Gedung Putih Sebut Suhu dan Kelembaban Bisa Mematikan Virus Korona
Gedung Putih berasumsi, sinar matahari dan kelembaban bisa melemahkan atau membunuh virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19. Namun, hingga saat ini sejumlah ahli lain dan WHO berpendapat sebaliknya.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Gedung Putih yang secara konsisten mencari harapan baru untuk dapat mengalahkan pandemi Covid-19 menyampaikan hasil penelitian ”terbaru” bahwa sinar matahari dan kelembaban bisa membunuh virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19.
William Bryan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri menyatakan, ada ”hasil baru” dari penelitian teranyar bahwa sinar matahari memiliki efek yang kuat untuk membunuh virus korona baru di permukaan dan di udara. Menurut dia, para ilmuwan telah melihat efek yang sama dari suhu yang tinggi dan kelembaban. Laboratorium biocontainment di Maryland telah menguji hal ini sejak Februari.
”Virus ini mati dalam waktu yang lebih cepat hanya dari paparan suhu yang tinggi dan paparan kelembaban,” ujar Bryan, Kamis (23/4/2020).
Bryan menuturkan, mengetahui hal ini akan membantu pemerintah ketika membuat keputusan kapan dan bagaimana melonggarkan kebijakan penutupan dan menggerakkan kembali ekonomi. Namun, ia menekankan bahwa hasil penelitian terbaru ini tidak lantas mengubah kebijakan pembatasan jarak sosial.
Presiden AS Donald Trump pun ditanya tidakkah berbahaya membuat orang berpikir bahwa mereka akan aman pergi keluar rumah di bawah terik matahari mengingat sudah sangat banyak korban meninggal akibat Covid-19 di Florida. ”Saya harap orang menikmati matahari. Dan jika itu memiliki efek, malah bagus,” jawab Trump. ”Ini hanya saran dari orang yang sangat sangat cerdas di laboratorium yang brilian.”
”Kami di sini untuk menyampaikan gagasan karena kita ingin ada gagasan untuk keluar dari situasi ini. Dan apabila suhu panas baik dan jika sinar matahari baik, itu hal yang luar biasa sejauh saya tahu,” tambah Trump.
Pendapat berbeda
Awal April ini, para penasihat ilmiah Gedung Putih menyatakan bahwa tidak tersedia cukup bukti bahwa suhu panas dan kelembaban musim panas akan bisa melemahkan virus ini tanpa intervensi kesehatan masyarakat yang berkelanjutan.
Para peneliti yang dihimpun oleh Akademi Ilmu Pengetahuan, Teknik, dan Kedokteran Nasional melakukan metaanalisis terhadap studi ketahanan virus di bawah berbagai kondisi laboratorium termasuk menelusuri di mana dan bagaimana virus korona baru ini menyebar.
”Mengingat negara-negara yang sudah memasuki iklim ’musim panas’ seperti Australia dan Iran mengalami penyebaran Covid-19 yang luas, tidak boleh ada asumsi bahwa penurunan kasus muncul saat kelembaban dan suhu meningkat,” tulis para peneliti itu merespons pertanyaan dari Bagian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Gedung Putih.
Selain itu, laporan itu juga menyebutkan bahwa global tidak memiliki kekebalan terhadap virus korona baru ini dan menyimpulkan bahwa ”jika ada pengaruh dari suhu dan kelembaban terhadap penularan, mungkin akibat yang muncul dari Covid-19 hampir sama dengan penyakit pernapasan lain di mana tubuh sudah kita memiliki kekebalan parsial.”
Sejauh ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa kita bisa terinfeksi Covid-19 di musim apa pun, baik musim panas atau musim dingin. Negara-negara dengan suhu yang panas juga melaporkan kasus Covid-19. Untuk melindungi diri kita, pastikan mencuci tangan sesering mungkin dan hindari menyentuh mata, mulut, dan hidung.
Terpapar sinar matahari atau suhu di atas 25 derajat celsius tidak lantas membuat kita terhindar dari infeksi Covid-19.
Maret lalu, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO Michael J. Ryan, mengatakan, ”Kita harus berasumsi bahwa virus korona baru ini akan terus memiliki kemampuan menyebar di berbagai musim dan meyakini bahwa virus ini akan hilang saat musim panas seperti influenza akan jadi harapan palsu.” (AP)