Pembatasan Kegiatan Masyarakat Dilonggarkan, Protokol Kesehatan dan Vaksinasi Harus Lebih Kuat
Pelonggaran pembatasan kegiatan masyarakat harus diiringi dengan peningkatan kepatuhan protokol kesehatan serta perluasan cakupan vaksinasi. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya kembali lonjakan kasus Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan terkait pengendalian penularan Covid-19 semakin dilonggarkan. Berbagai kegiatan masyarakat pun mulai dibuka secara penuh. Untuk mencegah lonjakan kasus kembali terjadi, kepatuhan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan harus lebih ketat. Itu diiringi dengan perluasan vaksinasi Covid-19.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito di Jakarta, Selasa (2/11/2021) mengatakan, pengaturan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dan aturan terkait mobilitas masyarakat telah disesuaikan. Hal itu sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2021 dan Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 22 Tahun 2021.
Setidaknya ada tiga hal yang diatur. Pertama, kegiatan posyandu sudah bisa dilakukan dengan kapasitas 100 persen. Kedua, aturan bagi pelaku perjalanan pesawat udara dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta antarkabupaten-kota di Jawa dan Bali wajib memiliki hasil negatif tes PCR (reaksi rantai polimerase) 3 x 24 jam dan bukti vaksinasi minimal dosis pertama atau memiliki hasil negatif tes antigen 1 x 24 jam dengan bukti vaksin dosis lengkap.
Ketiga, penyelenggaraan kompetisi Development Basketball League (DBL) diperluas ke Surabaya, Bandung, Yogyakarta, dan Tangerang. Para penonton yang datang dibatasi dengan ketentuan masuk dalam kategori hijau dalam aplikasi Peduli Lindungi.
”Masyarakat diminta untuk tetap menegakkan dan mematuhi peraturan yang ditetapkan. Aktivitas masyarakat yang mulai dibuka harus sejalan dengan disiplin protokol kesehatan dan peningkatan cakupan vaksinasi,” ucap Wiku.
Selain tiga kebijakan tersebut, penyesuaian lain berlaku bagi pelaku perjalanan dari luar negeri. Selain kewajiban membawa bukti hasil negatif tes PCR maksimal 3 x 24 jam sebelum keberangkatan, pelaku perjalanan luar negeri juga harus sudah divaksinasi minimal 14 hari pasca-penyuntikan dan kewajiban tes ulang saat kedatangan di pintu masuk negara.
Aktivitas masyarakat yang mulai dibuka harus sejalan dengan disiplin protokol kesehatan dan peningkatan cakupan vaksinasi.
Adapun penyesuaian yang dilakukan adalah waktu karantina cukup tiga hari bagi pelaku perjalanan internasional yang sudah divaksinasi dosis lengkap dan karantina selama lima hari bagi pelaku perjalanan yang belum menjalani vaksinasi dosis penuh. Setelah masa karantina berakhir, tes PCR tetap perlu dilakukan sebagai syarat exit test atau tes untuk keluar dari tempat karantina.
Vaksinasi anak
Wiku menyampaikan, pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk anak usia 6-11 tahun belum bisa dilakukan dalam waktu dekat. Izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) untuk penggunaan vaksin Covid-19 CoronaVac dari Sinovac dan vaksin Covid-19 dari Bio Farma bagi anak usia 6-11 tahun sudah diterbitkan.
Vaksinasi untuk anak usia 6-11 tahun baru bisa dilakukan setelah cakupan vaksinasi dosis pertama secara nasional melebihi 70 persen dari total sasaran vaksinasi dan lebih dari 60 persen populasi orang lansia sudah mendapatkan vaksinasi. Nantinya, vaksinasi untuk kelompok usia tersebut akan dimulai dari kabupaten/ kota yang sudah memenuhi target yang telah ditetapkan.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso, dalam siaran pers, menuturkan, rekomendasi pemberian vaksin Covid-19 dengan jenis CoronaVac pada anak usia enam tahun ke atas sudah diterbitkan. Rekomendasi ini dikeluarkan agar vaksinasi bisa diberikan secara tepat.
Dalam rekomendasi itu disebutkan, vaksin CoronaVac pada anak usia enam tahun ke atas diberikan secara intramuskular dengan dosis 0,5 mililiter sebanyak dua kali pemberian dengan jarak dosis pertama dan kedua selama empat minggu. Vaksin ini bersifat kontraindikasi pada anak dengan defisiensi imun primer ataupun anak dengan penyakit autoimun yang tidak terkontrol.
Selain itu, kontraindikasi bisa terjadi pada anak dengan penyakit sindrom Gullian Barre, mielitis transversa, acute demyelinating, encephalomyelitis, dan anak dengan kanker yang sedang menjalani kemoterapi ataupun radioterapi. Anak yang sedang mendapatkan pengobatan imunosupresan juga disarankan tidak menerima vaksin tersebut.
Kondisi lain yang juga perlu diperhatikan adalah apabila anak mengalami demam 37,5 derajat celsius atau lebih, baru sembuh dari Covid-19 kurang dari tiga bulan, menerima imunisasi lain kurang dari satu bulan, hamil, hipertensi yang tidak terkendali, diabetes melitus yang tidak terkendali, serta memiliki penyakit kronik atau kelainan kongenital yang tidak terkendali.
”Pelaksanaan imunisasi mengikuti kebijakan Kementerian Kesehatan dan dapat dimulai setelah mempertimbangkan kesiapan petugas kesehatan, sarana, prasarana dan masyarakat,” tutur Piprim.
Kementerian Kesehatan per 2 November 2021 mencatat, jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama sebanyak 121,3 juta dan dosis kedua sebanyak 75,2 juta orang. Jumlah penduduk yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua ini baru mencapai 36,1 persen dari total sasaran yang harus dicapai, yaitu 208,2 juta penduduk.
Adapun jumlah anak usia 12-17 tahun yang sudah mendapatkan vaksinasi dosis kedua sebanyak 3,4 juta anak atau 13,01 persen dari target 26,7 juta anak. Sementara pada kelompok warga lansia, vaksinasi dosis kedua baru mencapai 5,3 juta orang atau 25,02 persen dari target yang disasar.