Pandemi Covid-19 telah menempatkan orang dengan HIV pada kerentanan yang multidimensi. Mereka rentan terkena Covid-19, sulit mengakses layanan, juga terdampak secara ekonomi.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Orang yang hidup dengan HIV menghadapi beban berlipat selama pandemi Covid-19. Selain lebih rentan terhadap Covid-19, ketimpangan yang semakin luas juga menghambat mereka mengakses layanan HIV dan vaksinasi Covid-19. Mereka juga menghadapi beban sosio-ekonomi.
Demikian pernyataan bersama UNAIDS, Jaringan Indonesia Positif, dan Indonesia AIDS Coalition (IAS), Jumat (23/7/2021).
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa orang dengan HIV lebih rentan terhadap Covid-19 yang parah dan memiliki risiko kematian akibat Covid-19 yang lebih besar. Data surveilans di 37 negara menemukan bahwa hampir seperempat dari orang dengan HIV yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19 meninggal.
Meskipun lebih rentan, kurang dari 3 persen orang dengan HIV di Sub-Sahara Afrika, daerah dengan jumlah orang yang hidup dengan HIV tertinggi di dunia, yang telah menerima setidaknya satu dosis dari vaksin Covid-19 pada Juli 2021.
Di Indonesia, hasil survei cepat terkait vaksin Covid-19 bagi orang dengan HIV yang dilakukan oleh Jaringan Indonesia Positif (JIP) pada Juni 2021 memperlihatkan, dari 1.137 responden HIV positif, 19 persen di antaranya sudah divaksin dosis pertama, 30,3 persen telah mendapatkan dosis kedua, dan 50,7 persen belum dan tidak mendapatkan vaksin Covid-19.
Sebanyak 47,4 persen responden belum divaksin karena khawatir memiliki riwayat penyakit penyerta, 9,7 persen tidak menerima info yang jelas soal pemberian vaksin Covid-19, dan 9,7 persen responden takut efek samping.
”Perlindungan vaksin Covid-19 bagi orang dengan HIV sangat penting di masa yang sulit ini. Sayangnya, adanya keraguan, ketakutan, serta misinformasi dari berbagai sumber yang membuat banyak orang dengan HIV enggan divaksin. Harus ada upaya lebih besar guna memastikan orang dengan HIV, petugas kesehatan, dan masyarakat yang terlibat dalam program vaksinasi agar mengetahui dan mengampanyekan vaksinasi bagi orang dengan HIV,” tutur Meirinda Sebayang, Koordinator Nasional Jaringan Indonesia Positif.
Selain tantangan mengakses vaksin Covid-19, orang dengan HIV juga mengalami hambatan untuk mendapatkan perawatan Covid-19. Menurut hasil survei cepat JIP pada Juli 2021, dari 155 orang dengan HIV yang pernah positif Covid-19, 5 persen mendapatkan penolakan perawatan Covid-19 akibat status HIV-nya.
Beberapa alasan penolakan termasuk perlunya menyertakan rujukan/rekomendasi dari dokter perawatan HIV, tidak tersedianya perawatan Covid-19 bagi orang dengan HIV, tidak tersedianya kamar, serta tidak adanya KTP.
Selain itu, 30,3 persen responden memilih melakukan isolasi mandiri di rumah tanpa pantauan tenaga medis dan 42 persen responden melakukan isolasi mandiri di rumah dengan pantauan tenaga medis.
Perlindungan vaksin Covid-19 bagi orang dengan HIV sangat penting pada masa yang sulit ini. Sayangnya, adanya keraguan, ketakutan, serta misinformasi dari berbagai sumber yang membuat banyak orang dengan HIV enggan divaksin.
Laporan terbaru UNAIDS, ”Confronting Inequalities: lessons for pandemic responses from 40 years of AIDS” menunjukkan bahwa penutupan wilayah dan pembatasan lainnya telah menyebabkan layanan HIV terganggu. Di banyak negara, hal ini menyebabkan penurunan jumlah diagnosis HIV dan rujukan ke layanan inisiasi pengobatan dan perawatan HIV.
Laporan UNAIDS ini juga menunjukkan, di Indonesia jumlah orang yang menginisiasi pengobatan antiretroviral selama pandemi berkurang, yang mencapai puncaknya pada Mei 2020, yakni menurun 43 persen. Mayoritas fasilitas dan petugas kesehatan fokus menangani kasus Covid-19 sehingga mengganggu program kesehatan lainnya. Namun, setelah Juni 2020, jumlah orang yang mengakses pengobatan antiretroviral di Indonesia sudah kembali seperti sebelum pandemi.
Beban sosio-ekonomi juga dirasakan oleh orang dengan HIV. Penelitian IAC pada 564 responden dengan HIV dan kelompok rentan lainnya pada semester pertama 2020 menunjukkan ada peningkatan angka pengangguran sebesar 1,84 persen sejak pertengahan 2019.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ada distribusi skema jaminan sosial yang tidak merata. Masih banyak populasi rentan HIV yang tidak menerima bantuan sosial dari pemerintah dengan pertimbangan status pekerjaan, kelompok pendapatan, dan persyaratan administratif lainnya. Bantuan sosial malah datang dari pihak nonpemerintah, seperti anggota keluarga, teman, dan lembaga swadaya masyarakat.
”Covid-19 adalah ujian bagi kita, ujian bagi solidaritas sosial yang selama ini kerap tergerus di tengah situasi kehidupan yang sangat tidak adil bagi kelompok orang dengan HIV dan kelompok yang paling terdampak dari epidemi AIDS lainnya,” ujar Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif IAC.