Memahami Pola Musiman Penyakit Pernapasan dan Covid-19
Serangan penyakit pernapasan dari enam virus yang dianalisis di Kanada semuanya memuncak pada Januari dan mencapai titik terendah pada Juni. Ini terkait musim yang terjadi pada bulan tersebut.
Oleh
Ahmad Arif
·6 menit baca
Infeksi enam virus pemicu sakit pernapasan diketahui mengikuti pola musiman, dengan puncak penularan di negara subtropis terjadi pada Januari dan titik terendah pada Juni. SARS-CoV-2, yang memicu pandemi Covid-19, diperkirakan bakal mengikuti pola musiman ini, sekalipun saat ini faktor perilaku dan vaksinasi juga memengaruhi gelombang penularannya.
Hasil studi tim peneliti dari University of Alberta di Kanada tentang pola musiman dari virus pernapasan ini dipublikasikan di JAMA Network edisi September 2021. ”Mengetahui pola-pola (infeksi) ini bisa memberikan petunjuk yang dapat membantu sistem perawatan kesehatan,” saran Michael T Hawkes, penulis utama kajian ini dari University of Alberta, dalam keterangan tertulis, Rabu (27/10/2021).
Dalam studi ini, peneliti menganalisis pola infeksi enam virus pernapasan yang telah beredar luas, meliputi virus pernapasan syncytial (RSV), metapneumovirus manusia (hMPV), dan coronavirus manusia musiman (HCoVs), termasuk alphacoronaviruses (HCoV-229E dan HCoV-NL63) dan betacoronaviruses (HCoV-OC43 dan HCoV-HKU1).
Studi kohort ini merupakan penilaian epidemiologi menggunakan surveilans berbasis populasi pasien dengan infeksi saluran pernapasan dari tahun 2005 hingga 2017 di Alberta. Kasus insiden infeksi virus pernapasan dan rawat inap virus pernapasan bayi di Alberta masing-masing diekstraksi dari platform Integrasi Data untuk Laboratorium Alberta serta Discharge Abstract Database pada Layanan Kesehatan Alberta.
Kondisi kelembaban rendah telah terbukti mengurangi ukuran aerosol, dan dengan demikian meningkatkan transmisi virus musiman melalui udara seperti influenza.
Model matematika deterministik rentan-terinfeksi-sembuh-rentan dengan fungsi pemaksaan musiman dipasang pada data untuk setiap virus. Kemungkinan perjalanan musiman SARS-CoV-2 di masa depan di garis lintang utara juga dimodelkan berdasarkan pengamatan ini. Analisis dilakukan mulai dari 15 Desember 2020 hingga 10 Februari 2021.
Puncak di Januari
Kajian ini menemukan, serangan penyakit pernapasan dari enam virus yang dianalisis di Kanada semuanya memuncak pada Januari dan mencapai titik terendah pada Juni. Puncak infeksi lebih buruk setiap tahun kedua.
”Ini adalah fakta yang diketahui (di antara komunitas medis) bahwa pada Desember dan Januari, bangsal rumah sakit penuh dengan bayi dengan virus pernapasan (RSV),” kata Hawkes.
Virus pernapasan ini, menurut dia, bertanggung jawab untuk mengirim satu persen bayi di seluruh dunia ke rumah sakit. ”Ini seperti jarum jam di bulan-bulan musim dingin, jadi kami ingin memeriksa perilaku ini lebih dalam,” ujarnya.
Pola musiman ditemukan pada lebih dari 10.000 bayi di Alberta yang dirawat di rumah sakit karena RSV. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa bayi yang lahir pada bulan Januari memiliki risiko rawat inap yang lebih tinggi karena virus dari mereka yang lahir pada bulan Juni, dan bahwa bayi yang lahir pada tahun-tahun puncak yang parah lebih mungkin terinfeksi dan dirawat di rumah sakit.
Pada saat yang sama, Hawkes dan timnya mengeksplorasi virus pernapasan lainnya, termasuk beberapa jenis virus korona pada manusia. Mereka juga mengonfirmasi pola musiman dan dua tahunan yang serupa, berdasarkan data laboratorium klinis yang dianalisis pada lebih dari 37.000 pasien di Alberta dari 2005 hingga 2017.
”Dari tahun infeksi yang tinggi, ada banyak orang dengan kekebalan memasuki musim berikutnya, yang berarti tingkat infeksi rendah. Tetapi tahun infeksi yang rendah akan diikuti oleh tingkat kekebalan yang rendah dan tingkat penyakit yang tinggi di tahun berikutnya—pola bergantian berdasarkan kekebalan sementara,” sebut dia.
Secara keseluruhan, temuan ini dapat digunakan untuk membantu sistem perawatan kesehatan dalam memprediksi dan mempersiapkan musim tinggi penyakit yang memerlukan perawatan di rumah sakit. ”Memahami pola-pola ini, misalnya, memungkinkan kita untuk meningkatkan imunisasi RSV dan pesan kesehatan masyarakat tentang langkah-langkah seperti mencuci tangan, dan juga membantu perencanaan: berapa banyak perawat dan tempat tidur yang akan kita butuhkan pada tahun tertentu,” paparnya.
Dia menambahkan, kasus RSV kemungkinan akan tinggi pada musim dingin ini. Ia memperkirakan, kekebalan akan rendah mengingat pembatasan mobilitas karena Covid-19 membuat banyak orang di rumah dan tidak bersekolah tahun lalu sehingga mengurangi kasus penyakit.
”Berdasarkan implikasi dari pekerjaan kami, sistem perawatan kesehatan harus bersiap menghadapi gelombang penularan,” katanya.
Pola Covid-19
Dengan mempelajari sejumlah virus korona yang bertanggung jawab atas penyakit flu, hasilnya berpotensi membantu rumah sakit bersiap menghadapi gelombang musiman akibat infeksi virus korona baru pemicu Covid-19 di masa depan. ”Covid-19, seperti sepupunya, adalah virus pernapasan dan kemungkinan akan mengikuti pola yang sama seperti enam virus lainnya, sehingga kita dapat memperkirakan puncak musim dingin dan musim panas untuk Covid-19 di masa mendatang, dalam kondisi alami, tanpa intervensi vaksin,” paparnya.
Hawkes mencatat bahwa meskipun pola infeksi Covid-19 akan berubah dengan vaksinasi massal, mengetahui pola musiman akan memungkinkan rumah sakit untuk mempersiapkan puncak penyakit di antara orang-orang yang tidak divaksinasi. ”Kita dapat memprediksi bulan-bulan tinggi dan rendah untuk penyakit (Covid-19) dan menyesuaikan kapasitas unit perawatan intensif kami dengan tepat,” katanya.
Semenetara itu, riset terpisah oleh tim peneliti dari Institut Kesehatan Global Barcelona (ISGlobal), Spanyol, menemukan bahwa SARS-CoV-2, pemicu Covid-19, akan berperilaku, sebagai virus musiman seperti influenza. Kajian ini dipublikasikan di Nature Computational Science pada 21 Oktober 2021.
”Pertanyaan apakah Covid-19 adalah penyakit musiman asli menjadi semakin sentral, dengan implikasi untuk menentukan langkah-langkah intervensi yang efektif,” kata Xavier Rodo, Direktur Program Iklim dan Kesehatan di ISGlobal yang juga koordinator penelitian.
Para peneliti pertama-tama menganalisis hubungan suhu dan kelembaban pada fase awal penyebaran SARS-CoV-2 di 162 negara di lima benua, sebelum perubahan perilaku manusia dan kebijakan kesehatan masyarakat diberlakukan. Hasilnya menunjukkan hubungan negatif antara tingkat transmisi (R0) dan suhu dan kelembaban pada skala global.
Saat mengadaptasi model untuk menganalisis korelasi sementara di semua skala di negara-negara di belahan Bumi selatan, tempat virus tiba kemudian, diamati korelasi negatif yang sama. Efek iklim paling nyata pada suhu antara 12 derajat celsius dan 18 derajat celsius dan tingkat kelembaban antara 4 dan 12 gram per meter kubik (g/m³), meskipun penulis memperingatkan bahwa kisaran ini masih bersifat indikatif.
Akhirnya, dengan menggunakan model epidemiologi, tim peneliti menunjukkan bahwa dengan memasukkan suhu ke dalam tingkat penularan bekerja lebih baik untuk memprediksi naik turunnya gelombang yang berbeda, terutama gelombang pertama dan ketiga di Eropa. ”Secara keseluruhan, temuan kami mendukung pandangan bahwa infeksi Covid-19 terkait dengan suhu rendah musiman, mirip dengan influenza dan virus korona lain yang lebih dulu beredar,” kata Rodó.
Pola musiman ini dapat berkontribusi penting pada penularan SARS-CoV-2, karena kondisi kelembaban rendah telah terbukti mengurangi ukuran aerosol, dan dengan demikian meningkatkan transmisi virus musiman melalui udara seperti influenza. Kajian ini memberi penekanan pada pentingnya kebersihan udara melalui peningkatan ventilasi dalam ruangan karena aerosol mampu bertahan untuk waktu yang lebih lama.
Para peneliti ini juga mengingatkan, sekalipun ada indikasi kuat bahwa SARS-CoV-2 bakal mengikuti pola penyakit infeksi pernapasan lain yang bersifat musiman, faktor perilaku manusia bisa lebih menentukan. Selain kualitas udara, menjaga jarak dan memakai masker, bisa memengaruhi pola penularan Covid-19.