Pemerintah mesti menyiapkan mitigasi risiko vaksinasi Covid-19 meski dinyatakan belum ada kejadian fatal akibat imunisasi tersebut. Hal itu bertujuan meningkatkan kepercayaan publik.
Oleh
AHMAD ARIF/SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Berdasarkan hasil investigasi oleh Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi, hingga kini tidak ada warga yang meninggal karena menjalani vaksinasi Covid-19. Namun, pemerintah mesti memitigasi risiko vaksin AstraZeneca dan vaksin lain.
Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-imunisasi (Komnas KIPI) Hindra Irawan Satari, dalam keterangan pers pada Jumat (21/5/2021) di Jakarta, menegaskan, sampai saat ini tidak ada warga yang meninggal karena vaksinasi Covid-19.
Berdasarkan data Komnas KIPI, ada 27 kasus kematian diduga akibat imunisasi dengan vaksin Covid-19 buatan Sinovac. Setelah diinvestigasi, kematian itu tak terkait vaksinasi.
Sampai saat ini tidak ada warga yang meninggal karena vaksinasi Covid-19.
Dari total kasus itu, 10 kasus akibat Covid-19, 14 orang karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 1 orang karena gangguan fungsi ginjal mendadak, serta 2 orang karena diabetes melitus dan hipertensi tak terkontrol.
”Kami bisa membuat diagnosis itu karena datanya lengkap. Diperiksa, dirawat, dirontgen, diperiksa laboratorium, dan di-CT scan,” ujar Hindra. Sementara ada tiga kasus kematian diduga akibat vaksinasi dengan AstraZeneca. Setelah diinvestigasi, kematian itu ternyata karena penyakit lain.
Namun, epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, mengingatkan, pemerintah harus memitigasi risiko vaksin AstraZeneca dan vaksin lain berbasis adenovirus. Sebab, ada bukti bahwa vaksin ini bisa memicu vaccine-induced thrombotic thrombocytopenia atau pembekuan darah. ”Walaupun persentase kasusnya kecil, tetap dimitigasi agar warga percaya,” katanya.
”Di Australia dan di banyak negara lain, penggunaan vaksin AstraZeneca sangat dibatasi, salah satunya hanya direkomendasikan untuk kelompok usia di atas 50 tahun dengan skrining ketat,” tambah Dicky.
Usia 50 tahun
Selain itu, pemerintah diharapkan juga mengubah kelompok usia sasaran prioritas vaksin dari sebelumnya di atas 60 tahun menjadi 50 tahun. Selain untuk mempercepat cakupan vaksinasi, hal ini karena risiko kematian akibat Covid-19 di Indonesia tergolong tinggi mulai usia 50 tahun ke atas.
”Case fatality rate (tingkat kematian dibandingkan dengan kasus) Covid-19 di Indonesia untuk usia 50-59 tahun tinggi, yakni 1,3 persen. Karena itu, mereka harus masuk kelompok prioritas vaksin,” kata Dicky.
Dengan perhitungan ini, potensi kematian karena Covid-19 di Indonesia dari kelompok 50-59 tahun jika 10 persen saja populasi terinfeksi bisa mencapai 37.871 orang.
Berdasarkan data vaksin.kemkes.go.id, cakupan vaksinasi bagi warga lanjut usia atau usia di atas 60 tahun amat rendah. Dari 21,5 juta kelompok lansia ini, baru 2,9 juta orang yang mendapat dosis pertama (13,8 persen) dan yang mendapat suntikan dosis kedua 2 juta (9,31 persen).
Dicky menegaskan, Indonesia harus mempercepat vaksinasi bagi kelompok berisiko, yakni di atas 50 tahun. Selain memperbaiki pasokan dan rantai distribusi, Indonesia juga harus meningkatkan kepercayaan dan penerimaan publik terhadap vaksinasi melalui transparansi dan mitigasi risiko KIPI.
Sementara itu, perhitungan Institute for Health Metrics and Evaluation, University of Washington, menyebut, kematian karena Covid-19 di Indonesia 118.796 orang hingga pertengahan Mei 2021, lebih dari 2,5 kali yang dilaporkan. Indonesia merupakan negara di urutan ke-17 dengan jumlah kematian terbanyak karena Covid-19.
Di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, tahapan dan pemeriksaan awal calon penerima vaksin Covid-19 dipertanyakan seusai seorang guru SMP meninggal. La Hinu (59), guru tersebut, memiliki penyakit diabetes dan ginjal akut, tetapi dibolehkan menjalani vaksinasi. Pihak terkait melakukan investigasi terkait hal ini.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Baubau Marfiah Tahara menuturkan, pihaknya bersama dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Baubau menginvestigasi meninggalnya La Hinu setelah divaksin. ”Yang dilihat itu proses vaksinasi, data pelaksanaan, dari penapisan, habis divaksin seperti apa. Vaksinasi memakai vaksin Sinovac,” ujarnya. (SUCIPTO)