Antisipasi Darurat Omicron di Indonesia
Penurunan skor indeks pengendalian Covid-19 di tengah merebaknya Omicron adalah lampu kuning bahwa Indonesia memasuki fase gelombang ketiga Covid-19.
Skor nasional Indeks Pengendalian Covid-19 (IPC) Kompas pekan ini turun setelah selama lima minggu bertahan di level 83. Angka indeks turun 3 poin ke level 80.
Penurunan ini cukup signifikan dan mengindikasikan Indonesia mulai memasuki fase gelombang ketiga Covid-19. Perlu penanganan lebih serius dari pemerintah agar penyebaran varian Omicron tidak lebih tinggi dari varian Delta.
Seperti yang sudah diprediksi dari angka indeks pekan lalu. Jabodetabek menjadi sentral penyebaran virus. Namun, penurunan skor minggu ini menunjukkan infeksi sudah mulai menyebar ke daerah-daerah lain di seluruh Jawa dan Bali, sebagian Sumatera, dan beberapa provinsi lain di luar ketiga pulau tersebut.
Sebanyak 25 provinsi mengalami penurunan skor. Penurunan terdalam dibandingkan skor pekan lalu dialami Banten dan Bali. Banten turun 12 poin ke level 63. Begitu juga dengan Bali yang turun 12 poin ke level 75.
DKI Jakarta yang pada pekan lalu turun 9 poin, pekan ini turun lebih dalam, yakni 11 poin ke level 67. Dalam enam pekan sejak varian Omicron terdeteksi di Indonesia, skor IPC DKI Jakarta sudah turun sebanyak 29 poin. Per 20 Desember 2021, skor IPC DKI Jakarta tercatat mencapai angka tertinggi, yakni 96.
Namun, kedatangan varian Omicron menyebabkan pertahanan ibu kota negara, yang masih membuka lalu lintas internasional untuk kedatangan dan kepergian turis asing dan domestik, mulai jebol.
Baca juga: Perkuat Langkah Kuratif di Tengah Lonjakan Kasus Covid-19
DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat
Skor IPC DKI Jakarta pekan ini per 31 Januari 2022 sangat jauh di bawah skor nasional, nomor dua terendah setelah Banten. Jika ditarik ke belakang saat dimulainya pengukuran IPC pada Juli 2021, kondisi skor DKI Jakarta yang rendah saat ini hampir serupa dengan kondisi Jakarta pada awal Agustus 2021 tatkala varian Delta masih ganas menerjang.
Per 2 Agustus 2021, skor IPC DKI Jakarta di level 72, sudah membaik dibandingkan periode sebelumnya per 26 Juli 2021 yang masih di angka 55. Dilihat dari dua aspek yang membangun skor IPC, penurunan skor DKI Jakarta disebabkan oleh memburuknya kedua manajemen, baik manajemen infeksi (MI) maupun manajemen pengobatan (MP).
Indeks MI DKI Jakarta dari biasanya di angka 40-an menjadi 35. Hal itu sangat dipengaruhi oleh kenaikan kasus positif harian. Kasus positif harian di DKI Jakarta meningkat dari 28 kasus per hari pada 15 Desember 2021 menjadi 9.132 kasus per 2 Februari 2022. Tingkat kepositifan pun meningkat dari 0,3 persen menjadi 26,8 persen dalam periode yang sama.
Sementara indeks MP DKI Jakarta juga turun drastis ke angka 32. Meluasnya infeksi pada masyarakat DKI Jakarta sudah menyebabkan tingkat keterisian tempat tidur (BOR) rumah sakit terus meningkat. Rerata BOR di DKI Jakarta selama sepekan per 1 Februari 2022 di angka 44,3 persen.
Pekan lalu, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat menjadi episentrum penyebaran Covid-19. Setelah DKI Jakarta, Banten juga terus mengalami penurunan skor. Dalam enam pekan terakhir sejak 20 Desember 2021, skor IPC Banten turun sebanyak 22 poin. Sementara skor Jawa Barat turun 13 poin.
Tindakan lamban pemerintah yang seolah membiarkan penyebaran virus membuat usaha membatasi pergerakan virus akan semakin sulit.
Provinsi lainnya di Jawa baru mengalami penurunan skor dalam dua atau tiga pekan terakhir. Penurunannya pun tidak sedalam Jakarta-Banten-Jabar, hanya 2-3 poin. Sementara skor Bali baru turun drastis pekan ini sebanyak 12 poin dari angka 87 ke-75.
Tindakan lamban pemerintah yang seolah membiarkan penyebaran virus membuat usaha membatasi pergerakan virus akan semakin sulit. Sudah terlambat untuk menerapkan pembatasan (lockdown) di wilayah Jabodetabek, wilayah aglomerasi Jakarta, Banten, Jabar, sekarang penyebaran sudah meluas ke 25 provinsi di Indonesia.
Selain wilayah Jawa-Bali, penurunan skor di luar Jawa-Bali berkisar 1-6 poin. Penurunan skor yang paling dalam di luar Jawa-Bali dialami oleh Sumatera Selatan, yakni sebanyak 6 poin.
Baca juga: Jakarta, Kunci Pengendalian Pandemi
Efektivitas vaksin
Secara umum, aspek MP mengalami tren negatif. Selaras dengan MI, rerata skor nasional dalam aspek MP mengalami penurunan sebesar 2 poin. Namun, meski sama-sama mengalami penurunan, skor MP di Indonesia masih lebih tinggi, yakni 42 dibandingkan skor MI yang 38.
Hal ini menjadi bukti bahwa vaksinasi memberi perlindungan kepada pasien Covid-19 agar tidak mengalami gejala sedang-berat hingga kematian.
Penurunan skor MP paling terasa di enam provinsi, yakni Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Jakarta, Banten, dan Bali. Jika dirata-rata, penurunan di keenam provinsi ini ialah sebesar 5 poin. Adapun penurunan terbesar ada di Bali dan Banten dengan skor merosot hingga 7 poin.
Wajarnya, meski lebih tinggi, arah skor MP ini selaras dengan skor MI. Dengan turunnya skor MI (jumlah kasus bertambah, angka kepositifan naik, vaksinasi melambat), maka BOR juga akan naik yang kemudian berkontribusi pada memburuknya skor MP. Namun, hal ini tidak terjadi di Provinsi Riau dan Jambi.
Dalam aspek MI, kedua provinsi tersebut cenderung lebih baik dari sebagian besar provinsi lain di Indonesia. Dibandingkan dengan seminggu sebelumnya, skor MI di Riau dan Jambi konsisten tidak mengalami penurunan.
Hal ini terlihat dari kasus harian di kedua provinsi ini yang relatif rendah di bawah angka 40. Bahkan, Jambi hanya mencatatkan tambahan 4 kasus positif baru di 31 Januari 2022.
Masih rendahnya tingkat vaksinasi bisa menjadi faktor meningkatnya BOR di tengah jumlah kasus yang masih relatif landai.
Namun, walaupun pertumbuhan infeksi relatif terjaga, angka BOR-nya justru naik. Tingkat BOR di Riau mengalami peningkatan dari 1,27 persen menjadi 1,79 persen. Sementara, angka BOR di Jambi meningkat dua kali lipat dari 0,39 persen menjadi 0,96 persen.
Dengan masih rendahnya jumlah kasus harian, hampir dapat dipastikan bila RS di kedua provinsi ini akan cepat penuh ketika tingkat transmisi sudah tinggi dan kasus harian meledak.
Masih rendahnya tingkat vaksinasi bisa menjadi faktor meningkatnya BOR di tengah jumlah kasus yang masih relatif landai. Pasalnya, laju vaksinasi di kedua provinsi ini lebih lambat dibandingkan dengan provinsi lainnya.
Hingga 2 Februari 2022, baru sekitar 57 persen warga di Riau dan 61 persen masyarakat di Jambi yang telah menerima dua dosis vaksin. Angka tersebut lebih rendah daripada capaian nasional.
Asumsi vaksinasi yang dapat menekan kasus sedang-berat Covid-19 tak hanya terlihat dari angka statistik. Temuan dari European Medicines Agencydan The New England Journal of Medicine, vaksinasi lengkap dapat memberikan proteksi kepada 70 persen pasien Covid-19 agar tidak mengalami gejala sedang-berat sehingga harus dirujuk ke rumah sakit. Adapun temuan dari Imperial College London menunjukkan proteksi vaksin yang lebih tinggi di kisaran 75 persen.
Kasus di Jambi dan Riau serta temuan dari dua jurnal medis plus satu institusi pendidikan ternama seharusnya sudah cukup menjadi bukti bahwa vaksinasi memang terbukti mampu memberikan perlindungan.
Dengan tren saat ini, agaknya ledakan kasus positif merupakan sebuah keniscayaan. Dengan sedikit waktu yang tersisa, pemerintah harus fokus untuk mengejar vaksinasi primer ke daerah-daerah yang laju vaksinasinya masih rendah.
Mengutip ucapan Direktur Umum Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus, terlalu dini bagi negara mana pun untuk menyerah dari Covid-19 ataupun menyatakan berhasil menangani pandemi. Meski efek Omicron dianggap ”lebih jinak”, semua upaya harus dikerahkan untuk melindungi rakyat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Lampu Kuning Kenaikan Kasus Covid-19 di Awal Tahun