Penyebaran Covid-19 di Flores Timur Tak Terkendali
Penyebaran kasus Covid-19 di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur dalam tiga pekan terakhir tak terkendali. Perilaku masyarakat yang tetap menyelenggarakan pesta dan mobilitas warga dari luar sebagai penyebab.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA/FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
LARANTUKA, KOMPAS — Penyebaran kasus Covid-19 di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, dalam tiga pekan tak terkendali. Perilaku masyarakat yang tetap menyelenggarakan pesta, dan mobilisasi warga dari luar sebagai penyebab. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat berskala mikro pun diterapkan di kabupaten kepulauan itu. Setiap pemkot/pemkab di NTT perlu sediakan tempat karantina terpusat.
Wakil Bupati Flores Timur Nusa Tenggara Timur Agustinus Payong Boli dihubungi di Larantuka, Kamis (8/7/2021), mengatakan, jumlah kasus di Flores Timur pada bulan Mei 2021 sekitar 300 pasien, posisi pada Rabu (7/7/2021) mencapai 1.347 kasus. Dalam tenggat lebih dari satu bulan, terjadi lonjakan 1.047 kasus. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan.
”Penyebaran kasus ini makin tak terkendali. Perilaku masyarakat yang senang menyelenggarakan pesta sebagai akibat terbesar dari penyebaran virus korona ini. Sekitar dua pekan lalu ada pesta komuni pertama, pesta nikah, pesta adat, kumpul keluarga, dan berbagai jenis pesta lain. Saat kegiatan pesta ini biasanya diisi dengan tarian adat dolo-dolo, joget, dan menari, di mana warga saling berpegangan tangan, dan saling berdekatan,” kata Payong Boli.
Saat kegiatan pesta-pesta ini masyarakat tidak pernah mematuhi protokol kesehatan seperti memakai masker secara tepat, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mencuci tangan dengan sabun di air mengalir, dan membatasi mobilisasi. Penyelenggaraan sebuah pesta biasanya melibatkan lebih dari 20 orang, dan mereka saling berdekatan satu sama lain.
Pemkab setempat sudah berulang-ulang mengingatkan warga di kabupaten kepulauan ini agar membatasi kegiatan di tengah pandemi Covid-19 ini, tetapi tidak dipatuhi. Saat ini virus korona sudah merebak di puluhan desa, yang sebelumnya dinyatakan zona hijau.
Penyebaran kasus ini makin tak terkendali. Perilaku masyarakat yang senang menyelenggarakan pesta sebagai akibat terbesar dari penyebaran virus korona ini. (Agustinus Payong Boli)
Ia mengatakan, hanya pasien Covid-19 dalam kondisi gawat darurat yang dilayani di RSUD Hendrik Fernandes. Pasien dengan gejala sedang dan ringan menjalani karantina di rumah masing-masing. Petugas kesehatan akan melayani pasien tersebut di rumah masing-masing.
Pemkab Flores Timur sedang menerapkan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat skala mikro. Masyarakat dari Pulau Adonara, dan Pulau Solor dilarang masuk Larantuka atau sebaliknya, meskipun warga dari dua pulau itu sangat bergantung dari sejumlah kebutuhan hidup di Larantuka. ”Kebijakan ini untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Kasus Covid-19 saat ini dalam kondisi gawat,” kata Payong Boli.
Kepala Dekenat Gereja Katolik Larantuka, Flores Timur, RD Adu Kerans Pr mengatakan, sejak Senin (5/7/2021), Keuskupan Larantuka telah mengeluarkan surat edaran agar misa tatap muka di gereja-gereja dihentikan sampai akhir Agustus 2021. Misa tetap diselenggarakan tetapi secara daring. Umat katolik setempat telah diimbau agar mengikuti kegiatan ibadat misa dari rumah masing-masing. Keuskupan Larantuka membawahi dua kabupaten, yakni Flores Timur dan Kabupaten Lembata.
Anggota Badan Permusyawaratan Desa Mewet, Kecamatan Wotan Ulumado, Adonara, Kabupaten Flores Timur, Fransiskus Duli mengatakan, Desa Mewet memiliki lima pasien Covid-19, dari satu anggota keluarga. Para penyintas Covid-19 ini pekan lalu mengikuti pesta adat di Larantuka, setelah pulang ke Adonara, mereka mulai batuk, demam, nafsu makan menurun, dan penciuman menghilang.
”Sekarang mereka menjalani isolasi mandiri di rumah tetapi salah satu dari lima orang ini, yang masih muda berusia 23 tahun, berkeliaran di dalam desa. Sesuai dengan pengakuannya, ia tidak merasakan sakit apa pun. Di desa ini pun tidak ada Satgas Covid-19 atau Posko Covid-19. Dulu, saat awal kasus, kepala desa membentuk Posko Covid-19, sekarang posko sudah dibubarkan,” kata Duli.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia NTT dr Hironimus Fernandes mengatakan, dengan kondisi kasus yang terus melejit saat ini, setiap kabupaten/kota di NTT mestinya menyediakan tempat untuk karantina terpusat bagi pasien Covid-19. Pemkot Kupang sampai hari ini belum memiliki tempat karantina terpusat, apalagi 21 kabupaten lain di NTT.
Saat ini ada ribuan pasien Covid-19 yang tersebar di 22 kabupaten/kota yang menjalani isolasi mandiri. Isolasi mandiri berpeluang besar terjadinya penyebaran kasus Covid-19 kepada orang sekitar.
Hasil refocusing anggaran 2021 untuk penanganan Covid-19 untuk setiap kabupaten/kota berkisar Rp 30 miliar–Rp 80 miliar. Kota Kupang sendiri menyediakan anggaran Rp 80 miliar.
”Dulu ada rencana Hotel Ima, Hotel Brandon, dan Rumah Sakit Jiwa Naimata, Kupang menjadi pusat karantina pasien Covid-19 tetapi sampai saat ini tidak terealisasi. Inskonsisten kebijakan sangat perpengaruh terhadap percepatan penyebaran penyakit. Menangani kasus ini, semestinya dari hulu sampai hilir, semuanya konsiten pada aturan, kebijakan, dan protokol kesehatan,” kata Fernandes.
Ia mengatakan, dengan isolasi mandiri bakal terjadi seleksi alamiah dalam kasus ini. Siapa yang memiliki imunitas kuat bakal bertahan, dan yang lemah imunitasnya akan meninggal. Karena itu, vaksinasi merupakan pilihan terbaik untuk menjaga kekebalan tubuh, meski itu pun tidak sepenuhnya menjamin keselamatan nyawa seseorang.