Ivermectin Bukan untuk Covid-19, Mempromosikannya Bisa Dipidana
Undang-Undang Kesehatan sudah mengatur terkait promosi obat, termasuk sanksi pidananya. Pelanggaran mempertaruhkan nyawa warga negara.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan obat cacing ivermectin untuk terapi atau pencegahan Covid-19 dinilai berbahaya karena bisa menyebabkan berbagai efek samping. Mempromosikannya untuk penggunaan di luar izin edarnya sebagai obat cacing bisa dipidana.
”Di Indonesia, ivermectin belum pernah mendapat izin untuk Covid-19. Kita masih menunggu uji klinik, persetujuan protokol uji klinik yang dikerjakan di delapan lokasi penelitian oleh Litbangkes dan sampai sekarang hasilnya belum diumumkan. Obat ini izin edarnya sebagai obat parasit atau obat cacing,” kata Zullies Ekawati, Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, dalam diskusi daring yang diselenggarakan Indonesia Corruption Watch (ICW), Kamis (9/9/2021).
Menurut Zullies, sebagai obat cacing, ivermectin ditujukan di saluran cerna, tidak ditujukan untuk diserap ke aliran darah dengan enam bulan sekali serta dosis tertentu. ”Namun, jika dipakai obat Covid-19, dengan target membunuh virus, butuh dosis puluhan kali lebih banyak. Makanya, aspek keamanannya bisa beda. Misalnya dipakai 12 miligram dalam lima hari, tentu akan berdampak pada aspek keamanan,” katanya.
Bahkan, saat ini ada yang menganjurkan untuk pencegahan dengan diminum secara rutin sehingga bisa lebih berbahaya. ”Bisa ada dampak terhadap organ, bisa memberi dampak yang sistemik,” katanya.
Anda bukan kuda. Anda bukan sapi. Serius, kalian semua. Hentikan.
Secara umum, menurut Zullies, setiap obat bersifat racun. Hanya bisa menjadi obat jika digunakan dengan dosis yang tepat. ”Dalam konteks penemuan obat, uji klinis itu salah satunya untuk dilihat berapa dosis yang masif aman. Kalau manfaatnya lebih besar daripada risiko, baru disetujui,” katanya.
Dosen Pascasarjana Program Magister Biomedik Universitas, Yarsi Ahmad Rusdan Utomo, mememinta pemerintah segera mengumumkan hasil uji klinik ivermectin. ”Harusnya sekarang sudah ada data dari uji klinik. Penggunaannya bagi Covid-19 harusnya hanya dalam rangka uji klinik, tidak bisa bebas seperti sekarang, bahkan ada yang memakainya untuk pencegahan dengan minum rutin. Ini Berbahaya,” tuturnya.
Menurut dia, 80 persen pasien Covid-19 ini gejalanya ringan dan bisa sembuh sendiri. ”Nah, yang sembuh akan ngomong, seolah dia sembuh karena ivermectin. Padahal, sembuhnya bisa jadi bukan karena itu. Sementara yang mati diam saja. Enggak mungkin, kan, yang mati bilang, saya dulu diberi ivermectin tetap mati. Itulah pentingnya riset dengan randomisasi,” tuturnya.
Sementara itu, Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang Fachrizal Afandi, mengatakan, setiap obat harus memenuhi izin edar dan dipastikan standarnya oleh negara. Hal ini sudah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2017.
”Kalau obat ini belum mendapatkan izin untuk Covid-19, lalu ada yang melakukan testimoni atau mempromosikannya, ini melanggar Pasal 98 Ayat 1 UU 36 Tahun 2009. Itu ancaman pidananya 10 tahun dan denda 1 miliar rupiah. Ini taruhannya nyawa warga negara,” tuturnya.
Fachrizal menambahkan, kalau yang mempromosikan obat yang belum ada izin edar ini adalah pejabat negara, tentu dampaknya bisa lebih luas. ”Daya rusaknya besar jika terjadi hal yang tidak diinginkan,” katanya.
Di negara lain
Sejumlah otoritas kesehatan sejumlah negara juga telah melarang konsumsi ivermectin untuk Covid-19. Misalnya, otoritas Ilmu Kesehatan Singapura (HSA), Rabu (8/9/2021), mengumumkan bahwa ivermectin tidak disetujui sebagai pengobatan untuk Covid-19 di negara itu. Otoritas tersebut sangat menyarankan untuk tidak melakukan pengobatan sendiri dengan menggunakan obat itu.
HSA menyebutkan, ivermectin bukan obat antivirus dan tidak disetujui untuk digunakan dalam pencegahan dan pengobatan Covid-19. Oleh karena itu, pihak berwenang akan mengambil langkah serius terhadap mereka yang terlibat dalam penjualan dan pasokan ilegal obat-obatan, termasuk ivermectin.
Di Amerika Serikat, Badan Pengawas Makanan dan Obat-obatan Amerika Serikat (FDA) melarang penggunaan ivermectin untuk terapi dan pencegahan Covid-19 menyusul banyaknya keluhan mengenai efek sampingnya. Dalam keterangan di lamannya, FDA menyatakan melihat peningkatan penggunaan obat yang berbahaya, terutama tablet yang digunakan untuk mengobati cacing parasit pada kuda.
Padahal, ivermectin yang disetujui bagi manusia untuk mengobati kondisi kulit tertentu (rosacea) dan parasit eksternal tertentu, seperti kutu kepala, berbeda dengan yang digunakan pada hewan. Bulan lalu, FDA bahkan memperingatkan dalam akun Twitter resminya, ”Anda bukan kuda. Anda bukan sapi. Serius, kalian semua. Hentikan.”
Peringatan FDA itu diterbitkan setelah Departemen Kesehatan Mississippi mengatakan di laman webnya bahwa ”telah menerima banyak panggilan telepon dari orang-orang dengan kemungkinan mengonsumsi ivermectin untuk mengobati atau mencegah infeksi Covid-19.”
Disebutkan, sebanyak 85 persen penelepon yang meminta bantuan karena mengonsumsi ivermectin itu mengalami gejala ringan, tetapi satu orang diinstruksikan untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.