Pendanaan global untuk diagnosis, terapi, dan pencegahan tuberkulosis kurang dari setengah target global, yakni 13 miliar dollar AS pada 2022. WHO menyerukan komitmen global untuk mendukung pengendalian penyakit itu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Sejak ditemukan 140 tahun lalu oleh ilmuwan Jerman Robert Koch, tuberkulosis atau TBC masih menjadi masalah serius bagi kesehatan dunia. Dibutuhkan komitmen global yang kuat untuk mengatasinya, termasuk meningkatkan investasi dalam mengendalikan penyakit menular paling mematikan nomor dua di dunia setelah Covid-19 itu.
Pembiayaan global untuk diagnosis, terapi, dan pencegahan TBC kurang dari setengah target global, yakni sebesar 13 miliar dollar AS per tahun pada 2022. Oleh karena itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyerukan komitmen global untuk mendukung upaya memerangi penyakit tersebut.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, salah satu tantangan pengendalian TBC adalah kurang memadainya pembiayaan. Padahal, investasi cukup berguna untuk mengembangkan dan memperluas akses layanan pencegahan, deteksi, dan pengobatan.
”Investasi pada pengendalian TBC memberikan manfaat signifikan melalui penyelamatan jiwa, perawatan kesehatan, dan meningkatkan produktivitas,” ujarnya dalam diskusi G20 Health Working Group tentang Tuberkulosis yang digelar secara luring dan daring, Selasa (29/3/2022).
Tedros menyebutkan, peningkatan investasi sangat penting dalam mengeliminasi TBC. Masyarakat yang sehat akan menjadi landasan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik di suatu negara.
Investasi tidak hanya bermanfaat bagi penderita TBC, tetapi juga memperkuat sistem kesehatan. Sejumlah kebutuhan mendesak saat ini di antaranya dukungan fasilitas kesehatan dan vaksin TBC terbaru.
Tedros juga menyoroti ketimpangan pembiayaan publik antarnegara. Negara dengan ekonomi lebih lemah memiliki kapasitas fiskal yang kurang memadai, terutama setelah terdampak pandemi Covid-19 dalam dua tahun terakhir.
Indonesia menjadi negara penyumbang kasus TBC terbanyak ketiga di dunia pada 2021 dengan 824.000 kasus. Jumlah itu hanya kalah dari India (2,5 juta kasus) dan China (842.000 kasus).
”Meningkatkan pembiayaan publik adalah cara yang paling berkelanjutan untuk menutup kesenjangan itu. Hal ini menjadi perjalanan menuju perluasan cakupan kesehatan,” katanya.
Berdasarkan data WHO, terdapat 28.000 penderita TBC dalam sehari. Sebanyak 4.100 orang meninggal akibat TBC setiap hari.
Indonesia menjadi negara dengan kasus TBC terbanyak ketiga di dunia pada 2021 dengan 824.000 kasus. Jumlah itu hanya lebih rendah dari India (2,5 juta kasus) dan China (842.000 kasus).
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, TBC merupakan salah salah satu pembunuh utama di dunia pada abad ke-17 dan ke-19. Penyakit ini bertanggung jawab atas 25 persen dari kematian di Amerika Serikat dan Eropa.
”Saat ini, 140 tahun sejak penemuan (Robert) Koch, TBC tetap menjadi beban global yang menginfeksi 10 juta individu baru setiap tahun. Dua pertiga kasusnya ditemukan di antara negara-negara G20,” ujarnya.
Budi menambahkan, WHO sudah menyatakan TBC sebagai darurat global pada 1993. Upaya global dalam mengatasi penyakit ini menyelamatkan 66 juta jiwa sejak tahun 2000. Namun, pandemi Covid-19 telah melemahkan banyak sistem kesehatan.
Presidensi G20 Indonesia dimanfaatkan untuk memperkuat arsitektur kesehatan global dan mengadvokasi layanan esensial TBC. Salah satu hal yang harus dilakukan adalah meningkatkan surveilans di antara suspek, kontak erat, dan populasi berisiko tinggi.
”Penemuan kasus berbasis risiko dan proaktif untuk TBC klinis dan subklinis sangat penting dengan membawa alat diagnostik lebih dekat ke masyarakat, termasuk melalui x-ray dan teknologi molekuler,” ujarnya.
Upaya lainnya adalah meningkatkan penggunaan obat dengan masa pemberian yang lebih pendek dan pengobatan pencegahan. Selain itu, berinvestasi secara memadai serta berkelanjutan dalam penelitian dan pengembangan yang lebih baik.
”Kita dapat mengakhiri TBC pada 2030 jika vaksin yang efektif tersedia pada 2025. TBC sepenuhnya dapat dicegah dan disembuhkan,” ucapnya.