Kebutuhan darah selama pandemi tetap tinggi, tetapi ketersediaan darah dari donor sukarela menurun. Karena itu, gerakan donor darah di masyarakat perlu digalakkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemenuhan darah dari donor sukarela menurun selama masa pandemi Covid-19. Padahal, kebutuhan darah secara nasional tidak berubah. Karena itu, layanan donor darah perlu pendekatan berbeda agar pemenuhan darah dari donor sukarela bisa meningkat.
Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla menyampaikan hal itu dalam webinar nasional peringatan Hari Donor Darah Sedunia 2021 yang diselenggarakan secara daring pada Senin (14/6/2021) di Jakarta.
Kalla mengatakan, kebutuhan kantong darah nasional setidaknya harus tersedia 2 persen dari total penduduk per tahun. Dengan jumlah penduduk sekitar 270 juta orang, kebutuhan kantong darah di Indonesia sebesar 5,4 juta kantong per tahun.
”Selama ini, kita (PMI) bisa memenuhi kebutuhan tersebut dengan baik. Namun, selama pandemi Covid-19, donor darah menurun, khususnya donor darah kelompok yang biasanya diselenggarakan oleh komunitas ataupun organisasi di perusahaan,” ucapnya.
Data PMI mencatat, pada 2019 pemenuhan darah yang bisa dipenuhi oleh PMI sebesar 92 persen dari kebutuhan darah secara nasional. Namun, pada 2020 jumlah darah yang bisa dipenuhi menjadi 85 persen.
Karena itu, Kalla mengatakan, berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan jumlah donor darah di masyarakat. Pendekatan mulai dilakukan kepada anggota TNI dan Polri agar bisa teratur mendonorkan darah. Selain itu, layanan donor darah di Unit Transfusi Darah (UTD) PMI dibuka selama 24 jam dengan protokol kesehatan yang ketat. Kampanye untuk mengajak masyarakat untuk donor darah juga terus dilakukan.
Selama pandemi Covid-19, donor darah menurun, khususnya donor darah kelompok yang biasanya diselenggarakan oleh komunitas ataupun organisasi di perusahaan.
Direktur Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Abdul Kadir menyampaikan, jumlah UTD dan Bank Darah Rumah Sakit terus ditingkatkan untuk mempermudah masyarakat mengakses kebutuhan darah. Secara nasional, jumlah UTD yang ada di Indonesia mencapai 460 unit dengan 225 UTD di antaranya milik PMI. Selain itu, ada 803 rumah sakit yang menyelenggarakan bank darah rumah sakit.
”Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan, setiap pemerintah daerah wajib menyediakan paling sedikit satu UTD di setiap kabupaten/kota. Namun, kenyataannya, masih ada 93 kabupaten/kota yang belum memiliki UTD,” ujarnya.
Kadir memaparkan, pembinaan pelayanan darah telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan selama masa pandemi Covid-19. Itu dilakukan antara lain dengan memenuhi sarana prasarana, alat kesehatan UTD, dan reagen uji saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) di setiap daerah.
Pelatihan juga telah dilakukan kepada sejumlah sumber daya manusia yang bertugas di UTD. ”Kompetensi Teknisi Pelayanan Darah sudah disusun untuk memastikan pelayanan darah bisa tetap aman dari risiko penularan Covid-19,” ujarnya.
Menurut dia, UTD berperan penting dalam layanan darah di masyarakat. Kebutuhan darah tetap tinggi selama pandemi. Adapun kasus yang kerap membutuhkan darah, seperti penyakit dengan keganasan (kanker), talasemia, pendarahan saluran cerna, gagal ginjal kronik yang membutuhkan layanan hemodialisa, pendarahan saat persalinan, serta kasus trauma akibat kecelakaan lalu lintas.
”UTD berperan untuk menjamin ketersediaan darah untuk mengatasi kondisi akibat pendarahan. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan darah ini harus bisa dipastikan,” ucap Kadir.