Walaupun Covid-19 varian Omicron umumnya tanpa gejala atau bergejala ringan, kewaspadaan menghadapi pandemi gelombang ketiga tidak boleh turun.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Walau pasien Covid-19 varian Omicron umumnya tak bergejala hingga bergejala ringan, kewaspadaan menghadapi pandemi tidak boleh kendur. Selain obat dan fasilitas kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan mesti dipastikan dan protokol kesehatan harus lebih ditegakkan.
Epidemiolog Tri Yunis Miko mengatakan, Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19 gelombang ketiga. Ini tampak dari kenaikan kasus Covid-19 selama beberapa pekan terakhir. Per Sabtu (5/2/2022), ada 33.729 kasus Covid-19 dengan 44 kasus kematian. Jumlah kasus pada 3-4 Februari 2022 meningkat dari 27.197 kasus menjadi 32.211 kasus.
Merebaknya Covid-19 varian Omicron dapat memicu kenaikan kasus. Ini karena Omicron empat kali lebih menular dari varian Delta. Omicron juga dapat memicu infeksi ulang (Kompas.id, 12/12/2021).
”Kasus (Covid-19) pasti akan banyak karena Omicron. Apa orang yang dirawat di rumah sakit akan banyak? Itu tergantung manajemen kita (mengelola pandemi). Kita mesti hati-hati di gelombang ketiga,” kata Tri saat dihubungi, Sabtu.
Menurut dia, gejala ringan yang diderita pasien Omicron merupakan hasil dari terbentuknya antibodi Covid-19, baik yang terbentuk dari infeksi alami maupun vaksinasi. Kementerian Kesehatan mencatat cakupan vaksinasi dosis pertama mencapai 89 persen, sementara dosis kedua 62 persen.
Walau demikian, Tri mengingatkan agar masyarakat tidak lengah karena cakupan vaksinasi belum merata. Penduduk berusia di bawah enam tahun pun belum divaksinasi. Selain itu, orang yang sudah divaksinasi masih berpotensi terinfeksi Covid-19, khususnya kelompok usia di atas 50 tahun dan orang dengan penyakit komorbid.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi sebelumnya menyatakan, kasus sakit ataupun kematian akibat Omicron rendah. Tren keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupancy rate/BOR) nasional sebesar 20 persen atau dalam ambang batas yang aman.
Pasien Covid-19 yang tidak bergejala atau bergejala ringan diimbau untuk isolasi mandiri, tidak perlu ke rumah sakit. Isolasi bisa dilakukan di rumah ataupun tempat isolasi terpusat. Ia juga mengimbau masyarakat agar menggunakan layanan telemedik.
”Dengan demikian, kita dapat mengurangi beban rumah sakit dan tenaga kesehatan, serta membantu menyelamatkan orang lain yang memiliki gejala sedang hingga kritis,” kata Nadia.
Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19 gelombang ketiga. Ini tampak dari kenaikan kasus Covid-19 selama beberapa pekan terakhir.
Tetap berbahaya
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan, Omicron tetap berbahaya walau dampaknya tidak seberat Delta. Spektrum penyakit akibat Omicron luas. Ada yang tidak bergejala, tapi ada juga yang bergejala berat hingga harus dirawat di rumah sakit atau meninggal.
Setidaknya lima pasien Omicron di Indonesia meninggal. Zubairi menambahkan, minimal ada 13.000 kematian di Amerika selama tujuh hari terakhir. Adapun lebih dari 95 kasus Covid-19 di AS merupakan Omicron.
Berkaca dari gelombang kedua pandemi pada pertengahan 2021, Indonesia sudah punya pengalaman menghadapi gelombang ketiga yang diprediksi mencapai puncak pada akhir Februari 2022. Namun, cakupan tes usap reaksi berantai polimerase (PCR) perlu mesti lebih masif.
”Selain itu, tolong jangan pakai masker kain karena Omicron bisa menembus masker kain. Beberapa negara menyarankan masyarakatnya memakai masker N95 dan KN95,” kata Zubairi.
Tri menambahkan, persiapan obat dan fasilitas kesehatan untuk menghadapi gelombang ketiga pandemi sudah baik. Namun, ia mengingatkan agar pemerintah menyiapkan tenaga kesehatan dari sekarang. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) juga sudah mesti diperketat. Selain itu, pembelajaran tatap muka juga mesti dievaluasi.