Kajian terhadap 56 studi menunjukkan relasi dampak Covid-19 pada gangguan pendengaran pada penderitanya. Ini semakin menambah tanda-tanda ataupun dampak dari penyakit menular yang kini menjadi pandemi tersebut.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penjual kopi keliling memakai masker untuk mencegah penularan Covid-19 saat berjualan di kawasan Pasar Rumput, Jakarta Selatan, Minggu (21/3/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai penyakit baru, beragam gejala dan dampak Covid-19 terhadap tubuh manusia juga terus bertambah. Kajian terbaru menemukan, Covid-19 bisa memicu kehilangan pendengaran dan berbagai masalah pendengaran lainnya.
Kajian dilakukan para ilmuwan University of Manchester dan NIHR Manchester Biomedical Research Center (BRC) di International Journal of Audiology dan dirilis pada Minggu (21/3/2021). Kajian dilakukan dengan pendekatan peninjauan (review) sistematik terhadap 56 studi yang mengidentifikasi hubungan antara Covid-19 dan masalah pendengaran, serta vestibular.
Mereka mengumpulkan data dari 24 studi untuk memperkirakan bahwa prevalensi gangguan pendengaran terkait Covid-19 sebanyak 7,6 persen, tinnitus 14,8 persen, dan vertigo 7,2 persen.
Virus seperti campak, gondok, dan meningitis dapat menyebabkan gangguan pendengaran, tetapi sedikit yang diketahui tentang efek pendengaran dari virus SARS-CoV-2.
Kevin Munro, profesor audiologi di The University of Manchester dan Manchester BRC Hearing Health Lead, yang menjadi pemimpin studi ini, mengatakan, ”Ada kebutuhan mendesak untuk studi klinis dan diagnostik yang dilakukan dengan hati-hati untuk memahami efek jangka panjang Covid-19 pada sistem pendengaran. Diketahui bahwa virus seperti campak, gondok, dan meningitis dapat menyebabkan gangguan pendengaran, tetapi sedikit yang diketahui tentang efek pendengaran dari virus SARS-CoV-2.”
Kompas/Bahana Patria Gupta
Ilustrasi pendengaran. Petugas medis memeriksa kondisi telinga siswa SLB B Karya Mulia saat acara ”Peduli Pendengaran untuk Semua", di Surabaya, Jawa Timur, Rabu (24/2/2021). Kegiiatan diselenggarakan oleh PERHATI KL Jatim Utara dalam rangka menyambut World Hearing Day pada 3 Maret. Pemeriksaan telinga ini diikuti oleh 22 siswa.
Menurut Munro, meskipun tinjauan ini memberikan bukti adanya hubungan antara Covid-19 dan gangguan pendengaran, penelitian yang di-review memiliki kualitas yang berbeda-beda sehingga membutuhkan lebih banyak kajian klinis lebih lanjut. Diakuinya, data dari kajian ini terutama menggunakan kuesioner atau catatan medis yang dilaporkan terkait gejala Covid-19 dibandingkan dengan tes pendengaran.
Munro saat ini memimpin penelitian selama setahun di Inggris untuk menyelidiki kemungkinan dampak jangka panjang Covid-19. Timnya berharap dapat memperkirakan secara akurat jumlah dan tingkat keparahan gangguan pendengaran terkait Covid-19 di Inggris, dan menemukan bagian sistem pendengaran mana yang mungkin terpengaruh.
Mereka juga akan mengeksplorasi hubungan antara ini dan faktor lain, seperti gaya hidup, adanya satu atau lebih kondisi tambahan, dan intervensi perawatan kritis. Salah satu studi ini, misalnya, menunjukkan bahwa lebih dari 13 persen pasien yang dipulangkan dari rumah sakit melaporkan adanya perubahan pendengaran mereka.
Munro menambahkan, ”Selama beberapa bulan terakhir, saya telah menerima banyak surat elektronik dari orang-orang yang melaporkan perubahan dalam pendengaran mereka, atau tinnitus setelah terkena Covid-19.”
Ibrahim Almufarrij, anggota tim peneliti, mengatakan, penelitian ini diharapkan menambah bobot bukti ilmiah bahwa ada hubungan yang kuat antara Covid-19 dan masalah pendengaran. Sekalipun demikian, kajian lebih lanjut masih dibutuhkan.
Kompas
Setidaknya terdapat 55 efek jangka panjang yang dialami penyintas Covid-19. Sekitar 80 persen pasien melaporkan mengalami satu gejala atau lebih gejala jangka panjang ini. Sumber: Sandra Lopez-Leon dan tim dalam medrxiv.org (2021).
Bukti pertama
Sebelumnya, dalam studinya yang dipublikasikan di British Medical Journal (BMJ) pada September 2020, Foteini Stefania Koumpa dari University College London dan tim menyebutkan adanya bukti gangguan pendengaran sensorineural yang tiba-tiba (SSNHL) yang dialami pasien Covid-19. Makalah ini menyajikan kasus SSNHL pertama setelah Covid-19 di Inggris.
Koumpa dan tim dalam studinya menggambarkan kasus yang ditemukan adalah seorang pria berusia 45 tahun dengan asma. Ia dirujuk ke klinik bagian telinga hidung dan tenggorokan di rumah sakit setelah tiba-tiba mengalami gangguan pendengaran di satu telinga saat dirawat karena infeksi Covid-19 selama 10 hari. Dia kemudian dipindahkan ke perawatan intensif karena kesulitan bernapas.
Pasien menggunakan ventilator selama 30 hari dan mengalami komplikasi lain sebagai hasilnya. Dia dirawat dengan remdesivir, steroid intravena, dan transfusi darah, dan kemudian mulai membaik. Namun, seminggu setelah selang pernapasan dilepas dan meninggalkan ruang perawatan intensif, dia mengalami dering (tinnitus) di telinga kirinya, diikuti oleh gangguan pendengaran yang tiba-tiba di telinga itu.
Dia tidak pernah kehilangan pendengaran atau memiliki masalah telinga sebelumnya. Selain memiliki riwayat asma, dia juga dinyatakan bugar dan sehat.
Pemeriksaan saluran telinganya menunjukkan bahwa dia tidak mengalami penyumbatan atau pembengkakan. Namun, tes pendengaran menunjukkan bahwa dia telah kehilangan pendengaran di telinga kiri secara substansial. Dia dirawat dengan tablet steroid dan suntikan setelah itu pendengarannya pulih sebagian.
Dia dites negatif untuk penyebab potensial lainnya, termasuk rheumatoid arthritis, flu, dan HIV, mendorong Koumpa dan tim untuk menyimpulkan bahwa gangguan pendengarannya terkait dengan infeksi Covid-19.
Studi sebelumnya oleh Sandra Lopez-Leon dari Drug Development, Novartis Pharmaceuticals, New Jersey, Amerika Serikat, dan timnya menunjukkan Covid-19 memang bisa berdampak jangka panjang. Tak hanya satu atau dua gejala, Sandra mengidentifikasi lebih dari 50 gejala sisa dan komplikasi medis jangka panjang yang diakibatkan oleh penyakit ini. Namun, dalam kajian ini belum disebutkan bahwa penyakit ini bisa memicu masalah pendengaran.