Warga diimbau tetap mematuhi protokol kesehatan meski telah menjalani vaksinasi Covid-19. Selain ada kemungkinan telah terinfeksi sebelum divaksinasi, kekebalan tubuh tidak langsung terbentuk secara optimal.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Risiko penularan masih bisa terjadi sekalipun seseorang telah menjalani vaksinasi Covid-19. Jumlah penduduk yang divaksinasi pun masih terbatas sehingga kekebalan komunitas belum terbentuk. Karena itu, protokol kesehatan harus tetap dijalankan secara ketat oleh siapa pun.
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio menyampaikan, vaksin tidak bisa menggantikan perlindungan yang didapatkan dari kepatuhan menjalankan protokol kesehatan. Penularan tetap bisa terjadi sekalipun risikonya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan tidak divaksinasi.
”Kenapa kita tetap harus menjalankan protokol kesehatan setelah divaksinasi? Itu karena kita bisa saja sudah terpapar virus sebelum divaksinasi, tetapi gejalanya belum muncul. Selain itu, penularan masih bisa terjadi karena antibodi yang terbentuk belum optimal. Jadi, vaksinasi tidak bisa menggantikan prinsip 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak fisik),” tuturnya di Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Amin menyampaikan, antibodi yang terbentuk dari proses vaksinasi biasanya baru muncul sekitar dua minggu setelah dosis kedua diberikan. Meski begitu, respons imun tersebut sifatnya personal sehingga bisa berbeda-beda pada setiap orang.
Kekebalan komunitas yang terbentuk dari vaksinasi juga baru bisa tercapai apabila sebagian besar penduduk sudah mengikuti vaksinasi. Oleh sebab itu, vaksinasi perlu diberikan pada sebagian besar penduduk dalam waktu singkat. Semakin cepat vaksinasi bisa diberikan pada banyak orang, maka kekebalan komunitas bisa tercapai optimal. Harapannya, risiko penularan lebih ditekan.
Peta jalan
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Adang Sudrajat, menambahkan, perbaikan dalam peta jalan pemenuhan kekebalan komunitas perlu dilakukan oleh pemerintah. Ketersediaan vaksin yang memadai didorong untuk dipercepat agar semakin banyak penduduk mendapat vaksin. Dengan jumlah rata-rata penerimaan vaksin yang terbatas dikhawatirkan kekebalan komunitas tidak bisa terbentuk dalam waktu cepat.
Kenapa kita tetap harus menjalankan protokol kesehatan setelah divaksinasi? Itu karena kita bisa saja sudah terpapar virus sebelum divaksinasi, tetapi gejalanya belum muncul.
”Jika prioritas masih pada lansia, sementara usia produksi yang lebih banyak beraktivitas di luar tidak segera mendapatkan vaksinasi, itu tetap berisiko meningkatkan risiko penularan di masyarakat,” ujarnya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, pemerintah berupaya mempercepat proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Itu dilakukan dengan terus meningkatkan ketersediaan vaksin serta kesediaan masyarakat untuk divaksinasi.
Setidaknya, sebanyak 35 juta dosis bahan baku vaksin sudah diterima Indonesia dari Sinovac, China. Selain itu, sebanyak 1,1 juta dosis vaksin produksi AstraZeneca juga sudah diterima dari kerja sama multilateral melalui Fasilitas Covax.
”Periode Juni dan seterusnya, kita barus melihat kedatangan vaksinasi dalam jumlah yang lebih besar. Kita sedang mengusahakan agar ada percepatan dalam ketersediaan vaksin. Pemerintah sudah menargetkan 181,5 juta penduduk mendapatkan vaksinasi agar kekebalan komunitas bisa tercapai,” kata Nadia.
Sementara masih menunggu vaksinasi bisa diberikan pada seluruh target sasaran, Nadia mengimbau, masyarakat untuk tetap patuh pada protokol kesehatan. Selama pandemi masih terjadi, protokol kesehatan dengan 3M, yakni memakai masker, mencuci tangan, serta menjaga jarak dan menjahui kerumunan.
Sekalipun sudah mendapatkan vaksinasi, protokol kesehatan juga tetap harus dilakukan. ”Kementerian Kesehatan pun belum merekomendasikan sertifikat vaksinasi sebagai syarat perjalanan. Risiko untuk tertular ataupun menularkan Covid-19 masih bisa terjadi. Vaksinasi diperlukan setidaknya untuk mengurangi tingkat keparahan ketika tertular,” tutur Nadia.
Menurut Nadia, tantangan utama yang dihadapi dalam proses vaksinasi saat ini yaitu penerimaan masyarakat pada vaksinasi. Masih ada sekitar 30 persen masyarakat yang ragu-ragu untuk menjalani vaksinasi. Bahkan, sekitar 7 persen masyarakat menyatakan tidak mau divaksinasi.
”Kondisi ini bisa berdampak pada capaian kekebalan komunitas yang kita harapkan. Komunikasi mengenai pentingnya vaksinasi terus dilakukan melalui berbagai pendekatan. Keterlibatan pemangku kepentingan, mulai dari tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam vaksinasi dapat menjadi model keteladanan bagi masyarakat,” ujarnya.