Waspada, Risiko Kesehatan Mudik Bukan Hanya Covid-19
Perjalanan panjang, terutama bagi pengemudi, akan menguras banyak energi. Beragam gangguan kesehatan sangat mungkin terjadi dalam perjalanan. Apalagi, jika sudah menderita penyakit tertentu sehingga berisiko kambuh.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Mudik Lebaran 2022 tinggal menghitung hari. Banyak orang tak sabar melepas rindu bertemu keluarga setelah dalam dua tahun terakhir merelakan momen merayakan Idul Fitri di kampung halaman karena terkendala pandemi. Namun, beragam risiko kesehatan selama perjalanan jarak jauh patut diwaspadai. Risiko bukan hanya berwujud penularan virus pemicu Covid-19, melainkan terentang sampai perburukan bagi pengidap penyakit kronis.
Slogan ”Mudik Aman, Mudik Sehat” terus digaungkan menjelang Idul Fitri 1443 H pada awal Mei mendatang. Tidak hanya mempersiapkan kendaraan, warga juga perlu meningkatkan proteksi kesehatannya. Jika tidak, gangguan kesehatan berisiko menjadi kendala yang bisa memicu kepanikan sehingga mengganggu kelancaran perjalanan.
”Mudik tahun ini harus sehat dan aman. Menyiapkan kondisi fisik karena mungkin akan menempuh perjalanan jauh. Istirahat cukup dan tidak memaksakan diri. Jika lelah, mengantuk, segera beristirahat. Jangan cuma minum kopi jawabannya,” ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Siti Nadia Tarmizi, di Jakarta, Rabu (20/4/2022).
Perjalanan mudik yang panjang, terutama bagi pengemudi, akan menguras banyak energi. Beragam gangguan kesehatan sangat mungkin terjadi dalam perjalanan. Apalagi jika sudah menderita penyakit tertentu sehingga berisiko kambuh.
Nadia mengatakan, Kementerian Kesehatan sedang menyusun panduan praktis untuk menerapkan mudik sehat. ”Selain tentunya tetap menjalankan protokol kesehatan. Kami menyiapkan 340 pos kesehatan di jalur mudik,” ujarnya.
Dokter spesialis penyakit dalam di Rumah Sakit Pondok Indah-Puri Indah, Wirawan Hambali, menjelaskan, terdapat sejumlah risiko kesehatan pada pemudik. Satu di antaranya adalah perburukan kondisi bagi pengidap penyakit kronis.
Pemudik yang menderita diabetes melitus, misalnya, berisiko kontrol gula darahnya terganggu selama perjalanan. ”Ini sesuatu yang harus diantisipasi. Pasien diabetes juga berisiko mengalami komplikasi. Bisa terjadi kapan pun selama perjalanan,” ujarnya dalam bincang ”Mudik Sehat, Mudik Selamat, Mudik Bermanfaat” secara daring.
Penderita diabetes juga perlu mempertimbangkan asupan makanan dan minuman jika harus berbuka puasa dalam perjalanan mudik. Sebab, belum tentu menu di rumah makan ramah dengan kondisi kesehatan mereka.
Hindari makanan mentah dan susu yang terpajan udara. Hati-hati menggunakan es batu. Pastikan diproduksi dengan baik, bukan dari air mentah. Ini sering terlewatkan.
”Misalnya, makanan tinggi karbohidrat dan rendah serat. Itu kurang baik untuk orang dengan diabetes. Jadi, kalau memungkinkan, bawa bekal sendiri. Jika sudah terbiasa mengonsumsi beras merah, bisa dipersiapkan untuk menu berbuka,” jelasnya.
Akibat kelelahan dalam perjalanan mudik, penderita hipertensi dapat mengalami perburukan tekanan darah. Kondisi ini bisa diperparah oleh asupan yang tidak tepat, seperti makanan berkadar garam tinggi dan konsumsi daging merah berlebih.
Penderita penyakit kronis lainnya juga berpotensi mengalami risiko gangguan kesehatan. Oleh sebab itu, sebelum mudik, diperlukan persiapan matang untuk mengantisipasinya sehingga tidak menimbulkan kepanikan di tengah perjalanan.
”Sering sekali saat mudik, obatnya (pengidap penyakit kronis) malah ketinggalan. Padahal, belum tentu obat yang selama ini diminum tersedia di tempat tujuan atau di perjalanan,” katanya.
Risiko lain
Selain obat terkait penyakit yang diidap, obat-obatan seperti obat lambung, demam, dan alergi juga perlu dipersiapkan. Sebab, gangguan kesehatan ini sering dialami pemudik dalam perjalanan sehingga wajib diantisipasi.
”Saat makan di tempat tertentu, misalnya, alerginya kambuh. Jangan sampai tidak siap tanpa obat-obatan itu,” ucapnya.
Ancaman penyakit yang ditimbulkan oleh kontaminasi bakteri juga berpeluang terjadi selama mudik. Oleh sebab itu, saat berbuka puasa, pemudik disarankan menyantap makanan hangat atau baru dimasak. Tujuannya untuk mengurangi mengonsumsi makanan yang kurang higienis.
”Hindari makanan mentah dan susu yang terpajan udara. Hati-hati menggunakan es batu. Pastikan diproduksi dengan baik, bukan dari air mentah. Ini sering terlewatkan,” ujarnya.
Pemudik juga rentan mengalami dehidrasi. Selain karena terbatasnya asupan selama puasa, juga disebabkan tingginya metabolisme tubuh saat beraktivitas sehingga gampang berkeringat. Oleh karena itu, pemudik direkomendasikan minum air putih yang cukup ketika sahur.
Wirawan mengatakan, salah satu kebiasaan umum pemudik adalah menahan buang air kecil. Padahal, kebiasaan ini berisiko menyebabkan infeksi saluran kemih.
”Dalam perjalanan, jangan sungkan meminta waktu ke pengemudi untuk buang air kecil. Hindari juga berdiam diri dalam waktu lama. Usahakan menggerakkan otot-otot agar tidak kaku,” ujarnya.
Hal lain yang tidak boleh dilupakan adalah mempertimbangkan hal tak terduga selama perjalanan. Wirawan menyinggung kejadian ”Brexit” yang merujuk pada kemacetan parah di pintu keluar Gerbang Tol Brebes Timur pada mudik 2016. Akibat kejadian itu, pemudik terjebak macet berjam-jam sehingga membuat sejumlah pemudik kelelahan.
”Siapa yang menduga pada saat itu terjadi kemacetan yang begitu lamanya sampai sebagian orang tidak siap. Jadi, perlu membawa makanan dan minuman yang cukup dan mempersiapkan kendaraan jika menghadapi situasi seperti itu. Apa pun bisa terjadi dalam perjalanan,” katanya.