Mengawal Distribusi dan Stok Vaksin Nasional
Program vaksinasi nasional memiliki tujuan jelas dalam penyelesaian masalah di tengah pandemi. Karena itu, pengadaan dan distribusi vaksin perlu dilakukan dengan pengawasan yang ketat.
Kekebalan komunitas menjadi tujuan akhir dari program vaksinasi Covid-19 nasional. Pemerintah perlu menjamin ketersediaan dan distribusi vaksin nasional hingga tercapai target terkendalinya pandemi Covid-19.
Sistem imun tubuh manusia terhadap virus SARS-CoV-2 perlu dirangsang secara cepat, agar tidak terjadi transmisi berkepanjangan dan gejala berat. Vaksin menjadi cara yang efektif untuk mendorong pembentukan sistem imun tersebut di dalam tubuh manusia.
Vaksin harus diberikan kepada masyarakat luas agar terbentuk kekebalan komunitas. Semakin banyak warga yang menerima vaksin, semakin mendekati titik ideal kekebalan komunitas. Standar minimum agar terbentuk kekebalan tersebut adalah setidaknya 70 persen populasi di suatu negara telah menerima vaksin.
Secara nasional, vaksinasi Covid-19 mulai dilakukan pada awal tahun 2021 dengan target tenaga kesehatan, lansia, dan petugas publik. Total ada 40,35 juta jiwa yang menjadi prioritas penerima vaksin. Dalam perkembangannya per 7 Juni 2021, vaksin dosis pertama telah diterima sebanyak 44,15 persen dari total target.
Untuk mempercepat program vaksinasi dalam negeri, pada 18 Mei 2021 pemerintah menambah jalur vaksinasi gotong royong. Vaksinasi gotong royong diperuntukkan bagi karyawan dan keluarga yang seluruh biayanya ditanggung oleh perusahaan.
Dengan dimulainya vaksinasi gotong royong, Indonesia memiliki dua mekanisme vaksinasi. Program ini dikawal dua lembaga. Satu lembaga bertanggungjawab untuk pembuatan dan distribusi vaksin adalah Bio Farma, sementara BPOM bertugas untuk menjamin keamanan produk vaksin.
Secara nasional, jumlah vaksin yang telah didistribusikan mencapai 37 juta dosis. Jumlah tersebut meliputi 29,9 juta dosis dari Bio Farma yang dibuat dari bahan baku Sinovac. Sebanyak 3 juta dosis dari Sinovac berupa vaksin siap pakai dan 4,1 juta dosis dari COVAX/GAVI-AstraZeneca.
Dari sisi ketersediaan vaksin, Bio Farma menyebutkan bahwa bahan baku yang telah dimiliki sebanyak 65,5 juta dosis dari Sinovac. Sementara produksi vaksin yang telah dilakukan sebanyak 48,79 juta dosis hingga 18 Mei 2021. Dari jumlah produksi tersebut, 67,43 persen telah didistribusikan, sisanya masih proses karantina.
Apabila dibandingkan antara total produksi dan kapasitas produksi per tahun, di atas kertas Indonesia berpeluang besar mampu mencukupi kebutuhan vaksin nasional. Dengan kapasitas produksi tahunan Bio Farma yang mencapai 267,6 juta dosis, pengadaan vaksin untuk program vaksinasi gratis dari pemerintah dapat dilakukan.
Vaksinasi gratis menggunakan produk Sinovac dan AstraZeneca, sementara program vaksinasi gotong royong menggunakan produk dari Sinopharm dan Cansino. Bio Farma menyebutkan jumlah vaksin Sinopharm yang siap pakai sebanyak 500.000 dosis dan akan bertambah sebanyak 7 juta dosis secara bertahap hingga Agustus 2021.
Untuk pemenuhan kebutuhan vaksin gotong royong, vaksin Cansino dari China akan diterima dalam dua tahap, yaitu 3 juta dosis pada Juli-September 2021 dan 2 juta dosis pada kuartal-IV 2021. Berbeda dengan vaksin lain, Cansino hanya membutuhkan satu kali suntik.
Capaian vaksinasi
Melihat rancangan dan progres dari sisi pengadaan, produksi vaksin yang ditangani Bio Farma dapat diharapkan menjadi tumpuan awal program vaksinasi. Titik celah yang harus diwaspadai adalah fase distribusi dan kepastian kedatangan bahan vaksin yang masih mengandalkan pasokan bahan dari luar negeri.
Titik celah berikutnya dalah fase pelaksanaan vaksinasi. Melihat realisasinya, capaian vaksinasi secara nasional belum dapat dikatakan memuaskan. Pertimbangannya ada dua poin, yaitu target pertama sebanyak 40,35 juta jiwa atau hanya 15 persen dari populasi dan banyak sasaran prioritas yang belum tuntas divaksin, seperti kaum lanjut usia (lansia).
Target vaksinasi lansia secara nasional sebanya 21,55 juta jiwa, tetapi dosis pertama saja baru mencapai 16,72 persen atau 3,6 juta jiwa. Sementara dosis kedua vaksin Covid-19 hanya 10,89 persen.
Masih minimnya realisasi vaksinasi lansia menjadi tantangan capaian program vaksinasi nasional. Dibandingkan dengan capaian tenaga kesehatan dan petugas pubklik, vaksinasi lansia cukup tertinggal jauh.
Target vaksinasi tenaga kesehatan di Indonesia sebanyak 1,47 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, vaksinasi dosis pertama telah mencapai target, bahkan melebihi hingga 103,72 persen (1,52 juta jiwa). Sementara vaksinasi dosis kedua telah mencapai 94,83 persen pada 7 Juni 2021.
Capaian yang sama juga ditunjukkan pada vaksinasi petugas publik. Hingga awal Juni 2021, vaksinasi dosis pertama telah mencapai 73,26 persen dari total target sebesar 12,69 juta jiwa. Petugas publik meliputi tenaga pendidik hingga aparatur sipil negara (ASN).
Warga lansia menjadi kelompok yang rentan di tengah pandemi. Mortalitas dan jumlah pasien bergejala berat pun di dominasi oleh warga lansia. Oleh sebab itu, pemerintah perlu meningkatkan laju vaksinasi lansia demi menjamin keselamatan warga negara di tengah pandemi.
Selain dari sisi target sasaran vaksin, tantangan lain yang juga harus dicermati dalam program vaksin adalah pelaksanaan di daerah. Apabila dilihat per provinsi, target vaksinasi terbesar terletak di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Sumatera Utara. Target vaksinasi di lima wilayah tersebut memiliki proporsi 55,36 persen dari total seluruh target vaksinasi. Namun, dari aspek capaian vaksinasi, tidak semua provinsi tersebut memiliki realisasi terbanyak.
Dilansir dari laman Vaksin.kemkes.go.id, wilayah dengan pelaksanaan vaksinasi paling banyak adalah Bali (198,46 persen), DKI Jakarta (86,73 persen), Kepulauan Riau (82,69 persen), DI Yogyakarta (67,78 persen), dan Jawa Timur (64,64 persen). Kelima provinsi tersebut telah menuntaskan lebih dari separuh program vaksinasi di wilayahnya berdasarkan target yang ditetapkan.
Sementara wilayah dengan cakupan vaksinasi yang masih minim adalah Kalimantan Barat (22,91 persen), Sumatera Barat (21,31 persen), Maluku Utara (21,14 persen), Lampung (20,92 persen), dan Aceh (16,47 persen). Melihat celah pelaksanaan dari sisi target kelompok sasaran dan sebaran wilayah, pemerintah pusat dan daerah perlu menguatkan komunikasi untuk menemukan kendala di lapangan termasuk antisipasi pada tahapan distribusi agar program vaksinasi dapat berjalan sesuai perencanaan.
Pengawasan distribusi vaksin
Program vaksinasi nasional memiliki tujuan jelas dalam penyelesaian masalah di tengah pandemi. Oleh sebab itu, distribusi vaksin perlu dilakukan dengan pengawasan yang ketat. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 menyebut ada empat tujuan vaksinasi.
Pertama, mengurangi transmisi atau penularan Covid-19. Kedua, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19. Ketiga, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat. Terakhir, melindungi masyarakat dari Covid-19 agar tetap produksi secara sosial dan ekonomi.
Realisasi pemberian dosis pertama saja baru mencapai 16,72 persen atau 3,6 juta jiwa. Sementara dosis kedua vaksin Covid-19 baru 10,89 persen.
Distribusi vaksin dilakukan secara berjenjang, mulai dari pemerintah pusat, provinsi, hingga tingkat kabupaten dan kota. Sementara untuk menjamin keamanan produk vaksin, peralatan pendukung, dan logistik, pemerintah pusat menugaskan Bio Farma atau badan usaha lain sesuai aturan perundangan.
Apabila terjadi kekosongan atau kekurangan stok vaksin, Menteri Kesehatan dapat melakukan relokasi vaksin Covid-19 dari daerah lain. Dalam kasus khusus, untuk percepatan vaksinasi, menjaga keamanan, mutu dan khasiat vaksin, Menteri Kesehatan dapat langsung mendistribusikan ke tingkat kabupaten/kota, fasilitas pelayanan kesehatan, bahkan pos pelayanan vaksinasi.
Hanya, untuk distribusi cepat ke tingkat kabupaten/kota, Menteri Kesehatan perlu berkoordinasi dengan dinas kesehatan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Catatannya, skema-skema tersebut berlaku untuk program vaksinasi gratis, sementara untuk program vaksinasi gotong royong, Bio Farma melakukan verifikasi kesiapan fasilitas layanan kesehatan.
Hingga Mei 2021, terdapat 369 fasilitas layanan kesehatan yang layak menyediakan layanan vaksinasi untuk program vaksinasi gotong royong. Jumlah tersebut terdiri dari 352 klinik dan 17 rumah sakit. Sementara jumlah fasilitas layanan keehatan yang masih tahap verifikasi mencapai 542 unit terdiri dari 244 klinik dan 298 rumah sakit di seluruh Indonesia.
Baca juga: Berpacu dengan Kecepatan Mutasi Virus SARS-CoV-2
Meskipun vaksin bukan jalan keluar utama untuk keluar dari fase pandemi, mengawal distribusi dan ketersediaan vaksin menjadi satu cara untuk menjamin hak warga negara. Total penduduk Indonesia saat ini sekitar 270,2 juta jiwa. Artinya dibutuhkan minimal 189,1 juta jiwa penerima vaksin. Apabila vaksin tersebut dua dosis suntik, kebutuhan nasional harus mencapai sedikitnya 380 juta dosis.
Di tengah usaha pemerintah memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19 nasional, diperlukan kerja sama dari masyarakat, yaitu tetap menjalankan protokol kesehatan. Banyak kasus infeksi muncul, bahkan setelah menerima vaksinasi. Kondisi ini menggambarkan bahaya virus korona yang tetap mengancam sekalipun sudah ada program vaksinasi Covid-19. Beban pandemi akan terus bertambah apabila terjadi lonjakan kasus karena kelalaian kita sendiri. (LITBANG KOMPAS)