Menuntaskan Vaksinasi Covid-19 Dosis Lengkap di Indonesia
Program vaksinasi Covid-19 terus diupayakan pemerintah untuk mengejar target minimal 70 persen populasi pada Juni 2022. Sayangnya, laju vaksinasi masih menemui kendala, terutama keterlambatan pemberian dosis kedua.

Seorang petugas kesehatan dari Polda Sumsel memanggil peserta vaksinasi di salah satu sentra vaksinasi di Palembang, Sumatera Selatan (18/2/2022). Percepatan vaksinasi dilakukan karena kasus positif covid-19 di Sumsel kian merebak.
Hingga 23 Februari 2022, jumlah penduduk yang telah menerima vaksin dosis lengkap mencapai 142,27 juta jiwa atau 68 persen dari total populasi. Standar minimum yang perlu dicapai sebuah komunitas agar terbentuk kekebalan kelompok adalah 70 persen.
Namun, upaya pemerintah mencapai target yang hampir tercapai tersebut menyisakan tantangan besar, yaitu vaksinasi ulang bagi 2,4 juta orang. Pasalnya, setiap individu penerima vaksin pertama yang sudah lebih dari enam bulan tidak mendapat vaksin kedua dianggap sudah tidak memenuhi kriteria lagi untuk menerima vaksin kedua.
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor SR.02.06/II/921/2022 tentang Pemberian Vaksinasi Covid-19 bagi Sasaran yang Drop Out tertulis bahwa batas maksimum jeda antardosis maksimal adalah enam bulan. Apabila terlewati, harus diulang dengan jenis vaksin yang dapat berbeda dari sebelumnya.
Catatan berikutnya adalah jenis vaksin bagi penerima ulang dianjurkan tidak menggunakan Sinovac karena jumlah yang didistribusikan cukup terbatas dan hanya difokuskan bagi anak usia 6-11 tahun. Jenis vaksin lain yang dapat dipakai, antara lain, AstraZeneca, Pfizer, Moderna, Sinopharm, Novavax, dan Janssen.

Anak-anak bersama orang tuanya antre untuk mengikuti vaksinasi Covid-19 serentak yang digelar Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan di Gedung Sultan Suriansyah, Kota Banjarmasin (10/2/2022). Vaksinasi tersebut menyasar 3.000 orang dari kelompok anak-anak, lansia, dan masyarakat umum.
Kekhawatiran terlambatnya vaksinasi kedua ini bukan tanpa alasan karena berkaitan erat dengan peluang terbentuknya imunitas tubuh terhadap virus korona. Implikasi dari terbentuknya imunitas dari vaksin adalah penurunan risiko infeksi, perawatan rumah sakit, hingga risiko kematian.
Apabila dilihat secara lebih luas, hingga 23 Februari 2021 penerima vaksin dosis pertama mencapai 190.228.123 jiwa, sementara penerima dosis kedua baru 142.270.154 jiwa. Dari jumlah penerima dosis pertama, artinya ada 25,21 persen penduduk yang perlu segera mendapat vaksin dosis lengkap.
Sejumlah provinsi di Indonesia perlu melakukan akselerasi proses vaksin ke masyarakat karena selisih penerima dosis pertama dan kedua sangat besar. Lima provinsi dengan selisih terbesar adalah Aceh (48,28 persen), Maluku Utara (46,03 persen), Maluku (43,24 persen), Sulawesi Tengah (42,42 persen), dan Kalimantan Selatan (41,40 persen).
Keterlambatan vaksinasi lengkap hingga lebih dari enam bulan tentu memiliki beragam alasan, mulai dari faktor internal individu, seperti kondisi fisik tubuh, risiko KIPI, hingga kesadaran untuk menerima vaksin dosis kedua. Padahal, Kemenkes RI telah menjamin bahwa stok dosis vaksin memadai hingga tercapai target vaksinasi nasional.

Menuntaskan vaksinasi
Situasi pandemi yang sangat tidak menentu menjadi keresahan sendiri bagi banyak pihak. Munculnya varian-varian virus yang lebih infeksius seakan menarik mundur beberapa langkah penanganan pandemi. Dalam perkembangannya, situasi dapat saja tiba-tiba memburuk apabila masyarakat tidak memiliki jaminan perlindungan, yaitu melalui sistem kekebalan tubuh.
Keberadaan vaksin menjadi modal berharga di tengah lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron saat ini. Kementerian Kesehatan RI mencatat bahwa 68 persen kematian pasien terinfeksi varian Omicron adalah orang yang belum mendapatkan vaksinasi lengkap.
Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang melibatkan 8.153 pasien menunjukkan bahwa kemampuan imunitas tubuh melindungi dari infeksi varian Delta mencapai hingga 94 persen. Bahkan, untuk varian lain, seperti Alpha dan Mu, efektivitas vaksin 98,6 persen.
Vaksinasi terbukti menurunkan potensi infeksi, gejala berat, perawatan intensif di rumah sakit, hingga kematian pasien. Hanya saja, kekebalan tubuh yang terbentuk dari vaksinasi akan berkurang drastis setelah periode 3-6 bulan setelah vaksinasi.

Para lansia mengantre sebelum divaksin Covid-19 Kelurahan Kaligangsa, Kecamatan Margadana, Kota Tegal, Jawa Tengah (10/6/2021). Untuk menghindari kerumunan, sebanyak 649 lansia yang mengikuti vaksinasi massal dijemput dan diantar kembali ke rumah masing-masing sesuai nomor urutnya.
Lembaga The Global Alliance for Vaccines and Immunisation (GAVI) mengingatkan pentingnya vaksinasi dosis lengkap bagi seluruh masyarakat dunia. Sebagai contoh, jenis vaksin Pfizer dan BioNTech memiliki tingkat kekebalan hingga 91,3 persen setelah dua kali dosis, bahkan bertahan hingga enam bulan setelah vaksinasi. Demikian pula Moderna dengan tingkat efikasi 94 persen.
Karena itu, Pemerintah Indonesia terus berupaya mengejar target minimal populasi yang menerima vaksin dosis lengkap. Namun, tantangan pemerintah untuk segera menuntaskan vaksinasi masih cukup besar mengingat banyak kelompok rentan yang belum mendapatkan dan sebaran cakupan vaksinasi yang belum merata.
Dari 34 provinsi di Indonesia, hanya 11 provinsi yang telah berhasil melakukan vaksinasi kepada lebih dari 50 persen penduduknya. Sementara 10 provinsi bahkan kurang dari 40 persen, termasuk Papua yang paling rendah capaian vaksinasinya (13,62 persen).

Lansia dibantu TNI Polri menjalani vaksinasi penguat di gerai vaksin presisi di Stadion Patriot Candrabhaga, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (8/2/2022). Vaksinasi lansia serentak se-Indonesia tersebut berlangsung mulai pukul 09.00 WIB hingga 13.00 WIB.
Kelompok rentan masih menjadi pekerjaan rumah terbesar Indonesia untuk menuntaskan vaksinasi. Hingga 23 Februari 2022, dari target 21,55 juta jiwa warga lansia, cakupan dosis pertama baru mencapai 74,69 persen. Selain tergolong lambat, dari sekitar 16,09 juta jiwa penerima dosis pertama, pasti ada yang perlu mengulang kembali karena telah lebih dari enam bulan.
Selain persoalan sebaran vaksinasi dan kelompok rentan, tantangan lain adalah lambatnya laju vaksinasi nasional secara harian. Berdasarkan pantauan data vaksinasi tanggal 1-22 Februari 2022, penambahan setiap harinya kurang dari 1 persen, yaitu 0,43 persen atau 578.805 orang per hari.
Dengan laju vaksinasi sekitar 578.000 jiwa setiap hari, target 70 persen populasi yang mendapat vaksinasi lengkap bisa dicapai dalam waktu 2-3 bulan. Namun, kondisi tersebut masih menghadapi sejumlah faktor penghambat yang mungkin muncul, seperti penerimaan masyarakat, akses ke daerah-daerah, dan komorbid individu yang dapat menghambat tercapainya target vaksinasi.

Dalam peninjauan vaksinasi Covid-19 secara virtual (17/2/2022), Presiden Joko Widodo juga berinteraksi dengan para penyelenggara maupun peserta vaksinasi. Dengan demikian, kendala bisa diketahui. Seperti di Papua, masih ada warga yang enggan vaksinasi.
Meningkat
Strategi penanganan pandemi terus berpacu dengan waktu di tengah meningkatnya kasus Covid-19. Pemerintah perlu memastikan semua masyarakat mendapatkan jatah vaksin tepat waktu atau tidak melebihi enam bulan setelah vaksinasi per dosisnya.
Tujuan utama masyarakat tidak terlambat menerima dosis lengkap adalah menjaga kekebalan tubuh terhadap virus korona agar tidak terjadi perburukan saat terinfeksi. Saat ini hampir semua negara di dunia telah melakukan vaksinasi penguat atau dosis ketiga, bahkan ada beberapa negara yang mewacanakan vaksin dosis keempat.
Manfaat vaksinasi lengkap tergambar dari studi yang dilakukan Kemenkes terhadap 71.455 tenaga kesehatan di DKI Jakarta selama periode Januari-Juni 2021. Hasil riset menunjukkan bahwa hanya 5,03 persen yang terinfeksi Covid-19 setelah mendapatkan vaksin dosis lengkap dan 0,17 persen yang memerlukan perawatan di rumah sakit.
Penelitian Ririn Ramadhany dari National Institute of Health Research and Development Kemenkes juga mengungkap bahwa pemberian vaksin penguat homolog (jenis vaksin pertama hingga ketiga sama) berjenis Sinovac mampu meningkatkan antibodi hingga 7,8 kali lipat.

Korem 163/Wira Satya bersama Bank Indonesia Provinsi Bali, BSI Bali, dan Badan Musyawarah Perbankan Daerah (BMPD) Bali mengadakan kegiatan ”Serbuan Vaksinasi Booster” bagi masyarakat di Aula Wira Satya, Korem 163/Wira Satya, Kota Denpasar (4/2/2022).
Sementara vaksin penguat heterolog (jenis vaksin ketiga berbeda dari dosis pertama dan kedua), yaitu penerima Sinovac diberi penguat Moderna, dapat meningkatkan antibodi hingga 67 kali lipat. Penelitian tersebut melibatkan 177 orang dan dilaksanakan sebulan setelah menerima vaksin penguat (booster).
Penelitian tentang peran vaksin penguat juga dilakukan di Hong Kong dengan membandingkan vaskin Sinovac dan BioNTech. Keduanya dipilih karena memiliki perbedaan bahan penyusun, yaitu Sinovac menggunakan inactivated virus, sementara BioNTech memakai mRNA.
Hasilnya, apabila hanya menerima dosis vaksin hanya sekali, perlindungan setelah 3-6 bulan berikutnya dari infeksi, perawatan rumah sakit, dan kematian adalah nihil. Sementara jenis vaksin heterolog menunjukkan penurunan yang sangat drastis terhadap peluang infeksi hingga kasus kematian. Dari kedua jenis vaksin, BioNTech memiliki efikasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Sinovac.
Baca juga: Mengawal Distribusi dan Stok Vaksin Nasional
Melihat besarnya manfaat vaksinasi, terutama vaksinasi dosis lengkap dan dosis penguat, program vaksinasi Covid-19 di Tanah Air harus mendapat perhatian seluruh pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.
Tindak lanjut dari temuan jumlah masyarakat yang harus mengulangi vaksin dosis pertama, belum meratanya vaksinasi pada kelompok rentan, dan ketimpangan capaian vaksinasi secara kewilayahan menjadi tantangan besar mewujudkan target kekebalan komunitas di Indonesia. Di tengah munculnya varian-varian baru yang jauh lebih infeksius, akselerasi vaksinasi ini harus segera tuntas diselesaikan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Melihat Peluang Terbentuknya Kekebalan Komunitas Covid-19 di Indonesia