Layanan imunisasi pada anak selama pandemi Covid-19 terhambat. Kementerian Kesehatan berencana mengatasi ketertinggalan imunisasi itu dengan cara ”sweeping”.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
SURAKARTA, KOMPAS — Upaya meningkatkan cakupan imunisasi dasar lengkap bagi anak-anak yang rendah akibat pandemi Covid-19 segera dilakukan. Anak yang sehat dan terhindar dari sejumlah penyakit bakal menjadi modal penting mencapai Indonesia Emas 2045.
”Kami upayakan percepatan (imunisasi). Mungkin, tahun depan, akan ada sweeping. Artinya, anak-anak yang belum diimunisasi agar segera diimunisasi,” kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kartini Rustandi di Surakarta, Jawa Tengah, Kamis (9/12/2021).
Pandemi Covid-19 membuat pelaksanaan imunisasi dasar terganggu hingga cakupannya turun. Di masa pandemi, sejumlah fasilitas kesehatan terpaksa membatasi layanan. Ada pula fasilitas kesehatan yang tutup sementara karena tenaga kesehatannya terpapar Covid-19. Selain itu, publik khawatir dengan risiko Covid-19 apabila datang ke fasilitas kesehatan.
Cakupan imunisasi dasar lengkap nasional pada 2019 mencapai 93,7 persen. Pada 2020, angka itu turun menjadi 79 persen. Adapun per Oktober 2021, cakupan imunisadi dasar lengkap nasional baru 58,4 persen. Padahal, pemerintah menargetkan cakupan imunisasi dasar lengkap sebesar 95 persen pada akhir 2021.
Kami upayakan percepatan (imunisasi). Mungkin, tahun depan, akan ada sweeping. Artinya, anak-anak yang belum diimunisasi agar segera diimunisasi.
Di sisi lain, cakupan imunisasi dasar lengkap pun tidak merata. Hingga awal Desember 2021, baru ada 10 provinsi yang cakupan imunisasi dasar lengkapnya di atas 60 persen. Provinsi itu ialah Banten, Bali, Bengkulu, Bangka Belitung, Gorontalo, Jambi, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan.
Cakupan imunisasi dasar lengkap yang rendah dan tidak merata itu memicu kejadian luar biasa (KLB) penyakit, seperti campak, difteri, dan rubela. Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu, sebelumnya, mengatakan, difteri paling banyak terjadi di Kalimantan Barat dan Sulawesi Tenggara. Sementara itu, campak dan rubela paling banyak terjadi di Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, serta Papua (Kompas.id, 1/12/2021).
Menurut Kartini, banyak anak yang belum selesai mendapat imunisasi dasar lengkap, salah satunya imunisasi campak. Imunisasi dasar lengkap meliputi imunisasi hepatitis B, BCG, DPT-HB-Hib, polio tetes, polio suntik, dan campak rubella. Imunisasi dasar lengkap diberikan kepada anak berumur 0-11 bulan.
Anak berumur 18-24 bulan mesti diberi imunisasi lanjutan, yaitu DPT-HB-Hib dan campak rubella. Imunisasi lanjutan campak rubella dan DT diberikan lagi kepada anak saat kelas I SD, serta imunisasi Td saat anak kelas II dan V SD.
Mulai diatasi
Di sisi lain, sejumlah daerah mulai mengatasi ketertinggalan imunisasi. Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah Yulianto Prabowo mengatakan, stok vaksin BCG sempat kosong selama hampir setengah tahun. Stok ada kembali pada Juli 2021.
Imunisasi menjadi salah satu jalan mencegah anak terjangkit penyakit sehingga menjamin kualitas hidupnya. Imunisasi juga mencegah kematian akibat sejumlah penyakit pada anak. Dengan demikian, target pemerintah mencetak generasi emas atau sumber daya manusia berkualitas pada tahun 2045 dapat dicapai.
”Untuk menyiapkan generasi emas, angka kematian ibu yang tinggi harus diturunkan sehingga maksimal 70 (kematian) per 100.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi juga perlu diturunkan,” ucap Yulianto.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Puji Astuti mengatakan, upaya imunisasi di daerahnya dilakukan dengan berbagai cara. Warga dapat menelepon atau mengirim pesan singkat ke fasilitas kesehatan agar anaknya mendapat imunisasi. Setelahnya, tenaga kesehatan akan mendatangi rumah warga untuk memberi layanan imunisasi.