Bau Makanan Picu Kegemukan
Indera penciuman mempersiapkan tubuh untuk memetabolisme makanan. Aroma makanan akan menginduksi air liur dan pelepasan asam lambung serta insulin. Sementara kehilangan indera penciuman akan memicu tubuh membakar lemak.
Indera penciuman merupakan kunci untuk menikmati makanan. Namun, indera itu pula yang memicu kegemukan.
Penelitian pada tikus yang dilakukan Celine E Riera dan kolega dari Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat, bersama kolega peneliti dari AS dan Jerman menunjukkan, dengan jumlah makanan berlemak yang sama, berat badan tikus-tikus yang kurang penciuman hanya bertambah sedikit. Sementara tikus-tikus dengan indera penciuman normal, berat badannya meningkat dua kali lipat.
Adapun tikus dengan indera penciuman yang sangat tajam, pertambahan berat badannya lebih tinggi daripada tikus dengan penciuman normal. Penelitian dipublikasi di jurnal Cell Metabolism, 5 Juli 2017.
Para peneliti menggunakan terapi gen untuk menghancurkan neuron (sel saraf) penciuman di hidung tikus dewasa, tetapi menyisakan sel punca sehingga kehilangan indera penciuman hanya berlangsung sementara. Sekitar tiga minggu kemudian, sel saraf penciuman tumbuh kembali.
Tikus yang kehilangan kemampuan menghidu dengan cepat membakar kalori dengan mengatur sistem saraf simpatik yang meningkatkan pembakaran lemak.
Didapatkan, tikus yang kehilangan kemampuan menghidu dengan cepat membakar kalori dengan mengatur sistem saraf simpatik yang meningkatkan pembakaran lemak. Tikus-tikus itu mengubah sel lemak krem, yakni sel penyimpanan lemak subkutan (di bawah kulit) di sekitar paha dan perut, menjadi sel lemak coklat yang membakar asam lemak untuk menghasilkan energi. Akibatnya, tikus-tikus itu menjadi ramping. Sel lemak putih yang terletak di sekitar organ dalam, yang jika berlebihan bisa mengganggu kesehatan juga menyusut.
Baca juga: Gen Penyebab Obesitas
Saat kemampuan menghidunya dihilangkan, tikus-tikus gemuk yang telah mengalami intoleransi glukosa (kondisi yang menyebabkan diabetes) tidak hanya kehilangan berat badan, bahkan toleransi glukosanya kembali normal. Tikus-tikus ini hanya kehilangan timbunan lemaknya, tanpa mengalami efek pada otot, organ dalam, ataupun massa tulang.
Temuan itu menunjukkan, bau makanan yang kita makan memainkan peran penting terkait tubuh menangani kalori. Hal ini juga menunjukkan hubungan antara sistem penciuman dan daerah otak yang mengatur metabolisme, khususnya hipotalamus, meski sirkuit sarafnya belum diketahui.
”Jika kita mengubah indera penciuman, kita dapat mengubah bagaimana otak merasakan dan mengatur keseimbangan energi,” kata Riera sebagaimana dikutip Science Daily, 5 Juli 2017.
Sensitivitas penciuman
Peneliti mencatat, sistem sensorik berperan dalam metabolisme. Pertambahan berat badan tidak semata-mata terkait kalori yang masuk, tetapi juga terkait dengan bagaimana kalori tersebut dirasakan. Diketahui juga, tikus dan manusia lebih sensitif terhadap bau ketika mereka lapar daripada setelah makan.
Hal ini sesuai penelitian V Lushchak dan kolega dari Universitas Stockholm, Swedia. Mereka meneliti hubungan bau makanan pada konsumsi makanan, metabolisme, dan pensinyalan endokrin pada lalat buah (Drosophila melanogaster).
Dalam laporan di Cellular and Molecular Life Sciences, 18 Maret 2015, disebutkan, bau makanan menginduksi air liur dan pelepasan asam lambung serta insulin. Ini merupakan persiapan tubuh untuk memetabolisme makanan.
Baca juga: Makan Berlebihan Bukan Penyebab Utama Obesitas
Bau makanan merangsang nafsu makan dan perilaku mencari makanan pada hewan yang lapar. Sementara lalat yang telah diberi makan menunjukkan penurunan sensitivitas bau makanan.
Hal serupa didapatkan Laura K Shanahan dan kolega dari Universitas Northwestern, AS. Menurut hasil penelitian di PLOS Biology, 26 Agustus 2021, orang menjadi kurang sensitif terhadap bau makanan yang mereka makan sebelumnya.
Dalam penelitian, tim menyajikan serangkaian aroma yang merupakan campuran antara makanan dan bau non-makanan, yakni piza dan pinus atau roti kayu manis dan cedar. Aroma itu berbeda satu sama lain, tetapi berpasangan dengan baik. Rasio aroma makanan dan bukan makanan bervariasi di setiap campuran. Dari makanan murni hingga yang campuran bukan makanannya lebih banyak. Setelah campuran aroma disajikan, peserta ditanya mana yang dominan, apakah aroma makanan atau non-makanan.
Peserta dipindai dengan pencitraan magnetik resonansi (MRI) dua kali, yakni saat mereka lapar dan setelah makan salah satu dari makanan itu.
Didapatkan, peserta yang baru makan roti kayu manis atau piza cenderung tidak sensitif terhadap aroma makanan terkait, tetapi tetap sensitif terhadap aroma yang lain. Pemindaian otak dengan MRI menunjukkan perubahan paralel di bagian otak yang memproses bau.
Setelah makan, respons otak terhadap bau makanan menurun dibandingkan respons terhadap bau bukan makanan yang dimakan. Bagian korteks penciuman tidak lagi sensitif terhadap bau makanan yang baru saja dimakan.
”Jika dirunut pada zaman nenek moyang kita yang mencari makanan di hutan, saat mereka menemukan dan memakan buah beri, maka indera penciuman tidak lagi sensitif terhadap bau buah beri,” kata Thorsten Kahnt, Guru Besar Neurologi, Psikiatri, dan Ilmu Perilaku Universitas Northwestern. ”Tapi mungkin mereka masih sensitif terhadap bau jamur. Hal ini secara teoretis membantu memfasilitasi keragaman asupan makanan dan nutrisi.”
Efek samping
Kembali pada penelitian Universitas California, meski terjadi perampingan tubuh, tetapi ada sisi negatif. Hilangnya penciuman disertai dengan peningkatan pesat kadar hormon noradrenalin yang merupakan respons stres yang terkait sistem saraf simpatik.
Kehilangan indera penciuman bisa menimbulkan stres dan mengganggu kualitas hidup, bahkan depresi. Pada manusia, peningkatan hormon noradrenalin secara terus-menerus bisa memicu gangguan jantung.
Namun, penelitian lanjutan akan tetap dilakukan karena hal ini dinilai menjadi alternatif operasi bariatrik, yakni pengikatan lambung dan pemotongan lambung, yang lebih berisiko.
Baca juga: Gemuk Itu Sumber Penyakit
Di masa depan, metode ini diharapkan membantu orang yang kesulitan menurunkan berat badan. Modulasi sel saraf penciuman dapat membantu tubuh mengelola asupan makanan. Jika tidak bisa mencium bau makanan, tubuh akan membakar simpanan lemak.
Jadi, pilih mana? Indera penciuman normal dengan risiko menjadi gemuk atau kurang bisa menghidu tetapi bisa tetap ramping dengan konsekuensi kurang bisa menikmati makanan.
Baca juga: Melatih Indera Penciuman pada Anosmia