Paparan Polusi Udara Berkaitan dengan Obesitas pada Anak
Paparan polusi udara meningkatkan risiko mengalami obesitas dan asma pada anak. Kondisi itu bisa menghambat tumbuh kembang anak dan memicu berbagai komplikasi penyakit di masa dewasa.
Oleh
EVY RACHMAWATI
·4 menit baca
Paparan polusi udara tingkat tinggi terus mengancam kesehatan anak. Selain meningkatkan risiko menderita asma, studi terbaru menyebutkan, paparan polusi tersebut meningkatkan kemungkinan anak-anak mengalami obesitas atau kegemukan yang bisa memicu berbagai persoalan kesehatan di kemudian hari.
Polusi udara menjadi ancaman kesehatan lingkungan yang utama. “Udara yang tercemar meracuni jutaan anak. Seharusnya tiap anak bisa menghirup udara bersih agar tumbuh kembang optimal,” kata Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagaimana dikutip di laman UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change).
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018 menyebut, hampir semua anak terpapar polusi udara pada level berbahaya. Di dunia yang makin padat dan bergantung pada teknologi berbasis karbon, udara yang kita hirup berdampak serius pada kesehatan, sepertiga dari kematian akibat stroke, kanker paru-paru, dan penyakit jantung.
Sekitar 93 persen anak-anak di dunia usia di bawah usia 15 tahun atau 1,8 miliar anak menghirup udara tercemar, terutama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. WHO memperkirakan pada 2016, sekitar 600.000 anak meninggal karena infeksi saluran pernapasan akut akibat terpapar polusi udara.
Obesitas dan asma
Studi terbaru juga mengungkapkan keterkaitan antara anak-anak yang kelebihan berat badan, asma, dan polusi udara. Studi tersebut mengatakan anak-anak obesitas memiliki peluang 79 persen lebih besar menderita asma. Situasi ini terlihat di New Delhi, India, yang memiliki mutu udara buruk tiap tahun.
Studi oleh Lung Care Foundation dan Pulmocare Research and Education merupakan yang pertama di India menemukan kaitan anak-anak yang kegemukan, asma, dan polusi udara. Sebelumnya, para ahli memperingatkan, paparan udara kotor terlalu lama bisa memicu penyakit pernapasan, terutama pada anak.
Lung Care Foundation mengamati 3.157 anak di 12 sekolah dipilih secara acak dari New Delhi, serta kota Kottayam dan Mysuru di India selatan, keduanya memiliki udara lebih bersih. Hasilnya ada 39,8 persen anak-anak dari New Delhi kelebihan berat badan dibanding 16,4 persen anak-anak di Kottayam dan Mysuru.
Hal ini berkorelasi kuat dengan tingkat partikel yang dilaporkan (PM2.5), polutan kecil berbahaya di udara yang ditemukan di kota-kota ini, demikian diungkapkan hasil studi itu. New Delhi termasuk kota paling tercemar di dunia dengan polusi udara naik ke level 9 kali dari batas aman yang ditetapkan WHO.
Mengubah metabolisme
Dr Sundeep Salvi, Direktur Yayasan Penelitian dan Pendidikan Pulmocare (PURE) di kota barat Pune, mengatakan, riset itu menegaskan bahwa menghirup udara kotor bisa membuat anak-anak jadi gemuk. Polutan di udara mengandung bahan kimia tertentu, dikenal sebagai obesogen, yang dapat mengubah metabolisme seseorang.
"Ketika seseorang menghirup udara tercemar, obesogen masuk dalam tubuh. Ini mengacaukan sistem endokrin dan menyebabkan obesitas," kata Dr Salvi kepada BBC, Sabtu (4/9/2021). Anak-anak lebih rentan terpapar udara tercemar dan menghirup polutan obesogenic karena lebih aktif daripada orang dewasa.
Obesitas pada anak dikaitkan dengan kemungkinan mengalami kegemukan, kematian dini, dan kecacatan lebih tinggi di masa dewasa. Selain peningkatan risiko di masa depan, menurut WHO, anak dengan obesitas rentan kesulitan bernapas, peningkatan risiko patah tulang, hipertensi, penanda awal penyakit kardiovaskular, resistensi insulin, dan efek psikologis.
Ketika seseorang menghirup udara tercemar, obesogen masuk dalam tubuh. Ini mengacaukan sistem endokrin dan menyebabkan obesitas.
Studi ini juga menemukan anak-anak sekolah di Delhi memiliki prevalensi jauh lebih tinggi dari gejala asma dan alergi seperti mata berair yang gatal, batuk dan ruam dibandingkan anak-anak di Kottayam dan Mysuru. Prevalensi anak dengan asma di New Delhi 29,3 persen, sedangkan di Kottayam dan Mysuru 22,6 persen.
Perbedaan ini terlepas dari fakta bahwa dua faktor utama yang terkait dengan asma masa kanak-kanak serta riwayat penyakit keluarga dan perokok dalam keluarga lebih banyak terjadi di kota-kota selatan, demikian diutarakan para peneliti.
Dr Arvind Kumar, pendiri wali amanat Lung Care Foundation, menyebut penelitian ini sebagai "pembuka mata". "Ini menunjukkan prevalensi gejala pernapasan dan alergi yang sangat tinggi, asma yang ditentukan spirometri, dan obesitas pada anak-anak New Delhi," ungkapnya.
Polusi udara merupakan hubungan yang mungkin dari ketiganya. "Sudah saatnya masalah polusi udara di Delhi dan kota-kota lain diselesaikan secara sistematis untuk menyelamatkan masa depan anak-anak," ujarnya.