Jatim Waspadai Hepatitis Akut Tanpa Etiologi, Warga Jangan Panik
Pemprov Jatim terus mewaspadai kejadian kasus Hepatitis akut yang belum dketahui penyebabnya. Hingga saat ini, setidaknya 114 kasus terduga hepatitis akut yang dilaporkan muncul di sejumlah daerah di Jatim.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI, AGNES BENEDIKTA SWETTA BR PANDIA
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Jawa Timur tengah mewaspadai kejadian kasus hepatitis akut yang belum diketahui etiologinya atau penyebabnya. Untuk itu, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa mengimbau kepada seluruh masyarakat di provinsi ini agar tidak panik, tetapi sigap melihat gejala yang ditimbulkan.
Hal tersebut, menurut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Paranwansa, merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Kementerian Kesehatan Nomor HK.02.02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang belum Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022 lalu.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi memublikasikan tentang KLB Hepatitis jenis ini pada 15 April 2022. Publikasi dimuat setelah Inggris Raya melaporkan adanya peningkatan kasus signifikan pada pasien hepatitis di mana tak ditemukannya virus A-E dalam penelitian laboratorium.
Lantas pada akhir April, kasus hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya ini menyerang Indonesia. Tercatat, ada tiga pasien anak yang meninggal saat menjalani perawatan di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta.
Menurut Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR) per 4 Mei 2022, di Jatim saat ini sudah terdeteksi 114 kasus terduga Sindrom Jaundice Akut yang tersebar di beberapa kabupaten dan kota. Disebutkan pula penyakit menular ini tidak menyerang kelompok umur spesifik meski cenderung mengalami kenaikan jumlah pada minggu ke-14 hingga ke-17.
Berdasarkan informasi tersebut kata Khofifah ketika berada di Kantorl Bakorwil Malang, Kamis (5/5/2020) petang, maka semua orang, baik anak kecil maupun dewasa, harus punya kesadaran akan bahaya penyakit ini. ”Semua pihak wajib kerak cepat melihat gejalanya karena semakin cepat ditangani, peluang untuk menghindari hal yang tidak diinginkan kian besar,” ujarnya.
Mantan Menteri Sosial itu menyebutkan, gejala klinis dari Hepatitis akut ini antara lain nyeri perut bagian bawah, diare, muntah-muntah, serta peningkatan enzim hati. Hingga saat ini, tidak ditemukan gejala demam dalam sebagian besar kasus. Meski begitu, ia mengingatkan agar tidak lengah jika ada warga masyarakat yang mengalami demam.
”Jangan anggap sepele gejala yang ada. Walaupun jarang ada pasien hepatitis akut ini yang menderita demam, tetapi alangkah baiknya kalau masyarakat langsung memeriksakan diri ke fasislitas kesehatan terdekat kalau sudah merasa tidak enak badan,” ujarnya.
Selain itu, Khofifah juga menekankan pentingnya tindakan preventif dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta protokol kesehatan. Ia juga mengingatkan agar masyarakat menjaga satu sama lain dengan saling mengawasi.
Semua pihak wajib kerak cepat melihat gejalanya karena semakin cepat ditangani, peluang untuk menghindari hal yang tidak diinginkan kian besar. (Khofifah)
Hal yang penting tetap cuci tangan dengan sabun, memakan makanan bersih dan sehat, menjaga jarak, serta hindari menggunakan fasilitas atau barang yang sudah digunakan orang lain. ”Kira-kira hampir sama seperti saat menerapkan protokol kesehatan untuk menjaga diri dari covid-19,” kata gubernur perempuan pertama Jatim itu.
Khofifah mengajak masyarakat agar tetap tenang dalam menghadapi potensi kritis yang disebabkan hepatitis akut tersebut.
”Untuk mencegah dan mengendalikan penularan hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya di Jawa Timur, saya mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati, tetapi tetap tenang," ujarnya.
Baca Juga:
Hepatitis Akut dengan Penyebab Misterius Kian Meluas Segera Kenali Gejala Penularan
Meningkatkan pengawasan
Pemerintah Kota Surabaya mewaspadai potensi kasus hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya (etiologi). Karena itu, seluruh fasilitas kesehatan, terutama rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat di Surabaya diminta agar meningkatkan pengawasan.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Nanik Sukristina mengatakan, sampai saat ini di Kota Surabaya belum ada laporan terkait penemuan kasus hepatitis akut. Meski begitu, sejak 28 April 2022, melalui surat edaran pihaknya telah meminta setiap fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk meningkatkan upaya dan kesiapsiagaan mewaspadai potensi kasus tersebut.
Surat edaran itu menindaklanjuti SE Kemenkes RI No HK 02/C/2515/2022 tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya pada tanggal 27 April 2022,
Sejumlah upaya meningkatkan kewaspadaan dini kepada setiap fasilitas pelayanan kesehatan pun dimaksimalkan. Bagi setiap rumah sakit, Dinkes Surabaya meminta agar melakukan pengamatan semua kasus sindrom jaundice akut yang tidak jelas penyebabnya dan ditangani sesuai SOP serta pemeriksaan laboratorium.
Selanjutnya melakukan Hospital Record Review (HRR) terhadap hepatitis akut yang tidak diketahui etiologinya sejak 1 Januari 2022 dan melaporkan segera jika ada penemuan kasus potensial sesuai indikasi kasus tersebut.
Bagi setiap puskesmas, Nanik menyebutkan, pihaknya meminta agar seluruhnya melakukan penguatan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada seluruh masyarakat Kota Surabaya. Termasuk pula upaya pencegahan melalui perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) secara konsisten dalam berkegiatan sehari-hari dan di lingkungan tempat tinggal. ”Selain itu, juga mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk segera mengakses puskesmas setempat apabila mengalami sindrom jaundice,” ujarnya.
Di sisi lain, Dinkes juga meminta setiap puskesmas agar memantau dan melaporkan kasus sindrom jaundice akut secara rutin melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respons (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urine berwarna gelap yang timbul secara mendadak.
Selain itu, kata Nanik, pihaknya juga meminta seluruh puskesmas di Surabaya agar melakukan penguatan jejaring kerja surveilans lintas program dan lintas sektor di setiap wilayah kerja. ”Segera memberikan notifikasi atau pelaporan melalui SKDR apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut ataupun penemuan kasus ke Dinkes Kota Surabaya,” tambahnya.