Percepatan vaksinasi Covid-19 terkendala keterbatasan stok vaksin, infrastruktur, dan sumber daya manusia. Sebagian vaksin masih menanti hasil kajian Badan POM.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah tantangan dihadapi dalam upaya percepatan program vaksinasi Covid-19. Selain keterbatasan vaksin, kesiapan infrastruktur pendukung dan sumber daya manusia masih perlu ditingkatkan.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi, Rabu (17/3/2021), di Jakarta, menyampaikan, sejumlah upaya mesti dilakukan demi mempercepat vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Keterbatasan stok vaksin membuat vaksinasi harus berdasarkan prioritas, yakni petugas kesehatan, warga lanjut usia, dan petugas layanan publik.
Jumlah vaksin yang diperkirakan diterima Indonesia sampai Mei 2021 sebanyak 91 juta dosis vaksin. Sementara dengan target sasaran vaksinasi 181,5 juta penduduk, jumlah vaksin yang diperlukan sekitar 363 juta dosis. Artinya, persediaan vaksin sampai Mei 2021 hanya sekitar 25 persen dari kebutuhan. Vaksin dalam jumlah besar baru akan tiba setelah Juni 2021.
Karena itu, Nadia menuturkan, beberapa skema disiapkan demi mengejar jumlah penerima vaksinasi terkait tempat vaksinasi, sebaran vaksinator, dan upaya menekan kasus tunda vaksinasi.
Terkait tempat vaksinasi, pemerintah menyusun empat opsi, yakni vaksinasi berbasis fasilitas kesehatan milik pemerintah ataupun swasta, serta dijalankan di institusi, seperti TNI, Polri, dan perkantoran. Vaksinasi pun akan lebih gencar dilakukan secara massal dengan cara vaksinasi bergerak dan di tempat.
”Jumlah vaksinator terus ditingkatkan. Total per 29 Januari 2021 ada 40.329 orang. Jumlah ini terus meningkat menjadi 81.770 orang akhir Februari lalu. Pelatihan masih dilakukan untuk menambah vaksinator, terutama di daerah yang jumlah vaksinatornya kurang,” kata Nadia.
Tantangan lain adalah perbaikan pola komunikasi vaksinasi. Sebab, masih ada warga yang menolak divaksinasi dan tingginya hoaks terkait vaksinasi. Karena itu, kerja sama semua pihak dibutuhkan guna memberi pemahaman dan edukasi vaksinasi kepada publik.
Sejumlah daerah
Sejumlah daerah melaporkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 untuk tenaga pendidik, warga lanjut usia, dan petugas pelayanan publik terus berjalan. Sebanyak 114 guru sekolah menengah atas di Sumatera Selatan menjalani vaksinasi di Rumah Sakit Umum Daerah Siti Fatimah, Palembang, sebagai bagian dari rencana vaksinasi kepada 2.000 pengajar SMA di Palembang.
Sementara 1.500 orang lansia di Kota Palu, Sulawesi Tengah, sudah disuntik vaksin Covid-19. Tak ada kejadian ikutan atau efek samping berbahaya yang dilaporkan pascavaksinasi tersebut. ”Tak ada laporan KIPI (kejadian ikutan pascaimunisasi) berbahaya,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Palu Lutfiah.
Para warga lansia menerima vaksin di fasilitas kesehatan, antara lain pusat kesehatan masyarakat dan rumah sakit di dekat tempat tinggalnya. Vaksinasi warga lansia dimulai awal Maret ini.
Pelatihan masih dilakukan untuk menambah vaksinator, terutama di daerah yang jumlah vaksinatornya kurang.
Di Sumatera Barat, vaksinasi Covid-19 tahap kedua bagi warga lansia berjalan lambat ketimbang petugas pelayanan publik. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Sumbar, dari 28 Februari 2021 hingga 16 Maret 2021, jumlah warga lansia yang divaksin baru 3.009 orang atau 0,68 persen dari sasaran 442.033 orang. Jumlah petugas pelayanan publik yang divaksin 24.869 orang atau 6,21 persen dari sasaran 400.274 orang.
Penundaan vaksinasi
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) masih melaksanakan kajian lebih lanjut vaksin produksi AstraZeneca terkait kasus pembekuan darah yang diduga sebagai dampak vaksin itu. Selama kajian, penggunaan vaksin AstraZeneca ditunda.
Kepala Badan POM Penny K Lukito mengatakan, pengkajian itu dilakukan bersama tim pakar Komisi Nasional Penilai Obat, Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pascaimunisasi (KIPI), dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Pengkajian itu guna menjalankan prinsip kehati-hatian.
”Tunggu akhir minggu ini. Kami intensif memantau dan berkomunikasi dengan otoritas obat di Eropa dan pihak WHO,” katanya, kemarin.
Kajian lebih dalam dilakukan meski vaksin Covid-19 AstraZeneca yang masuk ke Indonesia berbeda dengan nomor kode produksi (batch) produk yang diduga memicu pembekuan darah. Vaksin yang diterima Indonesia juga diproduksi di fasilitas berbeda.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 12 Maret 2021 menyatakan menerima informasi kasus pembekuan darah penerima vaksin Covid-19 dari AstraZeneca, tetapi tidak ada alasan menghentikan penggunaan vaksin itu dengan mengikuti penggunaan EUL (emergency use listing).
Kemarin, WHO menyatakan itu tidak terkait vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca. Namun, ada negara yang menangguhkan penggunaan vaksin itu sebagai tindakan kehati-hatian selama investigasi. Namun, izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) tidak dicabut.
Sejauh ini, Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) mengkaji kasus pembekuan darah yang diduga terkait vaksin AstraZeneca. Namun, manfaat vaksin ini untuk mencegah risiko keparahan dan kematian karena Covid-19 dinilai lebih besar.
”Belum ada bukti vaksin Covid-19 ini memicu pembekuan darah. Frekuensi pembekuan darah sama dengan yang terjadi di masyarakat umum,” tutur Ines Atmosukarto, peneliti vaksin dari Indonesia yang bekerja di John Curtin School of Medical Research, Australia National University. Penundaan penggunaan vaksin AstraZeneca ini dinilai lebih didasarkan pada kehati-hatian dan bernuansa politis daripada aspek sains.
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, menambahkan, manfaat vaksin ini jauh lebih besar dibandingkan dengan risikonya. Penundaan vaksinasi berlarut-larut berisiko memperlambat cakupan vaksinasi dan meningkatkan keparahan warga lansia. (NSA/JOL/RAM/VDL/ESA/AIK/TAN)