Presiden Jokowi: Arsitektur Sistem Ketahanan Kesehatan Dunia Mesti Diperkuat
Krisis Covid-19 menunjukkan kerapuhan ketahanan kesehatan global, baik di negara berkembang maupun negara maju.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Krisis Covid-19 menunjukkan kerapuhan ketahanan kesehatan global, baik di negara berkembang maupun negara maju. Terkait dengan hal itu, arsitektur sistem ketahanan kesehatan dunia dinilai harus diperkuat, seperti yang telah dilakukan Dana Moneter Internasional di bidang keuangan.
”Kita harus menyusun mekanisme baru penggalangan sumber daya kesehatan dunia, termasuk untuk pembiayaan darurat kesehatan dunia yang, antara lain, digunakan untuk pembelian vaksin, obat, dan alat kesehatan,” kata Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (22/9/2021), pada acara Global Covid-19 Summit yang digelar secara virtual.
Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden menginformasikan, pertemuan tingkat tinggi dunia terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 tersebut digagas oleh Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Turut mendampingi Presiden Jokowi pada acara Global Covid-19 Summit yang digelar secara virtual tersebut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar.
Pada kesempatan tersebut, Kepala Negara menuturkan bahwa standar protokol kesehatan global harus segera disusun agar standar di semua negara dapat sama. Standar tersebut, antara lain, mengatur tentang perjalanan lintas batas negara.
Presiden Jokowi juga menyerukan agar negara berkembang diberdayakan menjadi bagian dari solusi. Kapasitas manufaktur lokal pun mesti dibangun agar kebutuhan vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan dapat tersedia secara cepat dan merata di seluruh dunia. ”Indonesia berkomitmen dan mampu menjadi bagian dari rantai pasok global,” katanya.
Kepala Negara kembali menegaskan bahwa ketimpangan vaksin antarnegara harus segera diatasi. Kerja sama berbagi dosis atau dose-sharing dan akses yang merata terhadap vaksin mesti ditingkatkan melalui Fasilitas Covax.
Presiden Jokowi juga meminta agar politisasi dan nasionalisme vaksin harus diakhiri. Solidaritas dan kerja sama, dinilai Presiden, merupakan kunci agar dunia segera keluar dari pandemi Covid-19 dan segera pulih bersama. ”Sebagai Presiden G-20 tahun depan, Indonesia akan berkontribusi pada upaya dunia memperkuat arsitektur ketahanan kesehatan global demi anak cucu kita di masa depan,” katanya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menuturkan bahwa Indonesia mendapat kepercayaan memegang Presidensi G-20 tersebut mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022. Solidaritas, kerja sama, kolaborasi, kemitraan, dan inklusivitas demi pulih bersama akan menjadi semangat utama keketuaan Indonesia di G-20.
Terkait dengan perkiraan situasi dunia pada tahun 2022, dunia diperkirakan belum akan sepenuhnya keluar dari pandemi Covid-19 dari aspek kesehatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyampaikan harapan bahwa pada akhir tahun 2021 negara-negara di dunia dapat melakukan vaksinasi 40 persen dari populasinya dan 70 persen pada pertengahan 2022.
Saat menyampaikan keterangan terkait kedatangan vaksin Covid-19 tahap 66 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jumat (17/9/2021), Menlu Retno menuturkan, mekanisme berbagi vaksin atau dose-sharing bernilai penting di tengah kondisi kelangkaan pasokan dan kesenjangan akses vaksin.
Saat itu Menlu Retno mengutip Chief Executive Officer of the Coalition for Epidemic Preparedness Innovations Richard Hatchett yang pada intinya menyatakan bahwa dose-sharing sangat penting mengatasi situasi darurat pandemi Covid-19 saat ini. Pasokan vaksin global masih langka di saat kesenjangan akses vaksin pun masih lebar.
Beberapa hari lalu Covax juga telah menyampaikan tidak dapat memenuhi target pengiriman 2 miliar dosis vaksin hingga akhir tahun 2021. Bahkan, Covax telah menetapkan tenggat terakhir baru untuk target ini, yaitu triwulan I-2022.
”Arti penting dose-sharing juga disampaikan oleh Direktur Jenderal WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) 5 September (2021) saat bertemu dengan menteri kesehatan negara G-20 yang menyebutkan tiga langkah luar biasa diperlukan saat ini untuk mengatasi kelangkaan dan kesenjangan vaksin,” kata Menlu Retno.
Tiga langkah luar biasa untuk mengatasi kelangkaan dan kesenjangan vaksin ialah pertukaran antrean dosis antara negara dengan tingkat vaksinasi tinggi dan rendah, mempercepat realisasi dose-sharing, dan transfer teknologi.
Langkah tersebut ialah, pertama, pertukaran antrean dosis antara negara dengan tingkat vaksinasi tinggi dan rendah, termasuk melalui Fasilitas Covax. Kedua, mempercepat realisasi dose-sharing. Ketiga, transfer teknologi dan know how untuk mendukung produksi vaksin di kawasan lain.