Lonjakan Kasus Covid-19 Tak Terbendung
Kasus harian Covid-19 di Indonesia naik 107 kali lipat dalam sebulan terakhir. Kesiapan pemda menyediakan tempat isolasi terpusat sangat krusial untuk menampung pasien tanpa gejala dan bergejala ringan.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah merebaknya varian Omicron, lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tidak terbendung. Terdapat penambahan 32.211 kasus, Jumat (4/2/2022). Kasus harian itu naik 107 kali lipat dibandingkan sebulan lalu dengan 299 kasus. Pemerintah daerah diminta segera mengaktifkan tempat isolasi terpusat (isoter) untuk mengurangi beban fasilitas kesehatan.
Menurut Satuan Tugas Penanganan Covid-19, penambahan kasus didominasi dari DKI Jakarta dengan 13.379 kasus, Jawa Barat 7.690 kasus, Banten 4.370 kasus, Bali 1.789 kasus, dan Jawa Timur 1.679 kasus. Kasus aktif mencapai 115.275 orang dengan mayoritas dari lima provinsi itu. Di Papua, ada tambahan 201 kasus Covid-19 dalam tiga hari terakhir. Total ditemukan 394 kasus di Kota Jayapura dan sembilan kabupaten lain.
Pemerintah pusat mendorong pemerintah daerah mengaktifkan kembali tempat isoter yang telah disediakan saat gelombang kasus Covid-19 sebelumnya. Hal ini untuk mengantisipasi jika kebutuhan isolasi terus meningkat mengingat puncak penularan Omicron diprediksi terjadi pada akhir Februari hingga Maret 2022.
Baca juga: Ratusan Kasus Covid-19 di Papua dalam Tiga Hari Terakhir
”Terutama bagi provinsi penyumbang terbesar kasus nasional, mohon segera mempersiapkan tempat isoter agar kapasitas fasilitas kesehatan jangan sampai penuh dan menimbulkan korban jiwa,” ujar Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Jumat malam.
Isoter ditujukan kepada orang terkonfirmasi positif Covid-19 tanpa gejala dan bergejala ringan yang tidak bisa melakukan isolasi mandiri (isoman) di rumah. Pemerintah menetapkan sejumlah syarat isoman, di antaranya berusia di bawah 45 tahun, tidak mempunyai komorbid atau penyakit penyerta, dan tempat isoman mempunyai kamar terpisah yang menyediakan kamar mandi.
Syarat berikutnya yang ditetapkan Kementerian Kesehatan ialah dapat mengakses telemedik dan layanan kesehatan lainnya. ”Jika tidak memenuhi syarat tersebut, perlu melakukan isolasi di isoter,” katanya.
Baca juga: Kasus Omicron Kian Bertambah, Layanan Isolasi Terpusat Perlu Disiapkan
Pasien berusia 45 tahun ke atas dirujuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan lanjutan. Dokter penanggung jawab layanan akan menentukan pasien tersebut perlu dirawat di rumah sakit atau cukup menjalani isolasi di isoter.
Wiku menuturkan, pemerintah menyediakan telemedik bagi pasien isoman untuk mendapatkan layanan konsultasi dan obat gratis. Layanan ini dapat diakses di laman isoman.kemkes.go.id.
Petugas puskesmas setempat akan memantau kondisi kesehatan pasien secara berkala. Jika kondisi pasien memburuk, puskesmas dapat merujuknya ke rumah sakit. Pasien dengan gejala sedang dan berat akan dirawat di rumah sakit.
”Dokter penanggung jawab yang menentukan apakah perlu dirawat di ruang isolasi atau ICU (intensive care unit),” ucapnya.
Epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad, menilai, isoman rentan menghadapi kendala. Tidak semua rumah memadai dijadikan tempat isolasi. ”Begitu juga kendala mengakses layanan kesehatan jika pasien harus dirujuk. Persoalan ini harus dipetakan,” ucapnya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pihaknya menyiapkan antisipasi gelombang ketiga pandemi dengan mengedepankan upaya preventif. Upaya itu meliputi mengoptimalkan pelacakan, pemeriksaan, pengobatan, pengetatan penerapan protokol kesehatan, dan percepatan vaksinasi.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Surabaya Yusuf Masruh mempertimbangkan persekolahan kembali dilakukan secara daring atau kehadiran 25-50 persen dari kapasitas mulai Senin (7/2/2022). Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata Surabaya Wiwiek Widayati menuturkan, sejumlah obyek wisata ditutup sementara.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan mengatakan, pengetatan protokol kesehatan (prokes) sangat penting untuk meminimalkan laju penularan Covid-19. Meskipun mayoritas kasus Omicron tanpa gejala dan bergejala ringan, varian ini tetap berbahaya bagi kelompok rentan, seperti warga lanjut usia, orang dengan komorbid, dan yang belum divaksin.
Gelombang ketiga
Menurut Ede, kenaikan kasus seharusnya direspons oleh semua pihak untuk meningkatkan kewaspadaan demi mengantisipasi penularan lebih luas. ”Jangan sampai terbuai dengan menganggap Omicron tidak merepotkan. Prokes harus diperketat karena kasus Covid-19 saat ini sangat melonjak,” ujarnya.
Baca juga: Perketat Protokol Kesehatan Menghadapi Lonjakan Omicron
Ketua Satuan Tugas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan, saat ini Indonesia telah memasuki gelombang ketiga penularan Covid-19. Hal itu dapat dilihat dari lonjakan kasus, kenaikan positivity rate (tingkat kepositifan), dan peningkatan keterisian rumah sakit dalam sebulan terakhir.
Zubairi menuturkan, kasus harian Covid-19 di Tanah Air pada 3 Januari 2022 berjumlah 265 kasus. Jumlahnya melonjak tajam menjadi 27.197, Kamis (3/2/2022). ”Terjadi lonjakan kasus yang luar biasa. Bahkan, penambahannya melebihi 10.000 kasus dibandingkan sehari sebelumnya (kasus harian pada 2 Februari 16.021 kasus),” ujarnya dalam webinar bertema ”Perkembangan Terbaru Omicron: Bangsa Indonesia Harus Berbuat Apa?” yang digelar Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Jumat malam.
Kluster baru penularan Covid-19 pun terus bermunculan. Tidak hanya di kantor pemerintah dan swasta, tetapi juga di permukiman warga.
Zubairi menyebutkan, positivity rate Indonesia pada Desember 2021 pernah di bawah 1 persen. Sejak awal 2022, angkanya terus meningkat hingga saat ini di atas 20 persen. Di DKI Jakarta, tingkat keterisian rumah sakit rujukan Covid-19 telah melewati 50 persen. ”Jadi, Indonesia sudah masuk gelombang ketiga. Ini masalah analisis, boleh setuju atau tidak. Yang penting harus siap-siap dengan kondisi lonjakan saat ini,” katanya.
Meskipun gejala kasus Omicron tidak seberat varian Delta, Zubairi mengingatkan Omicron tetap berbahaya. Penularannya yang lebih cepat harus diwaspadai karena telah terbukti menyebabkan keterisian rumah sakit meningkat dalam waktu yang cepat.
”Orang tanpa gejalanya (Omicron) memang lebih banyak dari Delta. Namun, sebagian kasus juga bergejala berat, bahkan sudah ada yang meninggal,” ujarnya.
Ketua Umum Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Prof Ridwan Amiruddin menambahkan, kenaikan positivity rate menjadi di atas 20 persen telah melewati ambang batas kondisi pandemi terkendali yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 5 persen. Hal itu patut diwaspadai karena penularannya berpotensi terus meluas.
”Penularannya bersifat eksponensial dalam beberapa hari ini dan akan terus naik. Setidaknya akan berlangsung dalam 4-5 pekan ke depan.
Gangguan kesehatan mental
Selain itu, pandemi yang telah berlangsung hampir dua tahun juga membuat tekanan atau memicu stres. Banyak warga mengalami gangguan kecemasan dan psikosomatik. ”Ini masalah global,” kata Ketua Divisi Psikosomatik dan Paliatif Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Hamzah Shatri dalam simposium daring.
Gangguan psikosomatis ditandai munculnya keluhan fisik yang dipengaruhi pikiran atau emosi. Gangguan psikosomatis adalah munculnya keluhan fisik yang pemicunya dipengaruhi oleh pikiran atau emosi. Selama pandemi ini, informasi tentang Covid-19, yang benar maupun bohong, beredar luas di masyarakat, baik melalui media arus utama maupun media sosial. Informasi yang berlebih ini menimbulkan infodemi yang memengaruhi otak dan fisik kita.
Kebingungan akibat tumpang-tindihnya informasi dan ketidakpastian yang mengikuti karena gejala Omicron berbeda dengan varian Covid-19 sebelumnya membuat masyarakat stres. Apalagi, jika mereka mengalami gejala penyakit yang mirip dengan Covid-19, seperti flu, batuk, ataupun sakit tenggorokan. Kondisi ini menimbulkan kecemasan yang meluas di masyarakat.
Staf Divisi Psikosomatik dan Paliatif, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM Rudi Putranto mengatakan, kecemasan terhadap Omicron itu membuat sebagian masyarakat yang mengalami gejala mirip Covid-19 berbondong-bondong mendatangi tempat tes antigen atau PCR (polymerase chain reaction).
Akibatnya, antrean tes ini mengular di sejumlah tempat selama beberapa hari terakhir. Mereka yang terbukti terjangkit Covid-19 pun banyak yang panik dan berlomba mendapat perawatan di rumah sakit guna menghindari kesulitan mencari rumah sakit seperti yang terjadi pada Juni-Juli 2021.
Padahal, Kementerian Kesehatan sudah meminta masyarakat yang positif Covid-19 dan tidak bergejala atau bergejala ringan untuk menjalani isoman di rumah. Mereka tetap bisa mendapat perawatan melalui platform telemedicine dan mendapat obat yang dikirim ke rumah.
Jika mereka yang tak bergejala atau bergejala ringan berbondong-bondong ke rumah sakit, dikhawatirkan masyarakat yang bergejala sedang atau berat justru tidak tertangani. Selain itu, membeludaknya pasien bisa memicu kelelahan tenaga medis hingga pelayanan yang diberikan kepada pasien menjadi kurang maksimal. (M ZAID WAHYUDI/AHMAD ARIF/AMBROSIUS HARTO MANUMOYOSO/RUNIK SRI ASTUTI/FABIO MARIA LOPES COSTA)