dengan ukuran tubuh lebih besar ketimbang ukuran umumnya model pada sampulnya.
Guru Besar Psikologi Universitas Toronto, Kanada, Jordan Peterson yang juga seorang selebritas komentator di media sosial memberikan komentar. ”Maaf. Tidak cantik. Dan tidak ada toleransi otoriter yang akan mengubah itu. Tapi, jangan biarkan fakta itu menghentikanmu,” cuit Peterson lewat akun Twitter-nya.
Sontak warganet memprotes Peterson. Mereka juga menunjukkan berbagai bukti bahwa tubuh perempuan yang subur selalu menjadi idaman sejak zaman dulu. Ini misalnya ditunjukkan pada hasil karya para pelukis klasik seperti Leonardo da Vinci, Gustave Courbet, dan Sandro Botticelli. Perempuan paling terkenal di dunia, Monalisa, jelas tidak berukuran singset.
Baca juga: Tubuh Perempuan yang Kalah
Konsep kecantikan, termasuk tubuh langsing, muncul pada 1960-an ketika dunia mode tergila-gila dengan gaya mod. Baju-baju berbentuk segitiga atau A-line dengan rok mini dianggap tampak lebih cantik ketika dikenakan oleh perempuan yang kurus.
Pada periode 1970-an hingga 1990-an, tren tubuh langsing menggila. Pada 1990-an, terkenal dengan era ”waif” atau tubuh yang saking kurusnya lebih mirip dengan tubuh seorang anak laki-laki daripada perempuan dewasa.
Bahkan, sejumlah publikasi terang-terangan menggunakan istilah ”heroin chic” alias kurus seperti pencandu narkoba. Sejumlah model mengaku terpaksa memakai heroin ataupun narkotika untuk menjaga agar tubuh mereka tetap kurus sehingga mereka tidak kehilangan pekerjaan.
Gia Carangi, model asal Amerika Serikat, meninggal pada usia 25 tahun akibat overdosis. Berdasarkan buku Gia Carangi berjudul A Biography, kecanduan itu bermula dari tekanan untuk selalu kurus dan diikuti dengan depresi. Akibatnya, ia selalu memakai heroin di saat-saat galau.
Pada pertengahan 2000-an mulai muncul perlawanan dari segelintir model yang berusaha memopulerkan bahwa kecantikan hadir dalam berbagai ukuran. Majalah-majalah mode independen seperti V dan Numero mulai menerbitkan foto-foto yang menantang standar kecantikan arus utama.
Crystal Renn adalah model yang paling populer di pertengahan 2000-an. Ia memiliki bobot 80 kilogram dan caranya berpose ataupun berjalan di panggung peragaan banyak dipuji. Akan tetapi, pada 2011, Renn muncul di hadapan publik dengan tampilan yang jauh lebih langsing. Tabloid-tabloid pun langsung menerbitkan tulisan yang menuduh Renn akhirnya takluk kepada standar mode arus utama.
”Semua serba salah. Dulu, saya pernah kurus sekali karena diet mati-matian demi menjadi model. Setelah itu, saya memutuskan untuk hidup bahagia dan berat badan naik, tetapi karier sebagai model justru naik. Sekarang, berat badan saya turun karena rajin olahraga untuk menjaga stamina malah dianggap negatif oleh publik,” oleh Renn ketika diwawancarai Entertainment Tonight.
Sepuluh tahun setelah pernyataan Renn itu, ternyata persepsi publik atas tubuh perempuan tak banyak berubah. Model Ashley Graham dan Paloma Elsesser yang berukuran besar dituduh slebor dan menyebarkan narasi bahwa gemuk itu sehat sehingga membahayakan penggemarnya untuk menjalani pola makan tidak sehat.
Graham membalas dengan rutin mengunggah kegiatan harian di media sosial. Ia menampakkan rutinitasnya berolahraga, makan, dan bekerja. ”Tubuh perempuan itu berbeda-beda. Ada orang yang memang langsing dari sananya, bukan karena diet macam-macam. Ada juga perempuan seperti saya yang meskipun rutin berolahraga tetap saja tidak akan bisa berukuran S,” tutur ibu tiga anak tersebut.
Adele, Lizzo, dan Rebel Wilson juga melakukan hal serupa. Berkali-kali melalui akun media sosial ataupun wawancara dengan media arus utama mereka menekankan bahwa mereka giat berolahraga demi hidup sehat, bukan demi mencari pacar ataupun tuntutan industri hiburan.
Baca juga: Masih Ada Perempuan Belum Otonom Atas Tubuhnya
Kesibukan sebagai penyanyi maupun pemain film membuat mereka ingin meningkatkan stamina dan tenaga agar tidak mudah sakit. Rajin berolahraga membuat berat badan mereka berkurang. dalam setiap unggahan, mereka selalu menyebutkan metode olahraga yang disarankan oleh pelatih profesional dengan keterangan bahwa metode itu dibuat secara khusus untuk setiap klien.
“Sering kali masyarakat keliru memahami gagasan keterwakilan (representation) di industri hiburan. Selama ini, masyarakat menganggap artis perempuan berukuran plus seperti Adele dan Lizzo sebagai pahlawan mereka karena bisa cantik dan sukses tanpa perlu mengikuti standar kecantikan buatan industri,” kata psikolog Katelyn Baker yang khusus menangani isu perempuan, kepercayaan diri, dan pola makan tidak sehat kepada Yahoo Life.
Baker menjelaskan, publik justru luput mengamati hal penting dari perubahan tersebut, yaitu cara yang dipakai oleh perempuan-perempuan. Mereka melakukannya melalui olahraga teratur dan pola makan sehat yang dipantau oleh para ahli.
Hal ini tidak ada bedanya dengan perempuan-perempuan biasa yang memutuskan untuk mengubah gaya hidupnya demi menyembuhkan penyakit ataupun sekadar menikmati hidup yang lebih berkualitas dengan tubuh bugar. Mereka juga memulai perubahan dengan berkonsultasi kepada dokter dan diikuti dengan pelatih olahraga.
Stephanie Yeboah dalam bukunya, Fattily Ever After: A Black Fat Girl’s Guide to Living Life, menyebut, masyarakat memiliki masalah karena mengukur kesuksesan perempuan pada penampilannya. Misalnya, perempuan yang tak tampil sesuai standar masyarakat langsung dianggap tak mumpuni untuk pekerjaan tertentu.
Masyarakat cenderung cepat melupakan bahwa individu itu memiliki pendidikan, keterampilan, profesionalitas, bakat, dan kerja keras yang tak ada hubungannya dengan ukuran badan ataupun mode. ”Perempuan ataupun seluruh manusia akan selalu kalah oleh dirinya sendiri selama melihat capaian hidup hanya dari penampilan fisik,” tutur Yeboah.
Baca juga: Merayu-rayu Berat Badan
Gary Howsam, Wakil Ketua Royal College of General Practitioners, ikatan dokter umum Inggris, dalam harian Manchester Evening News menjelaskan bahwa masyarakat banyak salah memahami indeks massa tubuh. Mereka hanya melihat indeks dan langsng mengira tubuh mereka terlalu berat atau terlalu kurus. Padahal, indeks itu hanya salah satu indikator dan masih ada variabel lain yang harus dipertimbangkan.
Menurut Howsam, olahraga teratur dan pola makan sehat penting diterapkan oleh semua orang dan semua usia. Di luar itu, ada kegiatan menjaga kesehatan yang spesifik, misalnya khusus orang dengan obesitas, orang dengan gangguan pola makan, berpenyakit bawaan, lansia, dan dalam proses pemulihan.