Tahapan Vaksinasi di Baubau Dipertanyakan Seusai Seorang Guru Meninggal
Pihak keluarga dan akademisi mempertanyakan tahapan pemeriksaan vaksinasi di Baubau, Sultra, setelah seorang guru meninggal seusai menjalani vaksinasi Covid-19.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Tahapan dan pemeriksaan awal calon penerima vaksin Covid-19 di Kota Baubau, Sulawesi Tenggara, dipertanyakan seusai seorang guru SMP meninggal. La Hinu (59), guru tersebut, diketahui memiliki penyakit diabetes dan ginjal akut, tetapi tetap dibolehkan menjalani vaksinasi. Pihak terkait masih melakukan investigasi terkait hal ini.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Baubau Marfiah Tahara menuturkan, pihaknya bersama Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Baubau saat ini sedang melakukan investigasi terkait meninggalnya La Hinu setelah menjalani vaksinasi. Pengumpulan informasi dari proses pemeriksaan awal, setelah vaksinasi, hingga meninggalnya La Hinu sedang dikumpulkan.
”Yang dilihat itu proses vaksinasi, data pelaksanaan, dari screening, terus habis divaksin seperti apa? Itu yang dikumpulkan datanya. Untuk vaksinnya, diberikan dosis vaksin Sinovac,” kata Marfiah, saat dihubungi dari Kendari, Jumat (21/5/2021).
La Hinu adalah guru Pendidikan dan Kewarganegaraan di SMPN 1 Baubau. Dia meninggal pada Kamis (20/5), sekitar pukul 16.00 Wita. Sekitar enam jam sebelumnya, La Hinu diketahui menjalani vaksinasi Covid-19 yang diselenggarakan di tempatnya mengajar.
Menurut Marfiah, sebelum dosis vaksin diberikan, tim dokter telah melakukan pemeriksaan awal terhadap La Hinu. Secara aturan, orang dengan penyakit penyerta, seperti diabetes, dibolehkan untuk menjadi penerima vaksin dengan syarat terkontrol dan dalam kondisi sehat.
”Menurut informasi sementara, itu semuanya sudah dilakukan. Pihak penerima juga mengaku telah melakukan pemeriksaan gula darah sehari sebelumnya di angka 130 dan semua tercatat dalam lembaran pemeriksaan. Informasi sementara yang saya terima begitu,” ujarnya.
Meski begitu, Marfiah belum mengetahui jelas apakah rekam medik yang bersangkutan terlampir dalam proses pemeriksaan awal tersebut. Pengumpulan data sedang dikumpulkan, termasuk kondisi bersangkutan saat pulang ke rumah.
Sementara itu, keluarga korban mempertanyakan proses pemeriksaan hingga La Hinu dibolehkan menjalani vaksinasi. Sebab, ia diketahui memiliki rekam jejak penyakit yang cukup berat dan harus rutin mengonsumsi obat-obatan.
Putra La Hinu, Rahmat Hidayat (39), mengatakan, hal yang menjadi keberatan keluarga adalah kenapa orangtuanya itu tetap divaksinasi sementara dia punya penyakit diabetes akut. ”Sebelum makan (La Hinu) pasti harus konsumsi insulin. Belum penyakit komplikasi ginjal yang telah bertahun-tahun,” katanya.
Sebelum berangkat ke sekolah untuk pemeriksaan vaksinasi, Rahmat dan keluarga telah mewanti-wanti agar sang ayah tidak perlu menjalani vaksinasi. Sebab, selama 20 tahun terakhir, ia menderita diabetes akut. Bahkan, enam bulan terakhir, ia kembali rutin mengonsumsi insulin untuk menetralkan gula darah.
Ini yang kami sayangkan karena seharusnya ada pemeriksaan lengkap sebelum dicek.
Tidak hanya itu, La Hinu juga menderita komplikasi ginjal yang cukup parah. Setiap bulan, ia rutin mengecek kondisi kesehatan sekaligus mengonsumsi obat-obatan.
”Makanya, setelah meninggal, saya sempat ketemu dokter yang periksa sebelum divaksin dan tanyakan kenapa tetap lolos, padahal punya penyakit gula, dan komplikasi ginjal? Katanya, saat dicek, kondisi Bapak baik, dan juga sudah banyak yang divaksin meski konsumsi insulin dan tetap aman. Ini yang kami sayangkan karena seharusnya ada pemeriksaan lengkap sebelum dicek,” tuturnya.
Ramadhan Tosepu, epidemiolog Universitas Halu Oleo, menerangkan, calon penerima vaksin dengan kondisi tubuh yang tidak normal tidak boleh dipaksakan untuk menerima vaksin. Sebab, kejadian ikutan dari pemberian dosis vaksin bisa berakibat fatal.
”Kalau melihat kasus di Baubau, proses screening-nya itu harus lebih ketat. Apakah pasien yang tidak memberikan informasi lengkap atau petugas yang tidak berhati-hati. Karena kalau orang sudah pakai insulin, artinya sudah tidak normal. Apakah ditanya gula darahnya berapa dan kapan terakhir diperiksa? Apakah rekam mediknya dilampirkan? Apalagi di proses (screening) itu tidak ada pemeriksaan gula darah yang dilakukan,” tambahnya.
Oleh sebab itu, proses penapisan awal mesti dilakukan dengan hati-hati dan melihat riwayat kesehatan seseorang. Hal itu untuk menghindari dampak lanjutan dari pemberian vaksin, sekaligus menjaga pasien dari kemungkinan buruk yang bisa terjadi.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Baubau dr Lukman menyebutkan, yang bersangkutan memang diketahui memiliki komorbid berupa diabetes yang tidak terkontrol dengan baik. Namun, saat menjalani pemeriksaan, disebutkan pemeriksaan gula darah terakhir normal, dan pasien dalam kondisi sehat.
”Ia juga telah menandatangani lembaran persetujuan vaksinasi. Setelah divaksin, dipantau sekitar 30 menit, dan tidak ada kejadian ikutan. Dari data yang dikumpulkan sementara, kejadian ini tidak terkait dengan pemberian vaksin Covid-19,” katanya.
Akan tetapi, saat ditanya terkait kelengkapan rekam jejak pasien dilampirkan atau tidak, Lukman tidak menjawab. Ia hanya menegaskan bahwa proses yang berlangsung telah sesuai prosedur.