Cakupan Imunisasi Anak Digenjot dan Menyasar 1,4 Juta Anak di Kalsel
Cakupan imunisasi pada anak digenjot kembali setelah cakupannya merosot selama dua tahun pandemi Covid-19. Sekitar 1,4 juta anak di Kalimantan Selatan menjadi sasaran imunisasi selama Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022.
Oleh
JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
BANJARMASIN, KOMPAS — Sekitar 1,4 juta anak di Kalimantan Selatan menjadi sasaran program imunisasi dasar lengkap dan imunisasi campak rubella selama Bulan Imunisasi Anak Nasional 2022. Peningkatan cakupan imunisasi pada anak digenjot kembali setelah cakupannya merosot selama dua tahun pandemi Covid-19.
Di Kalimantan Selatan, dimulainya Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) Tahun 2022 bertempat di Posyandu Lestari, Kelurahan Sungai Miai, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin, Rabu (18/5/2022).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalsel Diauddin mengatakan, dimulainya BIAN 2022 dilakukan serentak pada semua provinsi di luar Jawa dan Bali. Program imunisasi anak ini dilakukan untuk mencegah kesenjangan dalam imunisasi rutin, yaitu dengan mengadakan imunisasi tambahan dan imunisasi kejar dari pertengahan Mei hingga Juni mendatang.
”Di Kalsel ada sekitar 1,4 juta anak usia 9 bulan hingga 12 tahun yang menjadi sasaran imunisasi. Kegiatan ini dalam rangka untuk mengejar target imunisasi dasar lengkap yang terhambat pandemi Covid-19,” katanya.
Pandemi Covid-19 pada 2020 sampai 2021 sangat berdampak pada program-program kesehatan esensial di berbagai tingkat. Salah satunya adalah imunisasi rutin untuk anak tidak berjalan optimal. Masyarakat takut membawa anaknya ke puskesmas, dan posyandu juga tutup dalam rangka mencegah penularan Covid-19.
”Masa pandemi selama dua tahun itu membuat cakupan imunisasi anak di Kalimantan Selatan, bahkan di seluruh Indonesia, anjlok semua,” ujarnya.
Cakupan imunisasi dasar lengkap di Kalsel pada 2020 sebesar 75,4 persen dan pada 2021 sebesar 80,2 persen. Cakupan tersebut belum mencapai target nasional, yaitu sebesar 93,6 persen. Pada 2021 terdata masih ada 13.979 anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap.
Jika cakupan imunisasi turun atau tidak mencapai target, dapat terjadi kejadian luar biasa.
Angka drop out, artinya sudah imunisasi tetapi tidak diulang lagi, untuk imunisasi DPT-HB3 dan campak juga tinggi, yakni di atas 5 persen pada 2020 dan 2021. Di samping itu, cakupan imunisasi bayi bawah dua tahun (baduta) juga rendah. Cakupan imunisasi DPT-HB-Hib hanya 53,7 persen (2020) dan 51,9 persen (2021). Demikian pula cakupan imunisasi campak rubella hanya 46 persen (2020) dan 48,7 persen (2021).
”Rendahnya cakupan imunisasi serta tingginya angka drop out pada bayi dan baduta berpotensi menyebabkan kejadian luar biasa penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, seperti campak, hepatitis, difteri, dan pertusis,” tutur Diauddin.
Menurut Koordinator Zona Imunisasi UNICEF Wilayah Kalimantan, NTT, dan NTB Jana Fitria Kartika Sari, ada dua kegiatan yang dilaksanakan selama program BIAN 2022, yaitu imunisasi kejar untuk memenuhi imunisasi dasar lengkap serta imunisasi campak rubella.
”Semua provinsi di luar Jawa Bali memulai kegiatannya sekarang. Untuk imunisasi kejar ditargetkan cakupannya mencapai 80 persen dan cakupan imunisasi campak rubella ditargetkan mencapai 95 persen dari total target sasaran,” katanya.
Edi Hartoyo dari Divisi Penyakit Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat menyampaikan, anak perlu divaksin atau diimunisasi karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin belum hilang. Vaksin itu aman, efektif, dan sama pentingnya untuk kesehatan kita secara keseluruhan, seperti diet dan olahraga.
”Imunisasi itu penting untuk menurunkan angka penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jika cakupan imunisasi turun atau tidak mencapai target, dapat terjadi kejadian luar biasa (KLB). Untuk mengatasi KLB perlu upaya yang cepat, terpadu, dan membutuhkan biaya besar,” kata dokter spesialis anak itu beberapa waktu lalu.