Hepatitis Misterius pada Anak Sudah Menyebar di 12 Negara
Kasus hepatitis pada anak-anak telah ditemukan di 12 negara, menyebabkan satu anak meninggal. Penyebab radang hati berat ini belum bisa dipastikan.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, kasus hepatitis pada anak-anak terus meluas dan sekarang ditemukan di 12 negara. Setidaknya satu anak meninggal karena jenis hepatitis atau radang hati berat yang sumbernya belum diketahui dengan pasti.
Meluasnya penyebaran hepatitis ini dilaporkan WHO pada Sabtu (23/4/2022). Setidaknya 169 kasus hepatitis atau peradangan hati yang akut telah menyerang anak-anak, sebagian besar di Eropa.
Data WHO, kasus hepatitis pada anak ini telah ditemukan di Inggris dan Irlandia atau Inggris Raya (114), Spanyol (13), Israel (12), Amerika Serikat (9), Denmark (6), Irlandia (5), Belanda (4), Italia (4), Norwegia (2), Perancis (2), Romania (1), dan Belgia (1). Kasus ini dialami anak berusia 1 bulan hingga 16 tahun. Tujuh belas anak (sekitar 10 persen) membutuhkan transplantasi hati dan setidaknya satu kematian.
Menurut WHO, sindrom klinis di antara kasus yang teridentifikasi ini merupakan hepatitis akut atau peradangan hati dengan peningkatan enzim hati yang nyata. Banyak kasus melaporkan gejala gastrointestinal termasuk sakit perut, diare, dan muntah sebelum mengalami gejala hepatitis akut parah, dan peningkatan kadar enzim hati (aspartate transaminase (AST) atau alanine aminotransaminase (ALT) lebih besar dari 500 IU/L dan penyakit kuning.
Sebagian besar kasus tidak mengalami demam. Virus umum yang menyebabkan hepatitis virus akut, yaitu virus hepatitis A, B, C, D, dan E, belum terdeteksi dalam kasus-kasus ini. Perjalanan internasional atau hubungan ke negara lain berdasarkan informasi yang tersedia saat ini juga belum diidentifikasi sebagai faktor.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Para petugas dari Dinas Kesehatan Kota Depok dan Puskesmas Cinere melakukan pengecekan dan investigasi lapangan terkait laporan penyakit hepatitis A yang menyerang warga di RT 001 dan RT 002/RW 001, Cinere, Depok, Jawa Barat, Rabu (28/8/2019).
Adenovirus telah terdeteksi dalam 74 kasus. Dari jumlah kasus dengan informasi pengujian molekuler, 18 kasus telah diidentifikasi sebagai tipe F 41. Virus SARS-CoV-2 diidentifikasi dalam 20 kasus yang diuji. Selanjutnya, 19 kasus terdeteksi dengan koinfeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.
Adenovirus merupakan kelompok virus yang umumnya terkait dengan gejala seperti pilek, demam, sakit tenggorokan, dan mata merah. WHO menyebutkan, adenovirus saat ini merupakan salah satu yang diduga sebagai penyebab yang memicu hepatisis ini. Meski demikian, kelompok virus ini sebelumnya belum pernah memicu keparahan sebagaimana terjadi saat ini.
Infeksi adenovirus tipe 41, tipe adenovirus yang ditemukan pada sejumlah kasus, sebelumnya tidak dikaitkan dengan presentasi klinis semacam itu. Adenovirus adalah patogen umum yang biasanya menyebabkan infeksi yang akan menghilang sendiri.
Pemerintah maupun pemerintah daerah bisa berkolaborasi dengan para dokter, khususnya dokter anak. Sistem peringatan dini dan deteksi dini harus ditingkatkan. (Dicky Budiman)
Ada lebih dari 50 jenis adenovirus yang berbeda secara imunologis yang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Adenovirus tipe 41 biasanya muncul sebagai diare, muntah, dan demam, sering disertai dengan gejala pernapasan. Meskipun ada laporan kasus hepatitis pada anak dengan gangguan sistem imun dengan infeksi adenovirus, adenovirus tipe 41 tidak diketahui sebagai penyebab hepatitis pada anak yang sehat.
Deteksi dini
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Minggu (24/4/2022), mengatakan, kemunculan hepatitis dengan penyebab yang belum diketahui pasti ini perlu menjadi kewaspadaan karena bisa jadi wabah baru yang meluas. ”Sumbernya belum bisa dipastikan. Antara adenovirus atau kaitan dengan Covid-19 belum bisa dipastikan. Tetapi, kasus-kasus yang ditemukan pada anak sebagian dari mereka, entah mereka sendiri pernah terinfeksi Covid-19 atau keluarganya. Sebagian kasus juga mengalami koinfeksi, atau infeksi bersama adenovirus dengan SARS-CoV-2,” katanya.
Menurut Dicky, sambil menunggu temuan yang valid dari WHO, kewaspadaan menjadi penting. Temuan hepatitis ini rata-rata terjadi di negara maju yang deteksi penyakitnya bagus. Bisa jadi kasus serupa sebenarnya juga terjadi di negara-negara lain, tetapi belum terdeteksi karena masalah deteksi dini.
”Mitigasinya, pemerintah maupun pemerintah daerah bisa berkolaborasi dengan para dokter, khususnya dokter anak. Sistem peringatan dini dan deteksi dini harus ditingkatkan,” katanya.
Selain itu, masyarakat juga perlu waspada. Ketika dalam keluarga ada anak, terutama di bawah 12 tahun yang ada gejala kekuningan pada mata atau air kencingnya, dan gejala-gejala lain yang menyerupai hepatitis, harus segera mendapat pemeriksaan dokter. ”Di masa pandemi ini, deteksi atau surveilans ini menjadi sangat penting, termasuk gejala-gejala lain yang bisa jadi terkait dengan Covid-19,” katanya.