Kebijakan dan Inovasi Daerah Dukung Penanggulangan HIV
Program penanggulangan HIV/AIDS di masa pandemi Covid-19 harus terus berjalan sebab ada banyak orang dengan HIV yang harus tetap menjalani terapi antiretroviral untuk menekan virus dalam tubuhnya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanggulangan HIV/AIDS harus tetap berjalan di tengah pandemi Covid-19. Kebijakan dan inovasi dari pemerintah daerah untuk melacak dan menurunkan kasus baru dapat mempercepat penanggulangan penyakit menular ini.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengemukakan, jumlah orang dengan HIV secara global saat ini sebanyak 37,7 juta orang dengan jumlah infeksi baru mencapai 1,5 juta orang per tahun. Adapun kematian karena HIV tercatat sebesar 680.000 orang per tahun.
Sementara estimasi jumlah orang dengan HIV di Indonesia tahun 2020 sebanyak 543.100 orang. Dari pemodelan, kasus infeksi baru HIV masih akan terus meningkat pada perempuan dan laki-laki secara umum, pekerja seks, serta kelompok lelaki suka lelaki (LSL).
”Memang ada tren peningkatan kasus infeksi baru. Namun, selama kita tetap berupaya meningkatkan akselerasi penemuan kasus dan pengobatan, infeksi baru ini bisa ditekan,” ujarnya dalam acara Kompas Talks bertajuk ”Strategi Daerah Hadapi AIDS Selama Pandemi”, Kamis (22/7/2021). Acara ini merupakan kerja sama harian Kompas, USAID, dan UNAIDS.
Menurut Nadia, Indonesia sebenarnya sudah bisa menurunkan kasus infeksi baru. Namun, perlu ada percepatan penemuan kasus mengingat jumlah absolut kasus HIV di Indonesia masih besar. Tren penurunan kasus dapat terjadi seiring dengan intervensi yang dilakukan dan adanya dukungan, baik sumber daya maupun anggaran di tingkat pusat dan daerah.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang juga menjadi pembicara mengatakan, Pemrov Jabar terus melakukan layanan aktif HIV/AIDS dengan jenis layanan provider initiated testing and consulting (PITC) menempati peringkat tertinggi. Layanan dan tes HIV serta akses obat tetap berjalan selama pandemi, tetapi ada pembatasan jumlah kunjungan pasien untuk mengurangi penularan Covid-19.
Pemprov Jabar mencatat, hingga 2020 terdapat 49.474 kasus HIV dan 11.686 kasus AIDS di Jabar. Adapun capaian tes HIV menurut kelompok risiko pada periode Januari-Juni 2021 tercatat sebanyak 47.645 tes dan 1.253 di antaranya terdeteksi positif.
Pemprov Jabar juga telah menetapkan kebijakan dan inovasi terkait HIV, antara lain memudahkan akses dan ketersediaan obat antiretrovial (ART) bagi orang dengan HIV, memudahkan ARV ke 27 kabupaten/ kota, serta mengembangkan Jabar Quick Respon (JQR) respons cepat pelayanan pemerintah.
Migrasi digital
Kamil mengatakan, pada kondisi pandemi saat ini semua pihak tak terkecuali pemprov Jabar melakukan migrasi digital yang bertujuan untuk meningkatan edukasi HIV/AIDS ataupun kesehatan reproduksi. Di sisi lain, Pemprov Jabar bersama Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) melakukan konseling fisik dengan pembatasan pasien.
”Sembilan tahun ke depan kami berkomitmen zero infection (nol kasus infeksi baru) dengan diagnosis mencapai 90 persen dan nol kematian terkait AIDS. Diharapkan semua orang bisa hidup dengan setara atau zero discrimination,” tuturnya.
Kepala Seksi Penyakit Menular, Tular Vektor, dan Zoonotik Dinas Kesehatan DKI Jakarta Rosvita Nur Aini menuturkan, Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 57 Tahun 2020 untuk memastikan pelayanan bagi orang dengan HIV tetap berjalan selama pandemi. Namun, pelayanan tetap dengan pembatasan pasien dan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
”Surat edaran kedua tentang pelaksanaan program HIV khususnya mobile testing dengan protokol kesehatan kami keluarkan. Segala kegiatan penanggulangan HIV yang dilakukan dalam bentuk langsung kini diubah metodenya dengan cara digital. Ini tidak menurunkan kualitas pelayanan untuk pasien dengan HIV,” katanya.
Memang ada tren peningkatan kasus infeksi baru. Namun, selama kita tetap berupaya meningkatkan akselerasi penemuan kasus dan pengobatan, infeksi baru ini bisa ditekan.
Selain penjangkauan dan penelusuran kasus HIV secara daring, Pemprov DKI juga mendukung pelayanan pengobatan multibulan dengan fasilitas pengiriman Jak-Anter. Fasilitas pengiriman obat ini dibutuhkan oleh pasien HIV karena mereka takut datang ke fasilitas pelayanan kesehatan selama pandemi Covid-19.
”Di tengah keterbatasan ini, muncul inovasi untuk pengantaran obat, baik diantar melalui paket maupun ojek daring. Tujuan pengantaran ini adalah mempertahankan kepatuhan minum obat dan memastikan obat itu sampai ke pasien HIV,” ucapnya.
Rosvita menegaskan, segala upaya dan inovasi tersebut tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan dari berbagai pihak yang bermitra dengan pemerintah, seperti relawan, lembaga swadaya masyarakat pendamping dan penjangkau orang dengan HIV.
Koordinator Nasional Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI) Ayu Oktarini mengatakan, jauh sebelum pandemi melanda, orang dengan HIV memiliki banyak tantangan dalam hidupnya. Tantangan itu mulai dari persoalan penerimaan diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sosial, hingga adaptasi pengobatan serta stigma dan diskriminasi.
Orang dengan HIV memiliki kebutuhan pengobatan dan perawatan, yakni terapi ARV serta monitoring berupa pemeriksaan darah rutin. Mereka juga membutuhkan akses kesehatan penunjang lainnya, seperti alat kontrasepsi, pemeriksaan bulanan, akses pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT), dan akses terapi rumahan methadone.
Pada masa pandemi saat ini, Ayu pun merekomendasikan pihak-pihak terkait untuk melindungi penyedia layanan kesehatan atau pendampingan bagi orang dengan HIV. Di sisi lain, perlu juga pemantauan untuk memastikan kesinambungan layanan dan meningkatkan hasilnya bagi penerima manfaat.